Share
div id='fb-root'/>

Kaya tidak diukur dengan banyaknya harta

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bertakwa itu dimana saja

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”(HR Tirmidzi 1987)

Mudahkan Kesulitan Saudara Kita

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR Muslim 2699)

Segeralah Bertaubat

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Bersemangatlah untuk Beramal Shalih

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97)

Friday, August 31, 2012

[Fakta] Ini Kronologis Sebenarnya Bentrok antara Syi'ah dan Sunni di Sampang

KRONOLOGIS BENTROK ANTARA SYI’AH – SUNNI DI SAMPANG
TANGGAL 26 AGUSTUS 2012


Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh MUI Jawa Timur tanggal 27 Agustus 2012 terkait dengan bentrok  antara warga masyarakat dari dua desa, yaitu Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, yang melibatkan dua kelompok masyarakat yaitu Pengikut Tajul Muluk yang berfaham Syi’ah dan warga Karang Gayam dan Blu’uran yang berfaham Ahlus Sunnah.

Berikut kronologis kejadian yang melatarbelakangi bentrok fisik antara warga Syi’ah dan Sunni pada tanggal 26 Agustus 2012 pukul 10.00 WIB di Desa Karang gayam Kecamatan Omben :

1. Pada tanggal 19 Juli 2012 Masyarakat Karang Gayam menyampaikan beberapa pernyataan kepada Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura  (BASSRA) agar disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sampang, dengan isi pernyataan tersebut sebagai berikut:

a. Masyarakat Karang Gayam mengucapkan terima kasih kepada BASSRA yang telah mengawal proses hukum Tajul Muluk hingga divonis selama 2 tahun penjara.

b. Bila Tajul Muluk telah divonis sesat maka pengikutnya harus dikembalikan  kepada faham semula yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah  atau diproses hukum  sebagaimana Tajul Muluk.

c. Masyarakat Karang Gayam menginginkan desa mereka seperti desa yang lain, tidak terdapat Syiah.

d. Meminta kepada para Ulama untuk  menyampaikan pernyataan sikap ini kepada pihak – pihak yang berwenang.

2. Setelah menerima pernyataan sikap dari Masyarakat, BASSRA mengadakan audiensi dengan Forum Pimpinan Daerah (FORPIMDA) pada tanggal 7 Agustus 2012 dan menyampaikan tuntutan masyarakat, dari hasil diskusi tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain sebagai berikut :

a. Proses pengembalian para pengikut Tajul Muluk ke faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sedang diupayakan bersama oleh gabungan antara Kapolres Sampang, Nahdhatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Ulama setempat dibawah koordinasi Pemkab Sampang.

b. Kapolres harus mengaktifkan pelarangan senjata tajam (Sajam) di Karang Gayam, Blu’uran, Sampang.

c.  Anak-anak warga Syiah yang dibeasiswakan ke pondok-pondok Syiah adalah tanggung jawab Pemkab Sampang untuk memulangkan dan memasukkan ke pondok-pondok Ahlus Sunnah wal Jama’ah (ASWAJA) dengan biaya dari Pemkab.

d. Ulama BASSRA bersama pemerintah Sampang akan mengawal naik banding Tajul Muluk dengan audiensi kepada  Gubernur Jatim.

e. Khusus untuk jangka pendek kasus Sampang disepakati tidak mengangkat sebutan Syi’ah, cukup sebutan aliran sesat agar proses hukum Tajul Muluk berjalan lancar.

f. Mengupayakan agar BAKORPAKEM Sampang bisa memutuskan dan menetapkan bahwa Syiah itu sesat dan harus dilarang di Madura, keputusan itu diajukan ke BAKORPAKEM Jatim bahkan ke Pusat.

3. Pada tanggal 23 Agustus 2012, masyarakat Karang Gayam menuntut kepada BASSRA terkait dengan enam item janji Pemkab Sampang yang disampaikan kepada Ulama BASSRA pada tanggal 7 Agustus 2012 karena mereka melihat bahwa belum ada realisasi dan penanganan dari pihak manapun.

4. Menurut rencana BASSRA dan ulama setempat akan melakukan pertemuan dengan Pemkab Sampang, namun pada tanggal 26 Agustus 2012 terjadi bentrokan antara masyarakat dengan pengikut Tajul Muluk sekitar jam 10.00 WIB, yang dipicu oleh beberapa hal sebagai berikut :

a. Anak-anak para pengikut Syi’ah yang dipondokkan ke YAPI Bangil dan Pekalongan akan kembali pasca libur lebaran, sementara masyarakat meyakini bahwa anak-anak tersebut tidak akan kembali lagi ke YAPI Bangil dan Pekalongan karena dijamin beaya pendidikannya oleh Pemkab Sampang untuk disekolahkan / dipondokkan di lembaga pendidikan dan pesantren di Sampang, masyarakat menilai kalau mereka tetap kembali akan menjadi kader Syi’ah dan kelak akan menjadi persoalan baru yang lebih besar.

b. Karena pemahaman masyarakat seperti tersebut di atas, maka masyarakat Karang Gayam mencegah mereka dan secara baik menyarankan untuk kembali lagi ke rumah, tidak ada sedikitpun kekerasan dilakukan dan masyarakat Sunni tidak membawa senjata tajam.

c. Selama perjalanan kembali tidak ada tanda-tanda perlawanan dari mereka sampai mendekati rumah kediaman Tajul Muluk, komunitas Syi’ah mulai mengolok-olok masyarakat Sunni dan nampaknya komunitas syi’ah sudah mempersiapkan senjata- sesampai di komplek kediaman tersebut terjadilah insiden penyerangan oleh pihak Syiah kepada masyarakat dengan melakukan pelemparan menggunakan batu, bom molotov yang sudah mereka persiapkan, ranjau-ranjau yang siap meledak ketika diinjak bahkan bahan-bahan  peledak  yang mereka bawa di kantong saku mereka yang di dalamnya berisi butiran kelereng.

d. Penyerangan tersebut tidak hanya berbentuk pelemparan tetapi juga dengan memprovokasi massa agar masuk ke pekarangan rumah tersebut, ketika masyarakat terprovokasi dan masuk ke halaman rumah, kemudian  terdengarlah bunyi ledakan yang berasal dari ranjau yang mereka pasang dan bom molotov yang mereka lempar sehingga ada beberapa masyarakat yang terluka oleh serpihan dari ledakan yang berupa kelereng, baik yang masih utuh maupun yang pecah semua korban adalah masyarakat yang berfaham Sunni- diantara mereka ada yang jari jemarinya putus, ada yang luka di bagian paha dan didalamnya terdapat kelereng yang masih utuh, ada yang luka di bahu dan kepala.

e. Ketika korban berjatuhan dipihak masyarakat Sunni– rupanya komunitas Syi’ah membekali diri dengan ilmu kebal, hal ini terbukti bahwa peledak yang dibawa disaku mereka ketika meledak sama sekali tidak mencederai tubuh mereka, tetapi mencederai tubuh-tubuh masyarakat sunni yang memang sama sekali tidak mempersiapkan diri dengan senjata mapaun perlengkapan yang memadai - sehingga masyarakat Sunni mundur, situasi ini memancing masyarakat untuk meminta bantuan dan mengambil persenjataan yang memadai untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh komunitas Syi’ah, diantaranya dengan disuarakan lewat teriakan dan  pengeras suara yang ada di mushalla, kemudian masyarakat berdatangan  untuk memberi pertolongan dan bantuan kepada mereka sehingga terjadilah bentrok yang tidak terelakkan diantara kedua belah pihak yang sama-sama membawa senjata.

f. Seorang yang bernama bapak Hamamah dari komunitas Syi’ah secara provokatif dan demonstratif dengan memamerkan kekebalan tubuhnya merangsek kedalam kerumunan masyarakat Sunni dengan menyerang secara membabi buta menggunakan senjata tajam berbentuk celurit panjang, dan masyarakatpun melawan dengan senjata pula, yang mengejutkan tidak satupun sabetan yang diarahkan ke tubuh bapak Hamamah mencederai tubuhnya.selanjutnya terjadilah bentrok yang berakhir pada terbunuhnya bapak Hamamah, disebabkan diantara masyarakat mengetahui cara menghadapi ilmu kebal tersebut dengan cara menyerang dari belakang.

g. Ada kejadian yang mengejutkan bahwa ternyata rumah Tajul Muluk yang dibakar oleh massa menimbulkan  ledakan yang cukup besar, yang belakangan diketahui bahwa ledakan tersebut dipicu oleh remote control.

h. Dari bentrok tersebut yang menjadi korban adalah 1 orang meninggal bernama Hamamah, 1 orang kritis bernama Thohir dan 5 orang luka-luka terkena serpihan bom molotov, ranjau dan peledak  yang dibawa oleh komunitas Syi’ah, korban luka-luka ini semuanya dari masyarakat Sunni.

i. Dari bentrok yang terjadi, sampai saat ini kepolisian menangkap sekitar 7 orang atau versi lain 8 orang tetapi yang di tangkap adalah  masyarakat yang berfaham Sunni, tidak satupun komunitas Syi’ah yang memicu konflik diamankan oleh kepolisian samentara ini.

j. Jumlah rumah yang dibakar menurut laporan yang kami dapat sebanyak 9 rumah, dengan pemahaman bahwa setiap rumah yang ada di Sampang terdiri dari minimal 3 bangunan, yaitu rumah, dapur dan mushalla, hal inilah yang menyebabkan perbedaan jumlah yang dilaporkan.

5. Pada Tanggal 26 Agustus 2012 sekitar jam 12.00 WIB banyak media massa yang meminta wawancara khusus terkait kasus ini kepada KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum MUI Jatim), namun dijanjikan untuk wawancaranya hari Senin pagi dengan pertimbangan bahwa MUI perlu mengumpulkan bahan-bahan yang memadai.

6. Pada Hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 jam 10.00 WIB wawancara dilakukan oleh KH Abdusshomad Buchori dengan beberapa Media Cetak, Elektronik dan Online dengan statement sebagai berikut :

a. MUI Jatim meminta kepada masyarakat agar tetap waspada dan menahan  diri, baik masyarakat Karang Gayam yang berfaham Sunni, maupun Komunitas Syi’ah agar skala konflik tidak meluas.

b. Meminta kepada aparatur pemerintah agar melakukan langkah-langkah produktif dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi demi terwujudnya situasi yang kondusif bagi ketenteraman dan ketertiban masyarakat di Jawa Timur.

c. Kasus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, tetapi penyelesaian yang dilakukan tidak tuntas dan komprehensif, sehingga dibutuhkan mekanisme penyelesaikan yang tidak hanya fokus pada kejadiannya saja, tetapi akar persoalan yang menjadi pemicu juga harus diselesaikan dengan baik, sehingga tidak terjadi lagi kasus serupa dikemudian hari.

d. Ada statement keliru  yang disampaikan sebagian tokoh masyarakat terkait dengan penyebab terjadinya kekerasan  yang diakibatkan oleh fatwa MUI,  oleh karena itu perlu disampaikan  bahwa, fatwa kesesatan Syi’ah tersebut sebagai guidance (panduan, red) untuk menjaga Aqidah dan Syari’at bagi ummat Islam di Jawa Timur yang berjumlah 96,76 % dari 38 juta penduduk Jawa Timur yang pada umumnya berfaham Sunni, kalau semua faham menyimpang dan sesat dibiarkan berkembang dimasyarakat, maka akan terjadi disharmoni bangsa, bahkan di dalam fatwa tersebut ada klausul untuk tidak anarkis.

7. Pada hari Senin tanggal 27 Agustus 2012 pukul 16.30 WIB, MUI Jawa Timur melakukan kunjungan ke Kabupaten Sampang yang diikuti oleh KH Abdusshomad Buchori (Ketua Umum), Drs. H. Abdurrachman Azis, M.Si (Ketua Bid. Infokom), Drs. H. Masduki, SH (Bendahara Umum) dan Mochammad Yunus, SIP (Sekretaris) untuk melakukan silaturrahim dengan MUI kabupaten Sampang, tim medis yang menangani korban dan beberapa masyarakat yang menjadi saksi kejadian.

8. Pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2012 pukul 13.30 WIB, MUI Jawa Timur mengikuti rapat bersama dengan PWNU Jatim, PC NU Sampang, MUI Sampang dan beberapa aktivis yang menyaksikan bentrokan yang terjadi, diantaranya adalah Ustad Nuruddin dan  Ustadz Ridho’i (Ketua Banser setempat), dalam rapat tersebut disepakati bahwa :

a. Masyarakat yang tinggal di desa Karang Gayam dan sekitarnya merasa aman, tenteram dan kondusif sebelum kedatangan Tajul Muluk dengan membawa aliran Syi’ah, gangguan keamanan, ketenteraman dan ketertiban terjadi  setelah masuknya ajaran Syi’ah di desa mereka yang dibawa oleh Tajul Muluk.

b. Yang  menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat Karang Gayam dan sekitar adalah keberadaan Tajul Muluk dengan ajaran Syi’ah yang sampaikan  dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk dengan iming-iming dana  kepada masyarakat setempat.

c. Kesimpulan rapat tersebut adalah bahwa kalau Syi’ah dikembangkan di Indonesia maka membuat Indonesia tidak aman dan berpotensi mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

9. Komunitas Syi’ah yang ada memiliki kecenderungan kepercayaan diri berlebihan bahwa Syi’ah akan menjadi besar di Indonesia disebabkan oleh komentar-komentar para tokoh yang mengeluarkan statement akan melindungi minoritas di Indonesia dengan dalih Hak Asasi manusia, pemikiran seperti ini memiliki pengaruh besar terhadap usaha-usaha mereka untuk mengembangkan eksistensinya, karena merasa disokong oleh tokoh-tokoh yang berpengaruh di negeri ini, dan pada gilirannya membawa peluang terjadinya konflik yang lebih besar

10.  Untuk menjaga dan mengamankan keutuhan NKRI, pemerintah seharusnya meningkatkan kapasitas dan kualitas serta memelihara dengan baik eksistensi Sunni di Indonesia dengan memberikan payung hukum terhadap keberadaannya, karena secara realitas Indonesia adalah Bumi Sunni.

11. Berdasarkan diskusi internal beberapa pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur, dengan memperhatikan pernyataan Syeh Yusuf Qaradhawi terkait dengan hubungan Syia’ah dan Sunni di dunia, bahwa ajaran Syiah dan Sunni memiliki perbedaan pokok yang mendasar sehingga apabila ajaran Syi’ah dikembangkan di suatu Negara yang berfaham Sunni maka tidak akan memiliki titik temu demikian pula sebaliknya, hendaklah pengambil keputusan di negeri ini menjadikan statement tersebut  sebagai referensi dalam rangka mengambil keputusan terbaik dalam mengahadapi kasus – kasus konflik berlatar belakang Syi’ah – Sunni di Indonesia.

12.  Mengharap dengan hormat agar pemerintah, baik Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Negarawan ,Akademisi, Politisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Budayawan, Seniman dan golongan “The have”, hendaklah memiliki pemikiran yang jernih, cerdas dan  visioner untuk menyelamatkan negeri tercinta Indonesia dari kehancuran.

13.  Demikian laporan kami yang pertama, sehingga apabila ada perkembangan baru  akan kami sampaikan pada laporan berikutnya.


Surabaya, 10 Syawal 1433 H/28 Agustus 2012 M



Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Hukum MLM

Pengantar
Termasuk masalah yang banyak dipertanyakan hukumnya oleh sejumlah kaum muslimin, yang cinta untuk mengetahui kebenaran serta peduli dalam membedakan halal dan haram, adalah Multi Level Marketing (MLM). Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan banyak mewamai suasana pasar masyarakat. Oleh karena itu, seorang pebisnis muslim wajib mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini sebelum bergelut di dalamnya sebagaimana prinsip umum dari ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu,
لَا يَبِعْ فِي سُوكِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
“Jangan ada yang bertransaksi di pasar kami, kecuali orang yang telah memahami agama.” [Dikeluarkan oleh At-Tirmidzy dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany]
Maksud ucapan Umar radhiyallâhu ‘anhu adalah bahwa seorang pedagang muslim hendaknya mengetahui hukum-hukum syariat tentang aturan berdagang atau transaksi dan mengetahui bentuk-bentuk jual-beli yang terlarang dalam agama. Kedangkalan pengetahuan tentang hal ini akan mengakibatkan seseorang jatuh ke dalam kesalahan dan dosa sebagaimana yang telah kita saksikan perihal tersebarnya praktek riba, memakan harta manusia dengan cara batil, merusak harga pasaran, dan sebagainya di antara berbagai bentuk kerusakan yang merugikan masyarakat, bahkan merugikan negara.
Oleh karena itu, pada tulisan ini, kami akan menampilkan fatwa para ulama terkemuka di masa ini, yang telah dikenal dengan keilmuan, ketakwaan, dan semangat dalam membimbing dan memperbaiki umat.
Walaupun fatwa yang kami tampilkan hanya fatwa dari Lajnah Da`imah, Saudi Arabia, mengingat kedudukan mereka dalam bidang fatwa dan riset ilmiah, kami juga mengetahui bahwa telah ada fatwa-fatwa lain yang sama dengan fatwa Lajnah Da`imah tersebut, seperti fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy (Perkumpulan Fiqih Islamy) di Sudan yang menjelaskan tentang hukum Perusahaan Biznas (salah satu nama perusahaan MLM).
Fatwa Majma’ AI-Fiqh Al-Islamy Sudan ini dikeluarkan pada 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M, pada majelis nomor 3/24. Kesimpulan fatwa mereka terdiri dalam dua poin – sebagaimana yang disampaikan oleh Amin Âm Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan, Prof. Dr. Ahmad Khalid Ba Bakar- sebagai berikut:
“Satu, sesungguhnya bergabung dengan perusahan Biznas, dan perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, adalah tidak boleh secara syar’ikarena hal tersebut adalah qimar[1].
Dua, sistem perusahan Biznas, dan perusahaan-perusahaan pemasaran berjejaring (MLM) lain yang semisalnya, tidak memiliki hubungan dengan akadsamsarah[2] -sebagaimana sangkaan perusahaan (Biznas) itu dan sebagaimana mereka berusaha untuk mengesankan hal itu kepada ahlul ilmi, yang memberi fatwa boleh dengan alasan bahwa itu adalah sebagai samsarah, di sela-sela pertanyaan yang mereka ajukan kepada ahlul ilmi tersebut, padahal, telah digambarkan kepada mereka, perkara yang tidak sebenarnya-.”
Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan di atas dan pembahasan yang bersamanya telah dibukukan dan diberi catatan tambahan oleh seorang penuntut ilmu di Yordan, yaitu Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby.
Sepanjang yang kami ketahui, dari para ulama, belum ada yang memperbolehkan sistem Multi Level Marketing ini. Memang ada sebagian dari tulisan orang-orang yang memberi kemungkinan akan kebolehan hal tersebut, tetapi tulisan itu datangnya hanya dari sebagian ulama yang sistem MLM digambarkan kepada mereka dengan penggambaran yang tidak benar -sebagaimana dalam Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan- atau sebagian orang yang sebenarnya tidak pantas berbicara dalam masalah seperti ini.
Akhirulkalam, semoga keterangan yang tertuang dalam tulisan ini bermanfaat untuk seluruh pembaca dan membawa kebaikan untuk kita semua. Wallahu A’lam.


Fatwa Lajnah Da`imah pada tanggal 14/ 3/1425 H dengan nomor (22935):
Telah sampai pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak kepada Al-Lajnah Ad-Dâ`imah Li Al-Buhûts Al-‘Ilmiyiah wa Al-Iftâ`[3] tentang aktifitas perusahaan­-perusahaan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM)[4], seperti Biznas dan Hibah Al-Jazirah. Kesimpulan aktifitas mereka adalah meyakinkan seseorang untuk membeli sebuah barang atau produk agar orang tersebut (juga) mampu meyakinkan orang-orang lain untuk membeli produk tersebut (dan) agar orang-orang (lain) itu juga meyakinkan orang lain untuk membeli. Demikianlah (seterusnya). Setiap kali tingkatan anggota di bawahnya (downline) bertambah, orang pertama akan mendapatkan komisi besar yang mencapai ribuan real. Setiap anggota, yang dapat meyakinkan orang-or­ang setelahnya (downline-nya) untuk bergabung, akan mendapatkan komisi-komisi sangat besar yang mungkin dia dapatkan sepanjang berhasil merekrut anggota-­anggota baru setelahnya ke dalam daftar para anggota. Inilah yang dinamakan dengan pemasaran berpiramida atau berjejaring (MLM).

Jawab:
Alhamdulillah,
Lajnah menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut.
Sesungguhnya, transaksi sejenis ini adalah haram. Hal tersebut karena tujuan transaksi itu adalah komisi, bukan produk. Terkadang, komisi dapat mencapai puluhan ribu, sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ratus. Seorang yang berakal, ketika diperhadapkan di antara dua pilihan, niscaya akan memilih komisi. Oleh karena itu, sandaran perusahaan-perusahaan ini dalam memasarkan dan mempromosikan produk-produk mereka adalah menampakkan jumlah komisi yang besar, yang mungkin didapatkan oleh anggota, dan mengiming-imingi mereka dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil, yaitu harga produk. Maka, produk yang dipasarkan oleh perusahaan­perusahaan ini hanya sekadar label dan pengantar untuk mendapatkan komisi dan keuntungan.
Tatkala ini adalah hakikat transaksi di atas, itu adalah haram karena beberapa alasan:
Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua jenisnya: riba fadhl[5]dan riba nasî’ah[6]. Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar dari (harta) tersebut. Berarti, (transaksi) itu adalah barter uang dengan bentuk tafâdhul (memiliki selisih nilai) dan ta’khîr (tidak secara tunai). Hal ini adalah riba yang diharamkan menurut nash dan kesepakatan[7]. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanyalah sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya) sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).
Kedua, hal itu termasuk gharar[8] yang diharamkan menurut syariat karena anggota tidak mengetahui, apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Bagaimanapun pemasaran berjejaring atau berpiramida itu berlanjut, hal tersebut pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti. Sedangkan, anggota tidak tahu bahwa, ketika bergabung ke dalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya adalah bahwa kebanyakan anggota piramida merugi, kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Kalau begitu, yang mendominasi adalah kerugian, sedang ini adalah hakikatgharar, yaitu ketidakjelasan antara dua perkara. Yang paling mendominasi antara keduanya adalah yang dikhawatirkan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah melarang terhadap gharar sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya.
Tiga, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa memakan harta manusia secara batil, adalah bahwa tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad (transaksi) ini, kecuali perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lain. Hal inilah yang nash pengharamannya datang dalam firman (Allah) Ta’âla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil.” [An-Nisâ`: 29]
Empat, hal yang terkandung dalam transaksi ini, berupa penipuan, pengaburan, dan penyamaran terhadap manusia, adalah dari sisi penampakan produk, yang seakan-akan merupakan tujuan dalam transaksi, padahal kenyataannya adalah menyelisihi itu, serta dari sisi bahwa mereka mengiming-imingi komisi besar, yang (komisi besar itu) sering tidak terwujud. (Perkara) ini terhitung sebagai penipuan yang diharamkan. Nabi shalallâhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّيْ
“Barangsiapa yang menipu, ia bukanlah dari (golongan) saya.” [Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahîh-nya]
Beliau shalallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَهُ بَيْعِهِمَا
“Dua orang yang bertransaksi jual-beli berhak menentukan pilihannya (khiyâr) selama belum berpisah. Jika keduanya saling jujur dan transparan, niscaya transaksinya akan diberkati. Namun, jika keduanya saling dusta dan tertutup, niscaya keberkahan transaksinya akan dicabut.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Adapun pendapat bahwa transaksi ini tergolong samsarah[9], (pendapat) itu tidaklah benar karena samsarah adalah transaksi (berupa) pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya dalam mempertemukan barang (dengan pembelinya). Adapun pemasaran berjejaring (MLM), anggotanya-lah yang mengeluarkan biaya untuk memasarkan produk tersebut. Sebagaimana maksud hakikat samsarah adalah memasarkan barang, berbeda dengan pemasaran berjejaring (MLM). Maksud sebenarnya adalah pemasaran komisi, bukan(pemasaran) produk. Oleh karena itu, orang yang bergabung (ke dalam MLM) memasarkan kepada orang yang akan memasarkan, dan seterusnya[10]. (Hal ini) berbeda dengan samsarah, (bahwa) pihak perantara benar-benar memasarkan kepada calon pembeli barang. Perbedaan antara dua transaksi adalah jelas.
Adapun pendapat bahwa komisi-komisi tersebut masuk dalam kategori hibah (pemberian), (pendapat) ini tidaklah benar. Andaikata (pendapat itu) diterima, tidak semua bentuk hibah itu boleh menurut syariat (sebagaimana) hibah yang berkaitan dengan suatu pinjaman adalah riba. Oleh karena itu, kepada Abu Burdah, Abdullah bin Salam radhiyallâhu ‘anhumâ berkata,
إِنَّكَ فِي أَرْضٍ الرِّبَا فِيهَا فَاشٍ، فَإِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ أَوْ حِمْلَ قَتٍّ فَإِنَّهُ رِبَا
“Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang riba tersebar pada (tempat) tersebut. Oleh karena itu, jika engkau memiliki hak pada seseorang, tetapi kemudian dia menghadiahkan sepikul jerami, sepikul gandum, atau sepikul tumbuhan kepadamu, itu adalah riba.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dalam Ash-Shahîh]
(Hukum) hibah dilihat dari sebab terwujudnya hibah tersebut. Oleh karena itu, kepada pekerja beliau yang datang lalu berkata, “Ini untuk kalian, dan ini dihadiahkan kepada saya,” beliau ‘alaihish shalâtu wa salâm bersabda,
أَفَلَا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَتَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْكَ أَمْ لَا؟
“Tidakkah sepantasnya engkau duduk di rumah ayahmu atau ibumu, lalu menunggu apakah itu dihadiahkan kepadamu atau tidak?” [Muttafaqun ‘alaihi]
Komisi-komisi ini hanyalah diperoleh karena bergabung dalam sistem pemasaran berjejaring. Oleh karena itu, apapun namanya, baik hadiah, hibah, maupun selainnya, hal tersebut sama sekali tidak mengubah hakikat dan hukumnya.
(Juga) hal yang patut disebut di sana adalah bahwa ada beberapa perusahaan yang muncul di pasar bursa dengan sistem pemasaran berjejaring atau berpiramida (MLM) dalam transaksi mereka, seperti Smart Way, Gold Quest, dan Seven Diamond. Akan tetapi, hukum terhadap mereka sama dengan perusahaan-perusahaan yang telah disebutkan. Walaupun sebagian (perusahaan) berbeda dengan (perusahaan) lain pada produk-produk yang mereka perdagangkan.
وَبِاللهِ التَّوْفِيقِ وَصَلَّ اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
[Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz Âlusy Syaikh (ketua), Syaikh Shalih Al-Fauzân, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh Abdullah Ar-Rukbân, Syaikh Ahmad Sair Al-Mubâraky, dan Syaikh Abdullah Al-Mutlaq]


[1] Qimar adalah seseorang mengeluarkan biaya dalam sebuah transaksi yang memungkinkan dia untuk beruntung atau merugi, (-penj.).
[2] Yaitu jasa sebagai perantara atau makelar.
[3] Yaitu komisi khusus bidang riset ilmiah dan fatwa, beranggotakan ulama-ulama terkemuka di Arab Saudi, bahkan menjadi rujukan kaum muslimin di berbagai belahan bumi, (-penj.).
[4] Kadang disebut dengan istilah pyramid schemenetwork marketing, atau Multi Level Marketing (MLM), (-penj.).
[5] Riba fadhl adalah penambahan pada salah satu di antara dua barang ribawy (yaitu barang yang berlaku pada hukum riba) yang sejenis dalam transaksi yang kontan, (-penj.).
[6] Riba nasî’ah adalah transaksi antara dua jenis barang ribawy yang tidak secara kontan, (-penj.).
[7] Maksudnya adalah menurut nash Al-Qur`an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama, (-penj.).
[8] Suatu hal yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, baik dari sisi hakikat maupun kadarnya, (-penj.).
[9] Maksudnya adalah jasa sebagai perantara atau makelar, (-penj.).
[10] Penggun barang tersebut adalah anggota MLM. Hal ini dikenal dengan istilahuser 100%, (-ed.).
Bookmark and Share



Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Wednesday, August 29, 2012

Daftar Pertanyaan Tujuan Hidup

(Sebagai Renungan Bagi Setiap Insan)

1. Apakah selama ini anda merasakan bahwa semua yang anda kerjakan dalam hidup semata anda persembahkan untuk Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, atau untuk kepentingan lain?
2. Apakah anda yakin semua yang anda lakukan di dunia ini akan memberikan anda kehidupan yang terhormat di akherat kelak?
3. Pernahkan anda merasakan bahwa agama yang anda anut selama ini adalah sebuah pilihan hidup yang anda putuskan melalui suatu proses pencarian dan perenungan yang panjang, atau sekedar sebuah warisan sosial yang lebih banyak mengatur sisi ritual hidup anda?
4. Apakah selama ini anda merasa bahwa pekerjaan anda di kantor merupakan sebuah rangkaian ibadah anda kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, seperti yang anda rasakan ketika anda melakukan salat lima waktu?
5. Mengapa menurut anda Allah Subhaanahu Wa Ta’ala tidak memberitahukan kepada kita sebagai manusia jadwal kedatangan ajal kita?
6. Kalau anda diberi pilihan, anda umur berapa anda merasa tepat meninggal dunia? Mengapa?
7. Jika sekarang anda meninggal dunia, apakah anda merasa sudah siap dan akan cukup tenang menghadapinya?
8. Jika sekarang anda meninggal dunia, apakah anda cukup yakin bahwa bekal amal anda sudah memadai mengantar anda menuju surga?
9. Jika sekarang anda meninggal dunia, apakah suasana yang anda bayangkan akan anda temui di alam barzah (kubur)? Pernahkan anda membayangkan situasi itu sebelumnya?
10. Jika sekarang anda meninggal dunia, apa yang menurut anda akan membuat orang lain di dalam keluarga anda atau di lingkungan kantor anda menangisi kepergian anda? Apakah anda mempunyai jasa tertentu yang menurut anda akan membuat mereka kehilangan dengan kepergian anda?
11. Jika sekarang anda meninggal dunia, dosa-dosa apakah yang telah anda lakukan kepada Allah yang sangat anda inginkan untuk diampuni supaya tidak mendapatkan siksa kubur karenanya?
12. Jika sekarang anda meninggal dunia, kesalahan-kesalahan apakah yang telah anda lakukan kepada orang lain di dalam keluarga, atau di lingkungan kantor, atau di lingkungan pergaulan masyarakat yang sangat anda inginkan untuk dimaafkan, tetapi tidak sempat anda sampaikan kepada mereka?
13. Jika sekarang anda meninggal dunia, rencana-rencana kebaikan apakah yang telah anda buat dan belum sempat anda selesaikan?
14. Jika sekarang anda meninggal dunia, apakah menurut anda ada orang-orang tertentu yang merasa senang dengan kepergian anda? Siapa sajakah mereka? Mengapa menurut anda mereka senang?
15. Jika anda diberi kesempatan kedua kembali ke dunia setelah kematian, perbaikan-perbaikan apa saja yang akan anda lakukan dalam hidup anda? Bisakah anda merincinya? Mengapa menurut anda perbaikan-perbaikan itu harus anda lakukan?
Sebuah renungan yang menakjubkan, subhaanallaah, begitulah wajah umat Islam Indonesia umumnya, mungkin juga wajah umat Islam pada khususnya, sungguh tragis, dan memilukan, semoga kita semua sadar akan keislaman kita.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Ingat pada Allah hanya lima waktu itu saja. Dan pada masa lainnya saya lupa padaNya. Jika Sholat saya 10 menit , maka cuma 10 menit itu saja ingat padaNya. Mungkin dalam 10 menit itu pun saya masih ingat selain daripadaNya.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya tidak bersyukur padaNya. Padahal dulunya saya amat susah. Allah yang memberi rezeki pada saya. Dengan rezeki itu saya dapat membeli rumah. Dengan rezeki itu saya dapat menampung keluarga. Dengan rezeki itu saya dapat membeli kendaraan dan sebagainya. Tapi.. hati saya masih belum puas. Saya masih tamak akan harta dunia dan masih menganggap serba kekurangan.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya masih menggunakan perkataan yang tidak sopan kepada teman teman. Saya sering menyakiti hati mereka. Saya sering menghina mereka. Saya sering menghina keturunan dan bangsa mereka seolah olah keturunan dan bangsa saya saja yang paling baik. Padahal saya sendiri tidak tahu persis tempat saya di mahsyar nanti.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya masih sombong dengan ilmu yang saya miliki. Saya masih sombong dengan amal perbuatan yang telah saya perbuat. Saya masih sombong dengan ibadah yang saya lakukan. Saya masih sombong dan menganggap sayalah yang paling pandai. Saya masih sombong dan merasa saya paling dekat dengan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Dengan berbagai macam cara dan berbagai argumen saya debat mereka yang tidak sehaluan dengan saya dan saya hancurkan Rumah Ibadah mereka, saya aniaya dan saya siksa mereka dan keluarga mereka. Padahal saya sendiri belum tahu , ridhokah Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dengan apa yang telah saya perbuat itu?
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya masih menggunakan ilmu hitam untuk menjatuhkan musuh musuhku. Saya menggunakan uang bahkan harta serta pangkat dan kekuasaan untuk menjatuhkan manusia yang saya tidak suka.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya amat bakhil dan kikir mengeluarkan uang untuk zakat dan sedekah kepada fakir miskin atau kepada anak yatim piatu kerena saya takut hartaku habis dan jatuh miskin.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya masih menyimpan sifat dengki dan khianat kepada teman teman yang sukses dinaikkan pangkatnya atau dinaikan gajinya dan atau berhasil dalam usahanya, padahal mereka berusaha dan bekerja sungguh sungguh dan saya hanya bekerja seperti hidup segan mati tak mau.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya mengabaikan anak isteri yang kelaparan dan menderita di rumah, kerena saya merasa sebagai raja di dalam rumah tangga dan boleh berbuat sesuka hati.
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Masih merengut dan mencaci-maki bila saya ditimpa musibah, walaupun sebenarnya saya tahu sesuatu musibah itu datangnya dari Allah, karna perbuatan dan prilaku saya sendiri. Seharusnya saya sadar kepada siapakah saya mencaci maki itu?
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Menuntut ilmu semata mata mempersiapkan diri untuk berdebat dengan orang lain atau untuk menduga keilmuan mereka dan sengaja mencari cari yang tidak sehaluan dengan saya, dan memaksa mereka mengikuti jejak langkah saya, padahal seharusnya saya sadar tujuan kita menuntut ilmu adalah supaya kita dapat berbuat amal sholeh dan beribadah dengan khusyuk dan tidak melakukan syirik kepada Allah (mempersekutukan Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dengan yang lainNya).
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya enggan melaksanakan serta kurang bahkan tidak faham dengan firman Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dalam Al Quran QS: Al-Ankabut(29): 45 yang artinya
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.  Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Saya Sholat Lima Waktu Tapi….
Saya tidak faham dan tidak tahu dan tidak menjalankan dengan benar firman Allah dalam QS :Al Maa´uun(107), yang artinya,
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.”
Diposting ulang oleh Muhammad Nashiruddin Hasan dari sini
[Pemilik Grup facebook MESSAGE TAUSHIYAH.COM dan fans page Status Nasehat]

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Inilah Ajaran Sesat Tajul Muluk (Syiah) yang Diajarkan di Sampang

Beberapa hari yang lalu kita dihebohkan dengan adanya insiden pembakaran dan penghancuran ibadah orang-orang syiah pengikut Tajul Muluk di Sampang, Madura. Nah bagaimanakah kesesatan ajaran Syiah versi Tajul Muluk? simak pembahasannya ini:
Ajaran yang disebarkan Tajul Muluk, menurut para ulama yang tergabung dalam Forum Musyawarah Ulama (FMU) Madura dan Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA), adalah terkategori sebagai Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah. Dalam sebuah dokumen hasil penelitian tentang Syiah di Sampang dikatakan secara resmi untuk menelusuri ajaran-ajaran Tajul melalui dokumen memang sulit dilakukan, karena buku-buku ajaran Tajul sudah sulit diakses dan sulit diketahui keberadaannya.
Tetapi, karena pada tahun 2006 Tajul pernah dipanggil oleh para ulama, sanak kerabatnya dan pemerintah untuk mengklarifikasi ajarannya, pada saat itu Tajul membawa setumpuk literatur kitab-kitab Syiah. Seperti diketahui literatur Syiah yang terkenal di antaranya Al Kafi karya al-Kulani, Man La Yahdhuruhul Faqih karya Muhammad bin Bawaih al-Qummi, Tahdzibul Ahkam dan Al Istibshar karya Abu Ja'far Muhammad bin Hasan al-Thusi.
Berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, ajaran Tajul Muluk yang mencolok di masyarakat mencakup rukun iman, rukun Islam, cara shalat, nikah mut'ah, adzan, iaqamah, wudhu, salat jenazah, aurat dan pelaksanaan perayaan-perayaan.
#Rukun Iman.Rukun iman yang diajarkan Tajul terdiri atas lima rukun: (1) Tauhidullah (pengesaan Allah), (2) An-Nubuwah (Kenabian), (3) Al-Imamah, yang terdiri dari 12 imam, (4) al-Adil dan (5) Al-Maad (Hari Kiamat/Pembalasan).
#Rukun Islam.Rukun Islam menurut mereka ada delapan, di antaranya: (1) Salat (tidak menggunakan syahadat), (2) Puasa, (3) zakat, (4) Khumus (bagian 20% dari harta untuk jihad fi sabilillah), (5) Haji, tidak wajib ke Makkah, cukup ke Karbala, (6) Amar Ma'ruf Nahi Munkar, (7) Jihad fi Sabilillah (jihad jiwa raga), (8) Al-Wilayah (taat kepada Imam dan bara' terhadap musuh-musuh Imam).
#Shalat. Shalat yang diajarkan Tajul muluk hanya dilakukan tiga waktu saja, yakni Zuhur digabung dengan Ashar (dilakukan 1 kali saja), Maghrib digabung dengan Isya' (dilakukan 1 kali saja) dan Subuh merupakan bonus (tidak perlu dilakukan). Menurut catatan laporan masyarakat yang diterima Kejaksaan Negeri Sampang per tanggal 21 Desember 2011, disebutkan bahwa pada saat salat tidak ada bacaan fardhu. Kemudian sesudah salam ada takbir tiga kali yang intinya melaknat sahabat Nabi, yakni Abu Bakar, Umar dan Utsman karena dianggap kafir.
#Nikah Mut'ah (Kawin kontrak). Disebutkan pernikahan yang dilakukan tanpa wali dan saksi bisa dilakukan hingga 100 kali. semakin banyak mut'ah maka derajat imannya semakin tinggi. Menurut laporan, salah satu pengikut Tajul, Alimullah melakukan mut'ah dengan Ummul Qurro, yang masih muridnya sendiri. Karena tak disetujui kedua orang tua masing-masing, mereka akhirnya cerai.
#Adzan. Adzan yang dipraktikkan ditambah dengan kalimat Asyhadu anna Aliyan wali Allah dan Asyhadu anna Aliyan hujjatullah.
#Wudhu.Wudhu cukup menggunakan air sedikit, satu gelas saja cukup untuk mengusap. Menurut pengikut Tajul, wudhu hanya dilakukan dengan membasuh muka dan tangan saja. Sedangkan yang lainnya hanya diusap. Kalau tidak sama seperti itu, batal wudhunya.
#Salat Jenazah. Salat jenazah menurut mereka hanya merupakan doa, tidak wajib dan tidak memakai wudhu dan salam.
#Aurat. Aurat bagi mereka hanyalah pada alat vital saja. Memakai pakaian tidak suci tidak masalah asalkan yang dipakai alat vital suci.
Ajaran lainnya yang sampai kepada masyarakat adalah bahwa al-Quran yang ada saat ini sudah tidak orsinil lagi karena sudah diubah oleh sahabat Nabi, Utsman bin Affan. Mereka meyakini Al Quran yang asli tiga kali lebih banyak dari Al-Quran yang ada sekarang. Al Quran yang lengkap dan utuh itu diyakini sedang dibawa oleh Imam Mahdi yang ghaib.
Selain itu mereka juga mengharamkan salat tarawih, salah duha, puasa asy-Syura, makan jeroan dan ikan yang berisik. Buka puasa mereka lakukan pada waktu Isya.
Sementara BASSRA, berdasarkan hasil rapat pada Selasa 3 Januari 2012, menyimpulkan ada 10 poin kesesatan ajaran Tajul Muluk, antara lain:
Pertama, mengingkari salah satu rukun Iman dan rukun Islam.
Kedua, meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil al Quran dan Sunnah
Ketiga, meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Quran
Keempat, mengingkari otensitas dan kebenaran Al-Quran
Kelima, menafsirkan Al Quran tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir
Keenam, mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai ajaran Islam
Ketujuh, melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul
Kedelapan, mengingkari Nabi muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir
Kesembilan, menambah dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat
Kesepuluh, mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar'i.

Ajaran Tajul ini tidak serta merta diberikan langsung kepada semua pengikutnya. Bagi kalangan awam ajaran-ajaran ini disampaikan secara bertahap. Jadi bagi mereka yang awam dan baru bergabung dengan kelompok Tajul bisa saja mereka akan menganggap semua tudingan ini sebagai fitnah.
Berdasarkan wawancara dengan salah seorang warga yang pernah menjadi pengikutnya, M Nur, sejak 2008 Tajul mulai menyampaikan khutbah Jumat bahwa rukun Islam ada 8, rukun iman ada 5, khalifah Nabi Muhammad Sab bukan Abu Bakar, Abu Bakar dikatakan merampok dari Ali.
M Nur mengaku setelah kurang lebih dua tahun menjadi pengikut Tajul, ia baru tahu adanya penistaan terhadap sahabat Nabi. Menurutnya ia pertama kali terkejut ketika ada perayaan Ghadir Khum di Pasean, Pamekasan, di rumah Habib Mustofa. saat itu dibahas ketentuan khalifah yang sudah ditentukan oleh Allah khusus kepada Ali, tetapi dirampok oleh Abu Bakar. Puncak dari acara peringatan Ghadir Khum adalah melaknat Abu Bakar dan Utsman. Ayat-ayat dalam Al-Quran yang menyebut kata thagut mereka maknai sebagai Abu Bakar dan Umar.

sumber
Lalu, Setelah kita mengetahui sesatnya ajaran tersebut, Bolehkah kita membakar dan menghancurkan rumah orang-orang syiah tersebut?
simak pembahasannya ini
Pertanyaan:Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili ditanya: Apakah kami diperbolehkan
merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan, seperti menghancurkan
lokasi-lokasi pelacuran dan mabuk-mabukan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin di Indonesia?
Jawaban:Ini tidak boleh! Bahkan ini termasuk kemungkaran tersendiri. Merubah
kemungkaran dengan kekuatan tangan merupakan hak Waliyul Amr (umara).
Tindakan melampaui batas yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap
tempat-tempat maksiat, (yakni) dengan menghancurkan dan membakarnya, atau juga tindakan melampaui batas seseorang dengan melakukan pemukulan, maka ini merupakan kemungkaran tersendiri, dan tidak boleh dilakukan.
Para ulama telah menyebutkan masalah mengingkari dengan kekuatan tangan, merupakan hak penguasa. Yaitu orang-orang yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya.”Makna kemampuan yang disebutkan dalam hadits ini, bukan seperti yang
dibayangkan oleh kebanyakan orang, yaitu kemampuan fisik untuk memukul atau membunuh. Kalau demikian yang dimaksudkan, maka kita semua dapat memukul. Namun, apakah benar yang dimaksud seperti ini?
Kemampuan yang dimaksudkan adalah kemampuan syar’iyah. Yang berhak
melakukannya ialah orang yang memiliki kemampuan syar’iyah. Yaitu,
pengingkaran terhadap mereka tidak akan menimbulkan kemungkaran lain.
Dengan demikian, perbuatan melampaui batas yang dilakukan oleh sebagian
orang, baik dengan memukul atau menghancurkan tempat-tempat maksiat yang dilakukan seperti pada sekarang ini merupakan pelanggaran
Orang yang melihat kemungkaran atau melihat pelaku kemungkaran, hendaknya melaporkannya kepada polisi, sebagai pihak yang bertanggungjawab, atau para ulama atau para da’i, untuk selanjutnya diserahkan kepada yang memiliki wewenang. Kemudian akan diselidiki, sehingga dapat diatasi dengan cara yang tepat.
[Soal-jawab Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili di Masjid Kampus
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 27 Jumadil Akhir 1427H]
***

  • Sumber: Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016 – website: www.bukhari.or.id
  • Dipublikasikan kembali oleh www.muslim.or.id
Disusun oleh: Muhammad Nashiruddin Hasan
Tambakbayan, 11 Syawal 1433 H / 29 Agustus 2012

baca juga: [FAKTA] Inilah Kronologis Sebenarnya Bentrok Syi'ah dengan Sunni di Sampang

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Aurat Wanita di Depan Mahramnya (Bagian 2)

Penjelasan Khusus Tentang Batasan Aurat Wanita yang Boleh Tampak di Depan Mahram
  1. Batasan aurat wanita di depan suami. Allah ta’ala memulai firman-Nya dalam surat an-Nuur ayat 31 tentang bolehnya wanita menampakkan perhiasannya adalah kepada suami. Sebagaimana telah diketahui bahwa suami adalah mahram wanita yang terjadi akibat mushaharah (ikatan pernikahan). Dan suami boleh melihat dan menikmati seluruh anggota tubuh istrinya.Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir rahimahullahberkata ketika menafsirkan surat an-Nuur ayat 31, “Adapun suami, maka semua ini (bolehnya menampakkan perhiasan dan perintah menundukkan pandangan dari orang lain) memang diperuntukkan baginya (yakni suami). Maka seorang istri boleh melakukan sesuatu untuk suaminya, yang tidak boleh dilakukannya di hadapan orang lain.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]Allah ta’ala berfirman dalam kitab-Nya,
    وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُو جِهِمْ حَفِظُونَ ۝ إِلاَّ عَلَى أَزْوَجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُمَلُومِينَ ۝
    “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.” (Qs. Al-Ma’arij: 29-30)
    Ayat di atas menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya. [Lihat al-Mabsuuth (X/148) dan al-Muhalla (X/33)]
    ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku mandi bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana yang berada di antara aku dan beliau sambil tangan kami berebutan di dalamnya. Beliau mendahuluiku sehingga aku mengatakan, ‘Sisakan untukku, sisakan untukku!’ ‘Aisyah mengatakan bahwa keduanya dalam keadaan junub.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 250) dan Muslim (no. 46)]
    Ibnu ‘Urwah al Hanbali rahimahullah berkata dalam mengomentari hadits di atas, “Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk memandang seluruh tubuh pasangannya dan menyentuhnya hingga farji’ (kemaluan), berdasarkan hadits ini. Karena farji’ istrinya adalah halal baginya untuk dinikmati, maka dibolehkan pula baginya untuk memandang dan menjamahnya seperti anggota tubuhnya yang lain.” [Lihat Aadaabuz Zifaaf (hal. 111), al-Kawaakib (579/29/1), dan Panduan Lengkap Nikah (hal. 298)]
    Jadi, tidak ada batasan bagi seorang suami untuk melihat keseluruhan aurat istrinya, termasuk kemaluannya.
  2. Batasan aurat wanita di depan wanita lainnya. Aurat seorang wanita yang wajib ditutupi di depan kaum wanita lainnya, sama dengan aurat lelaki di depan kaum lelaki lainnya, yaitu daerah antara pusar hingga lutut. [Lihat al-Mughni (VI/562)]. Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya Ahkaamun Nisaa’ (hal. 76), “Wanita-wanita jahil (yang tidak mengerti) pada umumnya tidak merasa sungkan untuk membuka aurat atau sebagiannya, padahal di hadapannya ada ibunya atau saudara perempuannya atau putrinya, dan ia (wanita itu) berkata, “Mereka adalah kerabat (keluarga).’ Maka hendaklah wanita itu mengetahui bahwa jika ia telah mencapai usia tujuh tahun (tamyiz), karena itu, ibunya, saudarinya, ataupun putri saudarinya tidak boleh melihat auratnya.”Nabi shallallahu “alaihi wa sallam pernah bersabda,
    يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ .
    و في روية : وَلاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عُـرْيَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عُـرْيَةِ الْمَرْأَةِ .
    “Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.”
    Dalam riwayat lain disebutkan,
    “Tidak boleh seseorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 338), Abu Dawud (no. 3392 dan 4018), Tirmidzi (no. 2793), Ahmad (no. 11207) dan Ibnu Majah (no. 661), dari Abu Sa'id Al-Khudriy radhiyallahu "anhu]
    Makna “uryah ( عـرية) (aurat) pada hadits di atas adalah tidak memakai pakaian (telanjang). [Lihat Panduan Lengkap Nikah (hal. 100)]
    Adapun mengenai batasan aurat seorang wanita muslimah di depan wanita kafir, maka sebagian ulama berpendapat bahwa seorang wanita muslimah tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada selain muslimah, karena lafazh أو نسآئهن yang tercantum dalam surat an-Nuur ayat 31 adalah dimaksudkan kepada wanita-wanita muslimah. Oleh karena itu, wanita-wanita dari kaum kuffar tidak termasuk ke dalam ayat tersebut, sehingga wanita muslimah tetap wajib untuk berhijab dari mereka. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284), Tafsir al-Qurthubi (no. 4625), Fat-hul Qaadir(IV/22) dan Jilbab Wanita Muslimah (hal. 118-119)]
    Ada juga ulama yang berpendapat bahwa lafazh أو نسآئهن bermakna wanita secara umum, baik dia seorang muslimah ataupun seorang wanita kafir. Dan kewajiban berhijab hanyalah diperuntukkan bagi kaum lelaki yang bukan mahram, sehingga tidak ada alasan untuk menetapkan kewajiban hijab di antara wanita muslimah dan wanita kafir. [Lihat Jaami' Ahkaamin Nisaa' (IV/498), Durus wa Fataawaa al-Haram al-Makki(III/264) dan Fataawaa al-Mar'ah (I/73)]
    Namun, pendapat yang paling mendekati kebenaran dan keselamatan -insya Allah- adalah pendapat pertama, karena pada awal ayat tersebut (Qs. An-Nuur: 31), Allahta’ala memulai perintah hijab dengan lafazh وقل للمؤمنت yang artinya, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminah…“. Maka lafazh selanjutnya, yaitu أو نسآئهن lebih dekat maknanya kepada wanita-wanita dari kalangan kaum muslimin. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]
  3. Batasan aurat wanita di depan para budak. Di dalam ayat di atas, disebutkan أو ما ملكت أيمنهن atau budak-budak yang mereka miliki…”, di mana maksud ayat ini mencakup budak laki-laki maupun wanita. [Lihat al-Mabsuuth (X/157]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa seorang budak boleh melihat majikan wanitanya (dalam hal ini maksudnya adalah bertatap muka) karena kebutuhan. [LihatMajmuu' al-Fataawaa (XVI/141)]Jadi seorang budak diperbolehkan melihat aurat majikan wanitanya sebatas yang biasa nampak, dan tidak lebih dari itu.
  4. Batasan aurat wanita di depan orang yang tidak memiliki hasrat (syahwat) terhadap wanita. Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan lafazh أوِ التبعين غير أولى الإربة من الرجال, , “Maknanya adalah para pelayan dan pembantu yang tidak sepadan, sementara dalam akal mereka terdapat kelemahan.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir(III/284)]. Maksudnya adalah orang-orang tersebut tidak memiliki hasrat terhadap wanita disebabkan usianya yang sudah lanjut, kelainan seksual (banci), atau menderita penyakit seksual (impoten/lemah syahwat). [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita(II/165)]. Jika melihat realita pada zaman sekarang ini, orang-orang tersebut memang tidak akan berhasrat kepada wanita, namun mereka memiliki kecenderungan untuk menceritakan keadaan kaum wanita kepada orang lain yang memiliki hasrat kepada wanita, sehingga dikhawatirkan akan timbul fitnah secara tidak langsung. Oleh karena itu, hendaklah para wanita tidak membuka aurat mereka, kecuali yang biasa nampak darinya.
  5. Batasan aurat wanita di depan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanitaMaksud lafazh أو الطـفـل الذين لم يظهروا على عورت النسآء adalah anak yang masih kecil dan tidak mengerti tentang keadaan kaum wanita dan aurat mereka. Anak yang belum memahami aurat, tidak mengapa bila dia masuk ke ruangan wanita. Adapun jika anak tersebut telah memasuki masa pubertas atau mendekatinya, di mana dia mulai mengerti tentang semua itu, dan dapat membedakan antara wanita yang cantik dan yang tidak cantik, maka dia tidak boleh lagi masuk ke dalam ruangan wanita. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (III/284)]
Catatan Penting
Berikut ini adalah beberapa catatan penting yang harus diperhatikan dalam hal batasan aurat seorang wanita yang boleh ditampakkan di depan para mahram, yaitu:
  1. Seorang mahram, kecuali suami wanita tersebut, boleh melihat perhiasan seorang wanita -berdasarkan pada penjelasan terdahulu- dengan syarat bukan dalam keadaan menikmatinya dan disertai dengan syahwat. Jika hal itu terjadi, maka tidak syak (ragu) dan tidak ada khilaf (perselisihan) dalam masalah ini bahwa hal ituterlarang hukumnya. [Lihat Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/159)]
  2. Seorang wanita boleh menanggalkan pakaiannya jika dia merasa aman dari kemungkinan adanya orang-orang asing yang dapat melihatnya dan ditempat orang-orang yang terpercaya (khusus yang menjadi mahramnya), di mana orang-orang tersebut mengetahui ketentuan-ketentuan Allah sehingga mereka menjaga kehormatan dan kesucian seorang muslimah. [Lihat Panduan Lengkap Nikah (hal. 103) dan tambahan penjelasan secara khusus dalam Syarah al-Arba'un al-Uswah (no. 26)]
  3. Dan hendaknya seorang wanita tetap memelihara hijabnya dan menjaga auratnyakecuali yang biasa nampak darinya, di depan seluruh mahramnya -kecuali suami-, agarmuru’ah (kehormatan) dan “iffah (kesucian diri) dapat senantiasa terjaga.
Seorang wanita muslimah harus senantiasa memperhatikan hal-hal yang dapat menjerumuskannya ke dalam lembah kemaksiatan. Dia diharuskan untuk menjaga dirinya dari fitnah yang dilancarkan setan dari berbagai penjuru. Untuk itu, rasa malu lebih wajib untuk dimiliki oleh kaum wanita, sehingga dengannya seorang wanita muslimah dapat menjadi uswah (teladan) bagi saudarinya yang lain dalam berakhlaqul karimah.
Wallahu a’lam wal musta’an.
***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’:
  • Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir
  • Fataawaa an-Nisaa’ (Edisi Terjemah), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ta’liq: Muhammad Muhammad Amir, cet. Ailah
  • Fat-hul Baari bi Syarh Shahiih al-Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani, cet. Daar al-Hadits
  • Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq
  • Jilbab Wanita Muslimah Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Pustaka at-Tibyan
  • Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, cet. Pustaka Ibnu Katsir
  • Syarah al-Arba’uun al-Uswah Min al-Ahaadiits al-Waaridah fii an-Niswah, Manshur bin Hasan al-Abdullah, cet. Daar al-Furqan

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More