Share
div id='fb-root'/>

Kaya tidak diukur dengan banyaknya harta

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bertakwa itu dimana saja

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”(HR Tirmidzi 1987)

Mudahkan Kesulitan Saudara Kita

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR Muslim 2699)

Segeralah Bertaubat

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Bersemangatlah untuk Beramal Shalih

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97)

Sunday, December 23, 2012

[Penting] Syahadat Laa Ilaaha Illallah, Makna, Rukun, Syarat dan Kesalahan-kesalahan dalam Penafsirannya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Setiap muslim tentu menginginkan untuk masuk ke dalam surga dan selamat dari api neraka, untuk itu marilah kita memperhatikan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut ini,

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang akhir ucapannya (sebelum mati) adalah kalimat Laa ilaaha illallahmaka dia akan masuk surga.” [HR. Abu Daud dari Mu’adz bin Jabalradhiyallahu’anhu, Shahihul Jami’: 11425]
Jelaslah bagi kita bahwa kunci surga adalah kalimat Laa ilaaha illallah. Ibarat sebuah rumah, surga memiliki pintu yang harus dibuka dengan sebuah kunci, itulah kalimat Laa ilaaha illallah. Akan tetapi, kenyataannya tidak semua orang yang memiliki kunci tersebut mampu membuka pintu surga, dikarenakan kunci mereka tidak bergerigi.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahih-nya,
وَقِيلَ لِوَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَلَيْسَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِفْتَاحٌ إِلاَّ لَهُ أَسْنَانٌ فَإِنْ جِئْتَ بِمِفْتَاحٍ لَهُ أَسْنَانٌ فُتِحَ لَكَ وَإِلاَّ لَمْ يُفْتَحْ لَكَ
“Dan pernah dikatakan kepada Wahb bin Munabbih rahimahullah, “Bukankah Laa ilaaha illallah adalah kunci surga?” Beliau menjawab, “Benar, akan tetapi tidak ada sebuah kunci kecuali memiliki gerigi, maka apabila engkau datang dengan kunci bergerigi akan dibukakan pintu surga untukmu, jika tidak maka tidak akan dibukakan untukmu”.”
Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap hamba untuk memahami kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dengan baik dan mengamalkannya. Sebab tidak ada manfaatnya sama sekali jika seseorang hanya mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah, meskipun dia berzikir dengannya seribu kali setiap hari, tanpa memahami dan mengamalkannya, inilah yang dimaksud memiliki kunci tanpa gerigi.
Makna Syahadat
Kata syahadat (الشهادة) yang biasa diterjemahkan dengan “persaksian” berasal dari kata (شهد) secara bahasa maknanya adalah,
أن يخبر بما رأى وأن يقر بما علم
“Seorang yang mengabarkan apa yang dia lihat dan menetapkan (meyakini) apa yang dia ketahui.” [Al-Mu’jamul Washit, 1/497]
Adapun maknanya secara syari’at, berkata Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasanrahimahumallah,
من شهد أن لا إله إلا الله أى من تكلم بها عارفا لمعناها عاملا بمقتضاها باطنا وظاهرا فلابد فى الشهادتين من العلم واليقين والعمل بمدلولها
“Seorang yang bersyahadat Laa ilaaha illallah adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan mengetahui maknanya, mengamalkan konsekuensinya secara batin dan lahir. Maka harus ada dalam dua kalimat syahadat; ilmu, yakin dan mengamalkan kandungannya.” [Fathul Majid, hal. 65-66]
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa syahadat Laa ilaaha illallahyang benar apabila terpenuhi 4 syarat:
1)      Ilmu tentang Laa ilaaha illallah
2)      Yakin terhadap benarnya Laa ilaaha illallah
3)      Mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah
4)      Mengamalkan makna Laa ilaaha illallah
Adapun sekedar mengucapkan Laa ilaaha illallah tanpa memahami maknanya, atau tanpa meyakini dan mengamalkannya maka ulama seluruhnya sepakat (ijma’) bahwa syahadat tersebut tidak ada manfaatnya sama sekali. Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasanrahimahumallah berkata,
أما النطق بها من غير معرفة لمعناها ولا يقين ولا عمل بما تقتضيه : من البراءة من الشرك وإخلاص القول والعمل قول القلب واللسان وعمل القلب والجوارح فغير نافع بالإجماع
“Adapun sekedar mengucapkan syahadat tanpa memahami maknanya, tidak pula meyakini dan mengamalkan konsekuensinya, yaitu berlepas diri dari syirik dan mengikhlaskan ucapan dan perbuatan, baik ucapan hati dan lisan, maupun amalan hati dan lisan (jika tidak dipersembahkan hanya bagi Allah) maka ucapan tersebut tidak bermanfaat berdasarkan kesepakatan ulama.” [Fathul Majid, hal. 66]
Makna Laa ilaaha illallah
Seluruh dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjelaskan bahwa makna laa ilaaha illallah adalah,
لا معبودَ حقٌّ إلا الله
“Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah.”
Artinya, segala sesuatu yang disembah oleh manusia selain Allah ta’ala adalah sesembahan yang salah (batil), karena tidak ada sesembahan yang benar (haq) kecuali Allah tabaraka wa ta’ala. Sebagaimana telah Allah ta’ala tegaskan dalam Al-Qur’an,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah sesembahan yang benar dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain dari Allah adalah salah.” [Al-Hajj: 62 dan Luqman: 30]
Rukun Laa ilaaha illallah
Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjelaskan bahwa kalimat Laa ilaaha illallahmencakup dua rukun, yaitu:
  1. An-Nafyu (penafikan) yang terdapat dalam kalimat Laa ilaaha, yang bermakna menafikan atau menganggap salah semua sesembahan selain Allah ta’ala.
  2. Al-Itsbat (penetapan) yang terdapat dalam kalimat illallah, yang bermakna menetapkan atau meyakini bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah ta’ala.
Seorang hamba belum dianggap sebagai muslim sebelum dia mengamalkan dua rukun ini. Andaikan ada seorang hamba yang beribadah kepada Allah ta’ala; melakukan sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya, namun dia tidak meyakini bahwa Allah ta’ala sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dan selain-Nya adalah salah maka dia bukan muslim atau menjadi murtad karena tidak mengamalkan kalimat Laa ilaaha illallah yang merupakan pintu untuk masuk ke dalam Islam.
Kedua rukun ini terdapat dalam banyak ayat, diantaranya firman Allah ta’ala,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Maka barangsiapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah) dan hanya beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh dengan ikatan yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallah).” [Al-Baqarah: 256]
Firman Allah ta’ala, “Maka barangsiapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah)” adalah penafikan seluruh sesembahan selain Allah ta’ala. Adapun firman-Nya, “Dan hanya beriman kepada Allah” adalah penetapan bahwa hanya Allah ta’ala satu-satunya sesembahan yang benar.
Syarat Laa ilaaha illallah
Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjelaskan bahwa syarat Laa ilaaha illallah itu ada delapan, barangsiapa yang tidak mengamalkan salah satu darinya maka dia belum mengamalkan kalimat Laa ilaaha illallah, yaitu:
Syarat Pertama: Ilmu, yaitu memahami makna dan rukun Laa ilaaha illallah secara benar. Allah ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ اللَّه
“Maka berimulah bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah.” [Muhammad: 19]
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّة
“Barangsiapa mati dalam keadaan berilmu bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, niscaya dia akan masuk surga.” [HR. Muslim dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu]
Jika seseorang tidak memahami makna kalimat Laa ilaaha illallah maka tidak bermanfaat syahadat yang diucapkannya.
Syarat Kedua: Yakin, yakni meyakini kebenaran makna dan rukun kalimat Laa ilaaha illallah tanpa meragukannya sedikitpun. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.” [Al-Hujurat: 15]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلاَّ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah sambil membawa dua kalimat syahadat tersebut tanpa ragu kecuali pasti dia akan masuk surga.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Syarat Ketiga: Menerima (Al-Qobul), yaitu menerima dengan sepenuh hati konsekuensi kalimat Laa ilaaha illallah berupa penetapan bahwa hanya Allah ta’ala satu-satunya sesembahan yang benar dan selain-Nya adalah salah, tidak boleh menolak sedikitpun, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan. Menolak kalimat Laa ilaaha illallahadalah sifat kaum musyrikin. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Kaum musyrikin itu apabila di katakan kepada mereka: (Ucapkanlah) Laa ilaaha illallah, mereka menyombongkan diri seraya berkata: Apakah kita harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kita hanya karena ucapan penyair yang gila ini?” [As-Shaffat: 35-36]
Syarat Keempat: Tunduk dan Patuh (Al-Inqiyad), yaitu dengan mengamalkan makna dan rukun Laa ilaaha illallah, hanya beribadah kepada Allah ta’ala dan menjauhi segala sesembahan selain-Nya, disertai dengan mengamalkan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya (tunduk) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada tali yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallah).” [Luqman: 22]
Syarat Kelima: Jujur dan benar (Ash-Shidqu), yaitu jujur dan benar dalam beriman terhadap Laa ilaaha illallah, tanpa mengandung kedustaan sedikitpun dalam hati. Kedustaan dalam keimanan adalah sifat orang-orang munafik. Allah ta’ala berfirman,
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” [Al-Munafiqun: 1]
Nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang itu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, dia mengucapkannya dengan jujur dari lubuk hatinya, melainkan pasti Allah mengharamkan neraka atasnya.” [HR. Al-Bukhari dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu]
Syarat Keenam: Ikhlas, yaitu benar-benar ikhlas dari dalam hatinya semata-mata karena Allah ta’ala, bukan karena maksud dan tujuan lainnya. Allah ta’ala berfirman,
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصاً لَهُ الدِّينَ أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang ikhlas (bersih dari syirik).” [Az-Zumar: 2-3]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاََ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Juga sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam,
فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّه
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah semata-mata hanya untuk mengharapkan wajah Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Itban bin Malik radhiyallahu’anhu]
Syarat Ketujuh: Mencintai (Al-Mahabbah), yaitu mencintai kalimat tauhid dan konsekuensinya berupa pemurnian ibadah kepada Allah ta’ala dan pengingkaran terhadap penghambaan kepada selain-Nya. Memurnikan cinta kepada Allah ta’ala adalah bagian dari tauhid. Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan (sekutu) selain Allah yang dia cintai layaknya mencintai Allah. Sedangkan orang-orang yang beriman, sangat mencintai Allah diatas segala-galanya).” [Al-Baqarah: 165]
Syarat Kedelapan: Pengingkaran (Al-Kufran) terhadap semua sesembahan selain Allah ta’ala, yaitu menyalahkan semua sesembahan selain Allah ta’ala, tidak mempercayainya dan tidak pula menyembahnya, karena sesembahan yang benar dan patut diibadahi hanyalah Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka barangsiapa mengingkari thoghut (sesembahan selain Allah) dan hanya beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang teguh dengan ikatan yang amat kokoh (yakni kalimat Laa ilaaha illallah), yang tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah: 256]
Kesalahan-kesalahan dalam Menafsirkan Laa Ilaaha Illallah
Kesalahan Pertama: Tafsir Ahlul Kalam / Filsafat: Menafsirkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dengan Tiada Pencipta Selain Allah [لا خالق إلا الله].
Benar bahwa tidak ada pencipta selain Allah ta’ala, namun hal itu bukanlah makna Laailaaha illallah. Dan jika makna ini diterima maka konsekuensinya kita harus menganggap orang-orang yang menyekutukan Allah dalam ibadah yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah orang-orang yang beriman, sebab mereka juga beriman bahwa Allah ta’ala sang Pencipta. Allah ta’ala berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada kaum musyrikin itu: “Siapakah yang menciptakan mereka,” niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” [Az-Zukhruf: 87]
Kesalahan Kedua: Tafsir Sufi / Tasawuf: Menafsirkan kalimat Laa Ilaaha Illallah dengan Tiada Sesembahan Yang Wujud Kecuali Allah [لا إله موجود إلا الله].
Artinya menurut mereka, seluruh sesembahan yang ada adalah Allah, bahkan orang yang sudah mencapai derajat tertentu menurut paham sesat mereka dapat menyatu dengan Allah ta’ala. Kesalahan ini sangat jelas merupakan kerusakan dalam agama dan akal sekaligus, bagaimana bisa Allah ta’ala Yang Maha Suci menyatu dengan makhluk yang kotor lagi penuh dosa dan kekurangan?! Lalu siapa yang menyembah dan siapa yang disembah?!
Kesalahan Ketiga: Tafsir Berdasar Terjemahan: Mengartikan kalimat Laa Ilaaha Illallah dengan Tiada Tuhan / Sesembahan Selain Allah [لا معبود إلا الله].
Penerjemahan ini kurang tepat karena bertentangan dengan kenyataan yang ada, yaitu banyaknya tuhan atau sesembahan lain selain Allah ta’ala, maka yang benar, “Tiada yang berhak disembah selain  Allah.” Artinya, walaupun banyak tuhan yang disembah manusia selain Allah ta’ala, namun semuanya adalah sesembahan yang salah, sedangkan yang benar hanya Allah ta’ala.
Kesalahan Keempat: Tafsir Hizbiyun (Kelompok Sesat Kontemporer seperti Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir): Menafsirkan Kalimat Laa Ilaaha Illallah dengan Tiada Penentu Hukum kecuali Allah [لا حاكم إلا الله].
Benar bahwa tidak ada yang berhak menentukan hukum selain Allah ta’ala, akan tetapi ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa itu bukan makna Laa ilaaha illallah,sebab tafsir tersebut tidak mengandung maknanya secara menyeluruh, yaitu memurnikan seluruh bentuk penghambaan (termasuk hukum) hanya kepada Allah ta’ala.
Dampak buruk dari penafsiran yang menyimpang ini adalah munculnya pemahaman takfir(pengkafiran) terhadap kaum muslimin yang tidak menerapkan hukum Allah secara menyeluruh atau melakukan dosa-dosa besar yang tidak sampai pada kekafiran. Juga muncul pemahaman sesat bahwa Khilafah Islamiyah adalah tujuan dakwah, sehingga yang mereka dengung-dengungkan selalu hanyalah bagaimana agar dapat berkuasa secepatnya tanpa memperhatikan penegakkan tauhid dan sunnah. PadahalKhilafah Islamiyah hanyalah sebuah hasil yang akan diraih oleh kaum muslimin jika mereka benar-benar menegakkan tauhid dan sunnah. Justru keadaan mereka sangat jauh dari tauhid dan sunnah.
Kesalahan Kelima: Tafsir Jahmiyah dan Mu’tazilah: Barangsiapa yang Menetapkan Nama dan Sifat bagi Allah Ta’ala maka Dia Seorang Musyrik menurut pemahaman sesat mereka.
Kaum Jahmiyah dan Mu’tazilah tidak mengimani seluruh atau sebagian nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala, bahkan menurut mereka barangsiapa yang mengimaninya berarti telah menyekutukan Allah ta’ala. Tidak diragukan lagi ini adalah tafsir yang sesat, karena seorang mukmin wajib meyakini nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta tidak menyamakan-Nya dengan makhluk.
Wallahu A’lam.
Download (Save As) Kajian Terkait Syahadatain:

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Thursday, December 13, 2012

10 Rambu-Rambu Jalan Menuju Pembebasan Al-Aqsha

Bismillaahirrohmanirrohiim.

-lanjutan catatan kajian "Kapan Palestina Kembali ke Pangkuan Kita?"-

Adapun 10 Rambu-Rambu Jalan Menuju Al-Aqsha tersebut, yakni :
1. Hendaknya menumbuhkan perasaan di dalam diri kita bahwa mereka adalah saudara kita, seperti satu tubuh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang yang beriman dalam cinta dan kasih sayang sesama mereka adalah bagaikan satu tubuh yang bila salah satu anggota tubuh mengeluh sakit maka seluruh anggota tubuh yang lain tidak dapat tidur dan selalu merasa panas”. (Hadits Riwayat Muslim)

Umat Islam terbagi menjadi 3 terkait sikap terhadap masalah Palestina
Pertama, yang cuek, tidak mau ambil pusing dengan yang terjadi di Palestina. mereka berkomentar "Ah,ngapain memikirkan yang terjadi di Palestina,wong masalah di negeri sendiri juga sudah banyak masalah."

kedua, yang terlalu bersemangat, akan tetapi tidak disertai ilmu. melakukan hal-hal yang tak disyari'atkan dan tidak pernah dicontoh oleh generasi para shahabat rodhiyallohu 'anhum dan para salafush shalih.
apakah Shalahudin Al-Ayyubi ketika membebaskan Al-Aqsha dengan cara turun ke jalan, teriak-teriak atau bakar-membakar?

ketiga, yang menyikapi masalah ini di bawah bimbingan para ulama, sehingga apa yang dilakukan berdasarkan ilmu.
Al-'Ilmu Qobla Al-'Amal. Ilmu itu sebelum amalan.
Semangat apabila tidak bersama ilmu, maka akan menghancurkan.

Lalu, adalah suatu pernyataan yang salah besar jika ada yang mengatakan orang yang memegang manhaj salafush shalih diam, tidak peduli dengan permasalahan di Palestina. Karena bergeraknya orang salafiyyun berdasarkan ilmu dan diamnya pun berdasarkan ilmu.

2. Pentingkan dulu kalimat tauhid sebelum menyatukan umat Islam
Ini sebagaimana yang dicontohkan Shalahudin Al-Ayubi ketika umat Islam diserang orang Mongol. yang beliau lakukan adalah mempersatukan umat Islam di bawah kalimat Tauhid.
"Jika kalian sudah betul-betul bertauhid secara benar, maka ALLOH Ta'ala akan mempersatukan kalian."

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
حق الله على العباد أن ي عبدوه ولا يشركوا به شيئا
Artinya: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah supaya hamba itu beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” 
(Hadits shohih riwayat Bukhari dan Muslim).


Al-Aqsha tidak mungkin direbut, kecuali oleh orang-orang yang betul-betul bertauhid.
Adapun Yahudi mampu merebut Palestina tatkala kaum muslimin telah berpecah belah dan melepaskan persatuan atas dasar 'aqidah yang benar.

3. Lempar dan buang jauh-jauh berbagai macam perbedaan, perpusuhan di antara umat Islam.
Karena perpecahan dan persatuan itu adalah kekalahan dan kelemahan.

4. Kembali dengan jujur kepada ajaran Islam yang murni.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, memegangi ekor-ekor sapi [sibuk berternak, pent], dan menyenangi pertanian dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menimpakan pada kalian kehinaan, tidak akan mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian”.
(Hadits Riwayat Abu Dawud, dihasankan oleh syaikh Al-Albani dalam Al-silsilah Ash-shahihah)

5. Membebaskan diri dari Al-Wahn
Al-Wahn adalah penyakit yang kronis dan diri hina di mata musuh-musuh Islam

Rosululloh shollallohu 'alahi wasallam dalam haditsnya dari sahabat Tsauban rodhiyallohu 'anhu mengatakan (yang artinya),
“Hampir-hampir orang-orang kafir mengerumuni kalian sebagaimana berkerumunnya di atas sebuah tempayan.”
Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, apakah jumlah kita saat itu sangat sedikit?" 
Rosululloh berkata, “Bahkan kalian saat itu banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih di atas air bah. Dan Allah l benar-benar akan mencabut rasa ketakutan dari hati musuh kalian, dan benar-benar Allah l akan campakkan ke dalam hati kalian (penyakit) al-wahn.”
Seseorang bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan al-wahn, ya Rosululloh?”
Rosululloh menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”
(Hadits Riwayat Abu Dawud no. 4297, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 3610)

Maka terkait hal ini kita bisa belajar dari dua kisah. Kisah pertama yakni shahabat Hanzholah rodhiyallohu 'anhu yang dimandikan para malaikat, karena meninggal dunia ketika berjihad padahal sebelumnya ia baru saja menjalani malam pertama bersama istrinya.
Kisah lainnya yang merupakan kebalikan dari kisah Hanzholah adalah kisah kekalahan umat Islam di Perang Uhud. Kisah yang mengajarkan pelajaran yang amat berharga kepada kita akan bahaya al-wahn ini. Bagaimana umat Islam yang pada awalnya memimpin peperangan,namun kemudian kalah lantaran puluhan umat Islam yang itu berperang ketika terperdaya akan godaan harta rampasan perang.

6. Menyiapkan generasi,
generasi setelah Shalahudin Al-Ayubi dan Muhammad Al-Fatih
Shalahudin Al-Ayubi, seorang pemuda yang hatinya bergetar tatkala mengetahui hadits Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bahwa suatu ketika konstantinopel akan ditaklukkan.
Ketika masa kecilnya, Shalahudin Al-Ayubi diajak ibunya ke tempat teman ibunya. Lalu, sahabat ibunya mengatakan kepada ibunda beliau "Jagalah anak ini,karena kelak ia akan menjadi pemimpin dan menguasai umatnya."
Lalu ibundanya berkata," Tidak! Bahkan ia kelak akan menguasai dunia."
Dan bisa selanjutnya Shalahudin Al-Ayubi menjadi pemimpin, yang kemudian bisa menguasai dunia.

Kisah lainnya adalah Muadz ibn Afat dan Muadz ibn Amr ibn Samuh, dua orang pemuda yang berusia belasan tahun namun gagah berani mengalahkan musuh kaum muslimin, yakni Abu Jahal.
Abdurrahman bin Auf radhiallahu ‘anhu menceritakan,
بينا أنا واقف في الصف يوم بدر، فنظرت عن يميني وعن شمالي، فإذا أنا بغلامين من الأنصار – حديثة أسنانهما، تمنيت أن أكون بين أضلع منهما – فغمزني أحدهما فقال: يا عم هل تعرف أبا جهل؟ قلت: نعم، ما حاجتك إليه يا ابن أخي؟ قال: أخبرت أنه يسب رسول الله صلى الله عليه وسلم، والذي نفسي بيده، لئن رأيته لا يفارق سوادي سواده حتى يموت الأعجل منا، فتعجبت لذلك، فغمزني الآخر، فقال لي مثلها، فلم أنشب أن نظرت إلى أبي جهل يجول في الناس، قلت: ألا إن هذا صاحبكما الذي سألتماني، فابتدراه بسيفيهما، فضرباه حتى قتلاه
“Ketika Perang Badar aku berada di tengah barisan. Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang masih sangat belia sekali.. Aku berharap seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk mereka [untuk melindungi mereka, pent]. Salah seorang dari mereka mengedipkan mata kepadaku dan berkata, ‘Paman, tunjukkan kepadaku mana Abu Jahal.’ Kukatakan kepadanya, ‘Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya?’ Pemuda itu kembali berkata, ‘Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah. Aku pun bersumpah kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya atau aku yang akan mati di tangannya.’ Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu pemuda yang satunya lagi mengedipkan mata kepadaku dan mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan orang. Aku berkata, ‘Tidakkah kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi.’ Mereka pun saling berlomba mengayunkan pedangnya hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.”
(Hadits Riwayat Bukhari no. 3141)

Adalagi kisah Samhud ibn Jundub yang nangis karena tidak diizinkan perang oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam. Lalu, ada sahabatnya, yakni Rofiq ibn Khudais yang juga meminta izin untuk ikut perang, namun juga tidak diizinkan. Kemudian Rofiq berkata pada Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bahwa ia bisa memanah sebaik apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Dan kemudian ia melakukannya dan dapat membuktikan perkataannya, lalu Rofiq pun diizinkan.
Setelah itu, Samhud mengadu kepada kedua orangtuanya dan menangis. Tangisannya bukan karena tidak dibelikan permen atau tangisan karena sebab dunia lainnya, melainkan karena tidak diizinkan ikut perang. Lalu orangtuanya menemui Rosululloh sembari membawa Rofiq dan mengatakan serta menanyaka mengapa Rofiq diizinkan ikut perang sedangkan Samhud tidak. Lalu, Samhud menambahkan,
"Ketika kami bergulat,saya selalu menang."
Kemudian setelah mereka bergulat, terbukti Samhud menang, hingga kemudian mereka berdua diizinkan untuk ikut perang.

Kisah terakhir adalah kisah Umair bin Abi Waqqash, saudara shahabat Sa'ad ibn Abi Waqqash rodhiyallohu 'anhu, yang tidak diizinkan untuk iktu perang oleh Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam, namun ia ikut dan bersembunyi.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu berkata,
رأيت أخي عمير بن أبي وقاص قبل أن يعرضنا رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلّم يوم بدر يتوارى، فقلت: ما لك يا أخي؟ قال: إني أخاف أن يراني رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلّم فيستصغرني فيردّني، وأنا أحبّ الخروج، لعل اللَّه أن يرزقني الشهادة- قال: فعرض على رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلّم فاستصغره فردّه، فبكى فأجازه، فكان سعد يقول: فكنت أعقد حمائل سيفه من صغره فقتل وهو ابن ست عشرة سنة.
“Aku melihat saudaraku Umair bin Abi Waqqash -sebelum kami diperlihatkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikuti perang Badr- ia sembunyi-sembunyi. Maka aku berkata, “ada apa denganmu wahai saudaraku?”. Ia berkata, “aku khawatir Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihatku lalu menganggapku masih terlalu kecil sehingga beliau menyuruhku kembali, aku ingin sekali ikut berperang, semoga Allah mengkaruniakan kesyahidan kepadaku.”
Kemudian ia diperlihatkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau mengangap masih kecil dan menolaknya. Maka Umair bin Abi Waqqash menangis sehingga beliau mengizinkannya
Sa’ad berkata, “Aku membantu menyarungkan pedangnya karena ia masih kecil, kemudian ia terbunuh ketika berusia enam belas tahun.”
(Al-Ishabah 4/603, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.I, 1415 H, Syamilah)

7. Mempersiiapkan secara materi,
yakni persenjataan, seperti panahan.
Setiap kita harus memiliki peran sesuai dengan kemampuan dan kapabilitas kita. Bisa menjadi dokter untuk mengobati saudara-saudara kita yang berjihad, bisa menjadi ahli persenjataan, dsb.

8. Menegakkan jihad
Untuk saat ini, kita memang belum bisa ikut berjihad dengan jiwa, karena belum diizinkan dan diperintah oleh pemerintah.
InsyaaALLOH kita bisa mendapatkan pahala sama dengan yang ikut berjihad,jika kita memiliki azzam dan niat untuk ikut jihad, namun terhalang oleh uzur.
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزَاةٍ فَقَالَ إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلاَّ كَانُوا مَعَكُمْ حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ وَفِيْ رِوَايَةٍ إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِي الأَجْرِ (رَوَاهُ مُسْلِم( وَرَوَاه الْبُخَارِيْ عَنْ أَنَسٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَجَعْنَا مِنْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أَقْوَامًا خَلْفَنَا بِالْمَدِينَةِ مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا فِيْهِ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ

Dari Abu Abdillah Jabir beliau berkata: kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu peperangan, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya beberapa orang di Madinah tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan dan tidak pula kalian melewati satu wadi (lembah) kecuali mereka bersama kalian, mereka ditahan oleh penyakit.
(Dan dalam riwayat lain): kecuali mereka bersama kalian dalam pahala. [Hadits Riwayat Muslim]

Dan Imam al-Bukhâri meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'anhu , beliau berkata, "Kami pulang dari perang Tabuk bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya beberapa orang yang tertinggal di Madinah tidaklah kita melewati satu jalanan dan tidak pula lembah kecuali mereka bersama kita, mereka tertahan oleh udzur".

Saat ini jihad yang bisa kita lakukan adalah berjihad dengan harta.
Inilah yang bisa kita lakukan saat ini untuk saudara kita di Palestina, jangan sampai kita seperti orang yang berkoar-koar jihad dengan pedang, eh ketika ada kotak infaq sumbangan untuk saudara kita di Palestina, tidak tergerak hatinya untuk mendermakan sebagian hartanya untuk saudara kita.
Hal terkecil saja tidak tergerak hati kita.

9. Do'a
Renungan,
"Pernahkah kita mendo'akan untuk saudara-saudara kita di Palestina (dan tempat lainnya, seperti Rohingya,Suriah) setelah sholat kita, di sepertiga malam trakhir?"

Jika jawabannya tidak, hal-hal terkecil yang disyari'atkan seperti berdo'a saja tidak dilakukan, sedangkan hal-hal yang disyari'atkan seperti berkoar-koar, membakar yang tidak sepatutnya dilakukan.

Jika jawabannya iya, lalu kemudian timbul pertanyaan
"Kenapa sering berdo'a tetapi tidak dikabulkan?"

"Do'a seorang muslim bagi saudaranya dari kejauhan akan dikabulkan,di atas kepalanya ada malaikat yang ditunjuk untuk tugas itu, setiap kali ia berdo'a untuk saudaranya, malaikat yang ditunjuk tersebut berkata : aamiin (semoga Allah mengabulkan),dan bagimu kebaikan yang sama.'"
(terjemahan Hadits Riwayat Muslim)

***
Abu Ishaq ibn Ibrahim Al Atham menjawab,"Itu disebabkan hati-hati yang telah mati, karena 10 perkara :
Pertama, engkau mengetahui ALLOH, tetapi engkau tidak memenuhi hak-hak Allah. 
Kedua, engkau mengaku cinta Nabi, tapi tidak mengamalkan Sunnahnya dan malah menentangnya.
Ketiga, engkau membaca Al Qur'an, tapi tidak mengamalkan isinya. 
Keempat, engkau yakin bahwa syaithon adalah musuhmu, tapi engkau tidak berusaha melawan (malah mengikutinya). 
Kelima, engkau memakan nikmat-nikmat Allah, tapi tidak mensyukurinya (dengan ketaatan dan ibadah).
Keenam, engkau mengetahui bahwa surga itu benar adanya, tapi engkau tidak berusaha untuk meraihnya.
Ketujuh, engkau tahu neraka itu benar adanya, tapi engkau tidak berusaha untuk menjauhi jalan-jalan menuju neraka.
Kedelapan, engkau tahu kematian itu pasti akan menjemputmu, tapi engkau tidak mempersiapkan bekal untuk menjemput kematian tersebut.
Kesembilan, engkau sibuk mencari-cari aib orang lain, tapi engkau lupa dengan aib dirimu sendiri.
Kesepuluh, engkau sering datang dalam acara kematian (penguburan), tapi engkau tidak mengambil pelajaran dari yang engkau lihat."
*** 

10. Tanamkan sifat optimis pada diri umat bahwa kemenangan itu pasti.
Dari Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمُ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوِ الشَّجَرُ: يَا مُسْلِمُ، يَا عَبْدَ اللهِ، هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي، فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ؛ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ
“Tidak akan terjadi kiamat hingga kaum muslimin memerangi Yahudi dan membunuhi mereka, sampai ketika Yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon, batu dan pohon itu berkata: ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, Yahudi ada di belakangku, kemari dan bunuhlah dia.’ Kecuali pohon gharqad, (dia tidak berbicara) karena dia dari pohon Yahudi.”
[Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Ash-Shahih, Kitab Al-Jihad bab Qitalu-Al-Yahud (6/103 no. 2767 bersama Fathul Bari), Muslim dalam Ash-Shahih (18/44-45 no. 2922 bersama Syarah An-Nawawi), Ahmad dalam Al-Musnad (2/396, 417 dan 530) dan Al-Khatib Al-Baghdadi dalam At-Tarikh (7/207) dari Abu Hurairah rodhiyallohu 'anhu. Diriwayatkan pula dari sahabat Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab c dalam Ash-Shahihain dan Sunan At-Tirmidzi.At-Tirmidzi berkata dalam As-Sunan (4/509 no.2236): ”Hadits ini hasan shahih.”]

Azzamkan diri untuk berjihad. Jika nantinya tidak bisa, semoga ada dari anak keturunan kita yang bisa berjihad, yang bisa membebaskan Palestina -dengan izin ALLOH Ta'ala.


Baarokallohu fiykum.

Disalin dari catatan Kajian "Kapan Palestina Kembali ke Pangkuan Kita?" di Masjid Mujahidin UNY, 9 Desember 2012 bersama Ustadz Mahful Safarudin, Lc (pengajar Pondok Pesantren Al-Irsya Tengaran, Salatiga)

Bantul, 25 Muharram 1434 H/10 Desember 2012 M pada 0:23 AM

*mohon jika ada kekeliruan, disampaikan, Jazaakumulloh khoiron



Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Bagaimana Menjaga Diri dari Kejahatan Para Dukun dan Tukang Sihir?


BAGAIMANA MENJAGA DIRI DARI KEJAHATAN PARA DUKUN DAN TUKANG SIHIR? 
(1) Ada sebuah keluarga yang sebelumnya demikian harmonis. Mereka hidup dengan bahagia di rumah mereka. Seorang wanita penggoda tidak menyukai keadaan tersebut, dia ingin merebut sang ayah dari keluarga tersebut. Si wanita jahat itu pun datang ke seorang dukun agar si dukun dengan bantuan para syaithan bisa menyihir sang ayah agar jatuh hati padanya.

Keluarga yang tadinya harmonis mulai dipenuhi dengan konflik. Ayah tak lagi cinta pada ibunda, tak lagi cinta pada keluarga. Dia pun meninggalkan kebahagiaan keluarga dan jatuh ke pelukan sang wanita penggoda...

Ada seorang gadis manis. Di sekolah dia adalah teladan bagi teman-temannya. Tapi entah kenapa belakangan ini dia mendadak memikirkan seorang pemuda. Pemuda itu jauh dari tampan, akhlaknya pun bejat tak karuan. Tapi hasrat sang gadis serasa tak terbendung. Senantiasa ada yang mendorongnya untuk bertemu sang pemuda meski hati kecilnya mencoba menolak. 

Sang pemuda ternyata telah memikat sang gadis dengan sihir. Dia datang ke seorang dukun untuk mengguna-gunai sang gadis jelita. Akhirnya di bawah pengaruh sihir, sang gadis pun terjatuh pada perbuatan nista dengan si pemuda tadi.

Dan yang pernah ramai dibicarakan di berbagai media...
Seorang wanita muda begitu menderita. Di dalam tubuhnya ditemukan banyak paku. Berulang kali operasi dilakukan untuk mengeluarkan paku-paku tersebut, tapi tetap saja paku tak hilang dari tubuhnya..

Semua ini adalah akibat perbuatan para dukun dan tukang sihir. Sangat disayangkan kejahatan mereka banyak tersebar di negeri kita tanpa bisa dikenai tindakan hukum. Tidak seperti di Negeri Tauhid Saudi Arabia yang pelakunya dihukum penggal, di Indonesia, yang penduduknya mayoritas muslim, dukun-dukun dengan mudahnya menjajakan jasa mereka melalui beragam media tanpa ada yang bisa mencegah mereka.

Oleh karena itu dibutuhkan benteng pribadi yang kuat untuk menghalangi kejahatan para dukun dan tukang sihir kafir tersebut. Perkara yang paling penting dan paling efektif adalah membentengi diri dengan dzikir-dzikir syar'i serta doa-doa dan ta'awudzat (zikir meminta perlindungan Allah –pent) yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seperti:

1. Membaca AYAT KURSI (ayat ke-255 dari surat Al Baqarah) setiap pada awal pagi setelah shalat Fajr, dan di awal malam sebelum shalat maghrib, serta sebelum tidur.

2. Membaca surat Qulhuwallahu Ahad (Al Ikhlas), Qul A'udzubirabbil Falaq (Al Falaq) dan Qul A'udzubirabbinnas (An Naas) masing-masing tiga kali setiap awal pagi setelah shalat Fajr, dan di awal malam sebelum shalat maghrib. Demikian juga membacanya satu kali setelah salat wajib dan sebelum tidur.

3. Membaca dua ayat dari akhir surat Al-Baqarah pada setiap awal malam. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

من قرأ الآيتين من آخر سورة البقرة في ليلة كفتاه

"Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya."

4. Memperbanyak ta'awudz (memohon lindungan) dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa-apa yang Allah ciptakan setiap malam dan siang, dan ketika tiba di sebuah bangunan, gurun, lembah atau laut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

(من نزل منزلاً فقال: أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق، لم يضره شيء حتى يرحل من منزله ذلك)

"Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: 'A'uudzu bi kalimaatillahit taammaati min syarri maa khalaq' (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang Dia ciptakan), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu." (HR. Muslim)

Zikir-zikir serta ta'awudz ini merupakan sebab terbesar dalam membentengi diri dari kejahatan sihir dan kejelekan-kejelekan lainnya bagi siapa saja yang menghapalkannya dengan disertai jujurnya iman serta berpegang dengan kuat dan kokoh kepada Allah semata. (BERSAMBUNG)

Ditulis di Darul Hadits Syihir – Hadramaut, 28 Muharram 1434 H, 12/12/2012

Referensi: Hukmu As Sihri wal Kahaanah karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (mufti Kerajaan Saudi Arabia)

ditulis oleh Ustadz Wira Mandiri Bachrun pada status facebook

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More