Share
div id='fb-root'/>

Wednesday, December 21, 2011

Nasehat Bagi Penuntut Ilmu (bag. 01)

Share on :


Masjid 63
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, berikut ini adalah beberapa nasehat atau kiat-kiat yang hendaknya dilakukan oleh penuntut ilmu syar’i agar dapat meraih ilmu yang bermanfaat. Semoga AllahTabaroka wa Ta’ala memberikan pertolongan kepada kita untuk mengamalkannya.
Pertama : Mengikhlash Niat Dalam Menuntut Ilmu.
Dalam menuntut ilmu, kita harus ikhlash karena Allah Ta’ala. Dan seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlash karena Allah.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kita untuk ikhlash.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ (5)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Menuntut ilmu syar’i adalah ibadah yang paling agung dan mulia di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala, karena itu wajib ikhlash dalam menuntut ilmu semata-mata karena Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلٍّ امْرِئٍ مَانَوَي.
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَي اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَي اللهِ وَرَسُوْلِهِ،
وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا
فَهِجْرَتُهُ إِلَي مَا هَاجَرَ إلَِيْهِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan dari apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan niat hijrahnya itu.”[1]
Menuntut ilmu bukan karena Allah Ta’ala termasuk dosa besar, penyebab tercegah dari aroma Surga, dan Allah Ta’ala menyediakan adzab yang pedih bagi orang yang meniatkannya bukan karena Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ،
لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا،
لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlash, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan harumnya aroma Surga pada hari Kiamat.” [2]
Bahkan, orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api Neraka untuknya.

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ –إِلَى قَوْلِهِ-
وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا.
قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ الْقُرْآنَ.
قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ.
وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ.
ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ…

Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya pada hari Kiamat adalah… -sampai pada sabda beliau- … dan seseorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an, ia dihadapkan dan diberitahukan nikmat-nikmat Allah kepadanya dan ia pun mengakuinya. Lalu dikatakan kepadanya, “Apa yang engkau lakukan padanya?” Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur’an karena-Mu.’ Allah Ta’ala berfirman: “Engkau berdusta! Akan tetapi engkau mempelajarinya agar disebut orang yang berilmu, dan engkau membaca al-Qur’an agar dikatakan sebagai seorang qori’, dan hal itu sedah kaudapatkan.” Kemudian wajahnya diseret hingga dimasukkan ke dalam Neraka…” [3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan hal ini dalam hadits-haditsnya yang lain.
Kita juga tidak boleh menuntut ilmu dengan tujuan untuk berbantahan dengan ulama atau membantah orang-orang yang bodoh, atau agar kita merasa lebih hebat dalam suatu majelis. Barangsiapa yang melakukan yang demikian, maka hati-hatilah terhadap Neraka, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

لاَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوْا بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَلاَ لِتُمَارُوْا بِهِ السُّفَهَاءَ،
وَلاَ تَخَيَّرُوْا بِهِ الْمَجَالِسَ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ.

“Janganlah kalian mencari ilmu dengan tujuan untuk berbangga-bangga di hadapan para ulama, membantah orang-orang bodoh, dan janganlah kalian memilih majelis untuk mencari perhatian orang. Barangsiapa yang melakukan hal itu, maka tempatnya di Neraka, di Neraka.” [4]
Wasiat Indah Para Ulama
Para ulama dan pendahulu kita yang sholih memberikan motivasi agar kaum Muslimin menuntut ilmu syar’i semata-mata untuk mencari keridho’an Allah Ta’ala dan mereka memberikan peringatan yang keras kepada orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharapkan keridho’an Allah Ta’ala.
Isma’il bin Yunus rahimahullah (wafat th. 160 H) berkata, “Barangsiapa menuntut ilmu ini karena AllahTa’ala, maka ia mulia dan bahagia di dunia. Dan barangsiapa menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia merugi di dunia dan akhirat.” [5]
Al-Khotib al-Baghdadi rahimahullah (wafat th. 463 H) mengatakan, “Kemudian aku wasiatkan kepadamu, wahai penuntut ilmu! Luruskanlah niat dalam menuntut ilmu dan bersungguh-sungguhlah dalam mengamalkannya. Karena, ilmu syar’i ibarat pohon dan amal itu merupakan buahnya. Dan seseorang tidak dianggap sebagai orang yang berilmu selama ia belum mengamalkan ilmunya.” [6]
Hisyam bin Abi ‘Abdillah ad-Dustuwa-i rahimahullah (wafat th. 152 H) mengatakan, “Demi Allah! Aku tidak akan sanggup mengatakan bahwa aku pernah pergi pada suatu hari untuk mencari satu hadits semata-mata mengharap wajah Allah.” Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata mengomentari perkataan beliau, “Demi Allah! Tidak juga aku.”
Para ulama di atas tidak mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang ikhlash. Akan tetapi, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk ikhlash karena Allah Ta’ala. Dan mereka selalu memohon kepada Allah Ta’ala agar dikaruniakan keikhlasan serta memohon kepada Allah Ta’ala agar amal-amal mereka diterima.
Bagaimanakah Kiat Agar Dapat Ikhlas dalam Menuntut Ilmu Syar’i?
Badruddin bin Abi Ishaq Ibrohim bin Abil Fadhl Sa’dulloh Ibnu Jama’ah al-Kinani, yang terkenal dengan nama Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah (wafat th. 733 H), menjawab, “Niat yang baik dalam menuntut ilmu adalah hendaknya ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, beramal dengannya, menghidupkan syari’at, menerangi hatinya, menghiasi batinnya, dan mengharap kedekatan dengan Allah pada hari Kiamat, serta mencari segala apa yang Allah sediakan untuk ahlinya (ahli ilmu) berupa keridho’an dan karunia-Nya yang besar… Dan janganlah ia bertujuan dengan menuntut ilmu itu untuk memperoleh keuntungan duniawi, seperti kepemimpinan dan harta, berbangga di hadapan teman-temannya, diagungkan manusia, menjadi pemimpin di majelis, dan yang sepertinya…” [7]
*****
Keterangan :
  1. Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 2529
  2. Diriwayatkan oleh Ahmad, II/338; Abu Dawud, no. 3664; Ibnu Majah, no. 252; al-Hakim, no. I/85; Ibnu Hibban, no. 78; al-Khatib dalam Iqtidhaa’ al-‘Ilmi al-‘Amal, no. 102; dan Ibnu ‘Abdil Barr dalamJaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, I/658, no. 1143, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
  3. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1905, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
  4. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 254, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini dishohihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dishohihkan pula oleh al-Albani dalamShohiih at-Targhiib wat Tarhiib, I/154, no. 107.
  5. Al-Jaami’ li Akhlaaqir Raawi wa Aadaabis Saami’, I/83, no. 15
  6. Iqtidhaa’ al-‘Ilmi al-‘Amal, hal. 14, cet. Maktabah al-Islami, th. 1404 H.
  7. Tadzkirotus Saami’ wal Mutakallim, hal. 112–113

Sumber : Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, hal. 65-68, penerbit Pustaka At-Taqwa.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More