Share
div id='fb-root'/>

Tuesday, November 15, 2011

Bagaimana Tawakkal itu?

Share on :


Masjid 56
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Hakikat Tawakkal
Ibnu Rojab al-Hambali rahimahullah mengatakan, “Tawakkal adalah benarnya penyandaran hati kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk meraih berbagai maslahat dan menghilangkan bahaya, baik dalam urusan dunia maupun Akhirat, yakni menyerahkan semua urusan hanya kepada Allah semata, dengan meyakini sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang dapat memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah semata.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal.567, hadits no. 49)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan penuh kepercayaan kepada-Nya dan mengambil sebab-sebab yang diijinkan secara syari’at. Tawakkal yang benar harus terpenuhi dua hal, yakni:
  1. Hati harus bersandar pada Allah.
  2. Mengambil sebab (melakukan usaha) yang diijinkan oleh syari’at. (al-Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, 2/87-88).
Tawakkal Bukanlah Sekedar Pasrah
Kaum muslimin yang kami muliakan, tawakkal bukanlah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berusaha dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan penghidupannya.
Sebagian orang memiliki kesalahan dalam memahami tawakkal. Mereka beranggapan bahwa tawakkal adalah sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Ini adalah kekeliruan yang besar. Beberapa pelajar yang keesokan harinya akan mengikuti ujian, pada malam harinya, tidak sibuk menyiapkan diri untuk menghadapi ujian, namun malah sibuk dengan main game atau hal yang tidak bermanfaat lainnya. Lalu mereka mengatakan, ”Saya pasrah saja, siapa tahu besok ada keajaiban.” Apakah semacam ini benar-benar disebut tawakkal?!
Marilah kita merenungi faedah yang agung dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ
لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوْ خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian sebagaimana Dia telah memberikan rizki kepada burung yang pergi pada pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali pada sore hari dengan perut kenyang.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2344, dan beliau mengatakan, “Hadits ini hasan.” Hadits ini dinilai shohih oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam Bahjatun Nazhirin, hadits no. 79).
Kaum muslimin yang kami muliakan, dalam hadits yang mulia ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh tawakkalnya seekor burung untuk memperoleh makanannya. Burung-burung itu tidak hanya duduk-duduk dan tiduran di sarangnya sambil menunggu makanan datang, akan tetapi mereka pergi jauh mencari makanan untuk dirinya dan anak-anaknya. Burung ini keluar dari sarangnya dan pergi mencari makanan berbekalkan tawakkal kepada Allah Ta’ala, dan Allah pun mencukupi kebutuhannya.
Maka demikianlah seharusnya cara kita bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keyakinannya kita bahwa rizki ada di Tangan Allah tidaklah menjadikan kita malas bekerja dan meninggalkan usaha. Apalagi kita telah diberikan kelebihan yang banyak dibandingkan seekor burung. Menempuh beberapa jalan dan berusaha mencari rizki merupakan salah satu bentuk kesungguhan kita dalam bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa tawakkal yang benar merupakan sumber rizki yang baik, yang disertai dengan usaha yang dibutuhkan. (Bahjatun Nazhirin, hal. 158).
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan, “Ada seseorang berkata kepada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, aku ikat untaku ini dan aku bertawakkal, ataukah aku lepas dan aku bertawakkal?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab (yang artinya): “Ikatlah (untamu) lalu bertawakkallah!” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2517 dan Ibnu Hibban, no. 731. Hadits ini dinilai hasan oleh syaikh al-Albani rahimahullah).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Jika engkau bertawakkal kepada Allah dengan benar, engkau harus melaksanakan sebab yang disyariatkan Allah bagimu. Yaitu mencari rizki secara halal, bisa dengan bertani, berdagang, menjadi pekerja pada pekerjaan apa saja yang dapat mendatangkan rizki. Carilah rizki dengan bergantung kepada Allah Ta’ala, niscaya Allah Ta’ala akan memudahkan rizki bagimu.” (Syarah Riyaadhush Shaalihiin, 2/520)
Contoh Tawakkal Ketika Berobat
Termasuk sunnatullah bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan ujian dan cobaan bagi para hamba-Nya. Cobaan ini beragam bentuknya, kadangkala cobaan pada badan, harta, anak-anak atau yang lainnya.
Apabila anda sakit kemudian datang ke seorang dokter untuk berobat, maka apa yang anda lakukan sudah benar. Namun yang perlu kita yakini adalah bahwa kesembuhan hanyalah ada di Tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dokter hanyalah mengobati sesuai dengan ilmu dan kemampuannya.
Sungguh benar apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ (80)

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’ara’: 80).
Salah satu kesalahan yang besar dalam berobat adalah meyakini bahwa kesembuhan ada di tangan dokter, sehingga mereka pun menyandarkan hatinya kepada seorang dokter. Sesungguhnya obat yang diberikan dokter akan memberikan manfaat dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula sebaliknya, obat yang diberikan tidak akan memberikan manfaat sama sekali jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalanginya.
Salah satu do’a yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hendaknya kita baca setelah salam ketika sholat adalah membaca:

اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ

“Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, I/255 dan Muslim, I/414).
Sungguh, tidak ada yang dapat mencegah kesembuhan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan untuk memberikan kesembuhan kepada hamba-Nya. Dan tidak ada yang dapat memberikan kesembuhan jika Allah mencegahnya meskipun berbagai macam obat telah diberikan.
Penutup
Kaum muslimin yang kami muliakan, sebagai penutup pembahasan kali ini, kami sampaikan salah satu faedah yang agung dari tawakkal. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini:

وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2)
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (3)

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Tholaaq: 2-3).
Imam Al-Qurtubi rahimahullah dalam kitab Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an mengatakan, “Barangsiapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membacakan ayat ini kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya (yang artinya): “Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, sungguh hal ini akan mencukupi mereka.” Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Jami’ul Ulum wal Hikam, penjelasan hadits no. 49).
Hanya Allah-lah yang mencukupi segala urusan kami, tidak ada ilah yang berhak disembah dengan hak kecuali Dia. Kepada Allah-lah kami bertawakkal dan Dia-lah Rabb ‘Arsy yang agung.
Muroja’ah : Ust. Ammi Nur Baits
Sumber : Buletin at-Taubah edisi ke-13
Nas alullaaha wal 'aafiyah.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More