Share
div id='fb-root'/>

Kaya tidak diukur dengan banyaknya harta

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bertakwa itu dimana saja

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”(HR Tirmidzi 1987)

Mudahkan Kesulitan Saudara Kita

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR Muslim 2699)

Segeralah Bertaubat

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Bersemangatlah untuk Beramal Shalih

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97)

Monday, June 27, 2011

Tentang Perayaan Isra' Mi'raj

Setiap kaum muslimin di negeri ini pasti mengetahui bahwa di bulan ini ada suatu moment yang teramat penting yaitu Isro’ Mi’roj sehingga banyak di antara kaum muslimin turut serta memeriahkannya.Namun apakah benar dalam ajaran Islam, perayaan Isro’ Mi’roj semacam ini memiliki dasar atau tuntunan? Semoga pembahasan kali ini bisa menjawabnya. Allahumma a’in wa yassir.
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Ibnu Rajab mengatakan,
”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”
Abu Syamah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakarJarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Ibnul Haaj mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)
Demikian pembahasan seputar perayaan Isro’ Mi’roj yang biasa dimeriahkan di bulan Rajab.
Semoga bisa memberikan pencerahan bagi pembaca muslim.or.id sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik.
Baca tentang amalan di bulan Rajab lainnya di sini.

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Gantilah Kejelekan dengan Kebaikan

taubat_maksiat_dosaJika mengingat akan dosa-dosa, hati orang beriman pasti akan terus menyesal, merasa sedih, bahkan sesekali bisa menetaskan air mata. Taubat memang seperti itu. Orang yang dikatakan bertaubat dengan sebenarnya bila ia menyesali dosa yang telah lalu, meninggalkan maksiat saat ini juga dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi di masa mendatang. Sedih dan terus menyesali dosa itulah jalan untuk kembali pada Allah.
Pada kesempatan kali ini, ada sebuah ayat yang patut kita renungkan bersama. Isinya adalah mengenai keutamaan orang-orang yang bertaubat. Mereka adalah orang yang dulunya penuh dengan dosa dan kubangan maksiat, bahkan terjerumus dalam dosa besar, lalu menyesal, sedih dan bertekad tidak akan melakukannya lagi. Allah Ta’ala berfirman mengenai sifat hamba-Nya yang beriman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71)
Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqon: 68-71)
Mengenai “Atsamaa”
Saksikanlah dalam ayat di atas, yang disebutkan adalah dosa-dosa besar. Mulai dari dosa syirik, membunuh jiwa tanpa hak, dan berzina disebutkan dalam satu ayat. Di akhir ayat ke-68, disebutkan bahwa mereka yang berbuat dosa-dosa tadi akan berjumpa dengan “أَثَامًا”.  ‘Abdullah bin ‘Amr menafsirkan bahwa “أَثَامًا” adalah nama lembah di Jahannam. ‘Ikrimah mengatakan bahwa “أَثَامًا” adalah lembah di Jahannam di mana di situlah disiksa orang-orang yang berzina. As Sudi menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan, “Mereka akan memperoleh balasan atas dosa yang mereka perbuat.” As Sudi menafsirkan seperti ini karena melihat dari kelanjutan ayat setelahnya.[1]
Siksa yang Pedih dan Berlipat-lipat
Maksud ayat, “(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat”, adalah mereka akan mendapat siksaan yang terus berulang dan amat pedih. Sedangkan maksud ayat setelahnya, “dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”, adalah mereka mendapatkan siksaan yang begitu menghinakan.[2]
Termasuk Dosa Besar
Allah Ta’ala menyebutkan tiga dosa dalam ayat tersebut yaitu syirik, membunuh, dan berzina. Apa maksudnya? Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Ketiga dosa tersebut termasuk dalam al kabair (dosa besar). Syirik adalah dosa yang merusak agama. Membunuh adalah dosa yang merusak jiwa. Sedangkan zina adalah dosa yang merusak kehormatan.”[3] Itulah yang menunjukkan bahayanya ketiga dosa tersebut.
Syirik sudahlah amat jelas. Jika dosa syirik dibawa mati dan tidak ada taubat terhadap dosa tersebut, pelakunya akan kekal di neraka. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48, 116)
Bagaimanakah dengan dosa membunuh dan zina? Apakah membuat seorang hamba kekal dalam neraka? Syaikh As Sa’dirahimahullah menjelaskan, “Adapun orang yang membunuh jiwa dan seorang pezina, mereka tidaklah kekal di dalam neraka karena ada berbagai dalil dari Al Qur’an dan sunnah nabawiyah yang menjelaskan hal ini. Dalil tersebut menjelaskan bahwa setiap mukmin akan keluar dari neraka dan tidak kekal di dalamnya. Setiap mukmin (selama masih ada iman) walau ia melakukan maksiat, ia tidak kekal di neraka.”[4]
Wajib Bertaubat
Ketika seseorang terjerumus dalam kesyirikan, pembunuhan dan zina, maka ia wajib bertaubat dari dosa tersebut. Bagaimana cara bertaubat?
Taubat tentu saja dengan taubat yang nashuha, taubat yang sesungguhnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8). Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”[5]
Dalam surat Al Furqon yang kita bahas saat ini juga disebutkan “kecuali orang yang bertaubat”, yaitu bertaubat dari maksiat dan selainnya dengan menyesali dosa yang telah lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya (di masa akan datang). Kemudian disertai dengan beriman kepada Allah dengan benar yang menunjukkan bahwa ia meninggalkan maksiat dan kembali mengerjakan ketaatan. Juga disertai dengan mengerjakan amalan sholeh sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan ia melakukannya dengan ikhlas. Demikianlah maksud dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah tentang tafsir ayat di atas. [6]
Kejelekan Diganti Kebaikan
Sekarang kita akan lihat maksud firman Allah,
فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ
Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.” (QS. Al Furqon: 70). Kata Ibnul Jauzi rahimahullah, para ulama berselisih pendapat tentang maksud penggantian di sini dan kapan waktunya.
Ibnu ‘Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah Allah mengganti kesyirikan yang dulu mereka lakukan dengan keimanan, pembunuhan yang mereka lakukan diganti dengan menahan diri dari melakukannya dan zina yang mereka lakukan diganti dengan menjaga kehormatan dari zina. Ini menunjukkan bahwa penggantian tersebut ada di dunia. Ulama lain yang menafsirkan seperti ini adalah Sa’id bin Jubair, Mujahid, Qotadah, Adh Dhohak, dan Ibnu Zaid.
Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Allah mengganti kejelekan dengan kebajikan adalah di akhirat kelak. Yang berpendapat seperti ini adalah Salman radhiyallahu ‘anhu, Sa’id bin Al Musayyib, dan ‘Ali bin Al Husain. ‘Amr bin Maimun berkata, “Allah akan mengganti kejelekan seorang mukmin dengan kebaikan jika ia mendapat pengampunan Allah. Sampai-sampai ia sangka bahwa kejelekannya itu adalah amat banyak.”[7]
Ini menunjukkan bahwa sungguh luar biasa keutamaan orang yang bertaubat.
Ingatlah, Allah Maha Penerima Taubat
Selama seseorang tidak menganggap remeh dosa atau maksiat dan menyesali setiap dosa dan kesalahan yang ia perbuat, maka niscaya Allah akan ampuni dosanya. Entah itu dosa syirik, membunuh atau pun berzina. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (QS. Al Furqon: 71). Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini mengabarkan tentang amat luasnya rahmat (kasih sayang) Allah pada para hamba-Nya. Siapa saja yang bertaubat kepada Allah, Dia akan meneri taubatnya seberapa pun besar dosa tersebut, entah itu dosa yang luar biasa atau dosa yang sepele, entah itu dosa besar atau dosa kecil.”[8]
So ... Janganlah putus asa dari rahmat Allah!
Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Riyadh-KSA, 24th Rajab 1432 H (26/06/2011)


[1] Lihat penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/326, terbitan Muassasah Qurthubah.
[2] Idem.
[3] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, 587, terbitan Muassasah Ar Risalah.
[4] Idem.
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/61.
[6] Taisir Al Karimir Rahman, 587.
[7] Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 6/107, terbitan Al Maktab Al Islami.
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/330.

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More