Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Larangan Untuk Saling Benci Dan Hasad (Dengki)
Kaum muslimin yang kami muliakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada umatnya agar tidak saling benci dan hasad di antara mereka.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا،
وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ تَقَاطَعُوْا،
وَكُوْ نُوْا عِبَادَ اللهِ إخْوَاناً
“Janganlah kalian saling membenci, saling hasad (dengki), saling memusuhi, dan saling memutuskan tali persaudaraan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, X/481 dan Muslim, no. 2559)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berwasiat kepada kita agar kita berbuat baik kepada saudara kita, mencintai kebaikan untuk mereka sebagaimana kita senang jika kebaikan itu ada pada kita.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya seperti apa yang dicintainya untuk dirinya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45).
Sifat hasad akan mengurangi keimanan dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang umatnya agar tidak saling hasad diantara mereka. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita berupaya melawan rasa hasad yang ada dalam hati kita dan berusaha menghilangkan pengaruhnya.
Berikut ini sebagian upaya yang dapat kita lakukan untuk mengatasi penyakit hasad.
Pertama, Ridha Terhadap Takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala
Setiap manusia yang lahir ke dunia, telah Allah tetapkan rezekinya. Dan sesungguhnya Allah membagi rezeki dan nikmat dengan ilmu-Nya. Dengan hikmah-Nya Allah melapangkan rizki-Nya kepada siapa saja yang Dia hendaki, dan dengan keadilan-Nya Dia tidak memberi kepada siapa saja yang Dia hendaki. AllahSubhanahu wa Ta’ala berbuat sekehendak-Nya, namun tidaklah sekali-kali Dia menzholimi hamba-Nya.
Kedua, Berdoa Kepada Allah.
Sesungguhnya Al-Qur’an adalah petunjuk dan obat penawar dari segala macam penyakit hati. Maka barangsiapa mendapati penyakit dalam hatinya, hendaklah dia mencari obat penawarnya dalam Al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah berdo’a kepada Allah untuk memohon perlindungan dari sifat hasad (dengki) yang dapat memicu kebencian dan permusuhan diantara orang yang beriman.
Inilah sikap mulia orang-orang sholih sebelum kita. Sudah selayaknya kita meneladani mereka. Allah menceritakan kisah mereka dalam Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai pelajaran bagi kita semua. Mereka banyak berdo’a kepada Allah dengan mengucapkan:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَ ِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آَمَنُوْا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (10)
“Ya Rabb Kami, berikanlah ampunan kepada Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb Kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).
Ketiga, Sibukkan Diri Dengan Memikirkan Aib Sendiri
Sifat hasad biasanya akan menyibukkan hati dengan mencari-cari aib dan kesalahan orang lain. Maka solusi terbaik untuk menanggulanginya adalah mengingat kebaikan orang lain dan menyibukkan diri dengan memikirkan aib sendiri kemudian memperbaikinya.
Ada nasehat yang sangat indah dari ‘Abdullah Al-Muzanni rahimahullah. Beliau mengatakan, “Jika iblis memberikan bisikan kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka waspadalah. Jika ada orang yang lebih tua darimu, maka katakanlah, “Orang ini telah mendahuluiku dalam beriman dan beramal sholih, maka dia lebih baik dariku.” Jika ada orang yang lebih muda darimu, maka katakanlah, “Aku telah mendahului orang ini dalam maksiat dan dosa, serta lebih pantas mendapatkan siksa dibandingkan dirinya, maka sebenarnya dia lebih baik dariku.”
Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.” (Hilyatul Auliya’, 1/310)
Keempat, Selalu Bersyukur Dengan Yang Sedikit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيْرَ
“Barangsiapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/278. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albanirahimahullah dalam As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 667).
Kelima, Selalu Memandang Orang Yang Ada di Bawah.
Pada dasarnya, jiwa manusia memiliki tabiat menyukai kedudukan yang terpandang, dan tidak ingin ada yang menyaingi atau lebih tinggi darinya. Dari sanalah hasad ini biasanya muncul, karena sumber dari penyakit hasad adalah cinta terhadap perkara-perkara dunia, seperti cinta harta benda, kedudukan, jabatan, maupun pujian manusia. Oleh karena itulah, sifat hasad ini paling banyak menimpa orang-orang yang cinta jabatan dan kekuasaan.
Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidaklah seseorang mencintai kekuasaan, melainkan pasti ia merasa iri dan dengki terhadap lawannya, suka mencari-cari aib orang lain, dan tidak suka bila kebaikan lawannya disebut-sebut.” (Disarikan dari Durus al-’Am, edisi terjemahan: Kultum Setahun jilid I, hal. 205, Abdul Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim).
Persaingan dalam perkara duniawi akan mengobarkan hasad dan melalaikan manusia dari nikmat-nikmat Allah yang telah dicurahkan padanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kita untuk melihat orang-orang yang ada di bawah kita dalam perkara harta dan dunia. Hal ini akan menjadikan kita lebih ridha dan bersyukur dengan nikmat yang Allah limpahkan pada kita.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ
وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ،
فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah kalian memandang orang yang berada di atas kalian. Karena yang demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2963)
Kelima, Berbuat Baik Kepada Orang Yang Kita Hasad Padanya
Mungkin ini adalah perkara yang paling berat untuk dilakukan, namun sungguh akan memberikan pengaruh yang luar biasa, dengan ijin Allah Ta’ala. Kita bisa berbuat baik dengan menebarkan salam atau saling memberi hadiah, yang semua itu akan memperkuat rasa persaudaraan dan menumbuhkan rasa kasih sayang. Kita juga berusaha mendo’akannya dengan kebaikan karena dengan mendoakan kebaikan kepada orang lain, kita akan mendapatkan kebaikan semisal dengan isi do’a kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دَعْوَةَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ مُسْتَجَابَةٌ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ،
عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ بِهِ،
كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ: آمِيْنَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, Malaikat tersebut mengucapkan: Amin.., engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod, no. 625 dan Ahmad, no. 26279. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih al-Adab al-Mufrod, no. 488)
Penutup
Apabila ada yang bertanya, “Jika kita iri dengan orang yang pandai membaca Al-Qur’an dan kita ingin seperti dia, apakah ini juga terlarang?” Pertanyaan ini membutuhkan pembahasan tersendiri, silahkan membaca artikel berikut ini : Ghibthoh, Iri Yang Diperbolehkan
Muroja’ah : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : Buletin at-Taubah edisi ke-17
0 comments:
Post a Comment