Qadha Puasa Untuk Orang Meninggal
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Ustadz, ada seorang yang sakit sehingga tidak puasaRamadhan selama satu bulan, dan belum sempat sembuh sudah meninggal dunia. Apakah boleh puasanya diqadha oleh ahli warisnya?
Jawaban:
Pertanyaan semisal juga pernah ditanyakan kepada Syaikh Ibnu Jibrin dengan redaksi: “Jika seorang meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa Ramadhan, apakah boleh dipuasakan untuknya? Atau qadha itu hanya untuk hari-hari yang dinadzarkan saja?”
Assalamu’alaikum. Ustadz, ada seorang yang sakit sehingga tidak puasaRamadhan selama satu bulan, dan belum sempat sembuh sudah meninggal dunia. Apakah boleh puasanya diqadha oleh ahli warisnya?
Jawaban:
Pertanyaan semisal juga pernah ditanyakan kepada Syaikh Ibnu Jibrin dengan redaksi: “Jika seorang meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa Ramadhan, apakah boleh dipuasakan untuknya? Atau qadha itu hanya untuk hari-hari yang dinadzarkan saja?”
Beliau menjawab,
Imam Ahmad berpendapat bahwa qadha itu hanya untuk yang dinadzarkan. Adapun yang fardhu, maka tidak perlu diqadhakan untuk orang yang telah meninggal dunia, tapi cukup dengan menyedekahkan dari harta yang ditinggalkan sebanyak setengah sha’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Imam Ahmad berdalil dengna hadits Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,
Imam Ahmad berpendapat bahwa qadha itu hanya untuk yang dinadzarkan. Adapun yang fardhu, maka tidak perlu diqadhakan untuk orang yang telah meninggal dunia, tapi cukup dengan menyedekahkan dari harta yang ditinggalkan sebanyak setengah sha’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Imam Ahmad berdalil dengna hadits Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,
“Tidak sah seseorang berpuasa atas nama orang lain, begitu pula tidak sah seseorang shalat atas nama orang lain.”
Sementara mayoritas imam berpendapat, bahwa tidak ada perbedaan antara nadzar dan fardhu. Keduanya boleh diqadhakan untuk orang yang telah meninggal dunia, berdasarkan hadits Aisyah, ia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa maka dipuasakan oleh walinya.”
Hadits yang dijadikan landasan Imam Ahmad mengandung makna bahwa kewajiban itu adalah beban orang-orang yang masih hidup. Dan dalam urusan ibadah, tidak boleh diwakilkan kepada orang lain kecuali dalam kondisi tertentu.
Maka kesimpulannya, bahwa pendapat yang benar insya Allah adalah qadha puasa untuk orang yang telah meninggal dunia bersifat umum, baik puasa fardhu maupun yang dinadzarkan.
(Fatwa ash-Shiyam disusun oleh Rasyid az-Zahrani, hlm. 124-125)
Sumber: Majalah Al Mawaddah Edisi 8 Tahun ke-3 1431 H/Maret 2010
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 comments:
Post a Comment