Khitan Bagi Wanita
Bagi masyarakat muslim Indonesia, khitan bagi anak laki-laki adalah suatu hal yang biasa, meskipun ada hal-hal yang perlu diluruskan berhubungan dengan pelaksanaan sunah bapak para nabi ini -Ibrahim ‘alaihissalam-. Namun, bagi kaum hawa, khitan menjadi sebuah perkara yang sangat jarang dilakukan, bahkan bisa saja masih menjadi sesuatu yang tabu dilakukan oleh sebagian orang, atau bahkan mungkin ada yang mengingkarinya. Padahal syariat khitan bagi kaum wanita merupakan sesuatu yang benar-benar ada dalam syariat Islam yang suci ini. Setahu kami (penulis) tidak ada khilaf (perselisihan) ulama mengenai hal ini. Khilafdi kalangan mereka hanya berkisar pada status hukumnya, apakah khitan itu wajib dilakukan oleh kaum wanita ataukah sekedar sunah. Semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit penjelasan tentang permasalahan ini.
Pengertian Khitan
Khitan secara bahasa diambil dari kata (ختن ) yang berarti memotong. Sedangkan al-khatnu berarti memotong kulit yang menutupi kepala dzakar dan memotong sedikit daging yang berada di bagian atas farji (clitoris) dan al-khitan adalah nama dari bagian yang dipotong tersebut. (Lisanul Arab, Imam Ibnu Manzhur).
Imam Nawawi mengatakan, “Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutupi kepala dzakar sehingga kepala dzakar itu terbuka semua. Sedangkan bagi wanita, maka yang wajib hanyalah memotong sedikit daging yang berada pada bagian atas farji.”(Syarah Sahih Muslim, 1:543 dan Fathul Bari, 10:340)
Dalil Disyariatkannya Khitan
Khitan merupakan ajaran nabi Ibrahim ‘alaihissalam, dan umat ini diperintahkan untuk mengikutinya, sebagaimana dalam QS. An-Nahl: 123,
ثم أوحينا إليك أن اتبع ملّة إبراهيم حنيفا
“Kemudian Kami wahyukan kapadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.”
Dalam Tufatul Maudud, Hal.164. Ketika Sarah (istri Nabi Ibrahim) menghadiahkan Hajar kepada suaminya, tak lama Hajar pun hamil, hal ini menyebabkan Sarah cemburu. Ia bersumpah ingin memotong tiga anggota badannya sendiri. Nabi Ibrohim ‘alaihissalam khawatir ia akan memotong hidung dan telinganya, lalu beliau menyuruh Sarah untuk melubangi telinganya dan berkhitan. Jadilah hal ini sebagai sunah yang berlangsung pada para wanita sesudahnya.
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قاال رسول الله صلي الله عليه وسلم : خمس من الفطرة : الاستحداد والختان، وقص الشارب،ونتف الابط،وتقليم الأظفا ر.
Dari Abu Harairah radhiallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ”Lima hal yang termasuk fitrah, yaitu: mencukur bulu kemaluan, khitan, memotong kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Hukum Khitan bagi Wanita
a. Ulama yang mewajibkan khitan, mereka berargumentasi dengan beberapa dalil:
1. Hukum wanita sama dengan laki-laki, kecuali ada dalil yang membedakannya, sebagimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ummu Sulaim radhiallahu’anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Wanita itu saudara kandung laki-laki.” (HR. Abu Daud, no.236, Tirmidzi, no.113, Ahmad 6:256 dengan sanad hasan).
2. Adanya beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut khitan bagi wanita, di antaranya sabda beliau:
إذ التقى الختا نا ن فقد وجب الغسل
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Tirmidzi, no.108, Ibnu Majah, no.608, Ahamad 6:161, dengan sanad sahih).
عن عائسة رضي الله عنها قالت,قال رسول الله صلي الله هليه و السلم : إذ جلس بين شهبها الأربع و مسّ الختان الختان فقد وجب الغسل.
Dari ‘Aisyah radhiallahu‘anha, ia mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apabila seorang laki-laki duduk di empat anggota badan wanita dan khitan menyentuh khitan maka wajib mandi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
عن أنس بن مالك, قال رسول الله صلي الله عليه والسلم لأمّ عاطية رضي الله عنها : إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي فإنّه أسرى للوجه وأحضى للزوج.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu mengatakan, Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ummu ‘athiyah, ”Apabila engkau mengkhitan wanita biarkanlah sedikit, jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.” (HR. Al-Khatib)
3. Khitan bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para sahabat dan para salafusshalih sebagaimana tersebut di atas.
b. Ulama yang berpendapat sunah, alasannya:
Menurut sebagian ulama tidak ada dalil secara tegas yang menunjukkan wajibnya, juga karena khitan bagi laki-laki tujuannya membersihkan sisa air kencing yang najis yang terdapat pada tutup kepala dzakar, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sahnya shalat. Khitan bagi wanita tujuannya untuk mengecilkan syahwatnya, jadi ia hanya untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Syarhul Mumti’, 1:134)
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah pernah ditanya, “Apakah wanita itu dikhitan ?” Beliau menjawab, “Ya, wanita itu dikhitan dan khitannya adalah dengan memotong daging yang paling atas yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘biarkanlah sedikit dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi suami.’ Alasannya, karena khitan bagi laki-laki untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit kepala dzakar, sedangkan tujuan khitan wnaita adalah untuk menstabilkan syahwatnya. Karena apabila wanita tidak dikhitan maka syahwatnya akan sangat besar.” (Majmu’ Fatawa, 21:114)
Jadi, khilaf mengenai hukum khitan ini ringan, baik sunnah atau wajib keduanya adalah termasuk syariat yang diperintahkan, kita harus berusaha untuk melaksanakannya.
Waktu Khitan
Terdapat beberapa hadis hasan yang menunjukkan bahwa khitan dilaksanakan pada hari ke tujuh setelah kelahiran, yaitu:
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma, ia mengatakan, “Bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi Hasan dan Husein serta mengkhitan keduanya pada hari ketujuh.” (HR. Thabrani dan Baihaqi)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu berkata, “Terdapat tujuh perkara yang termasuk sunah dilakukan bayi pada hari ketujuh: Diberi nama, dikhitan,…” (HR. Thabrani)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu berkata, “Terdapat tujuh perkara yang termasuk sunah dilakukan bayi pada hari ketujuh: Diberi nama, dikhitan,…” (HR. Thabrani)
Dari Abu Ja’far berkata, “Fathimah melaksanakan akikah anaknya pada hari ketujuh. Beliau juga mengkhitan dan mencukur rambutnya serta menyedekahkan perak dengan seberat rambutnya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Namun, meskipun begitu, khitan boleh dilakukan sampai anak agak besar, sebagaimana telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhallahu’anhu, bahwa beliau pernah ditanya, “Seperti apakah engkau saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia ? ”Beliau menjawab, “Saat itu saya barusan dikhitan. Dan saat itu para sahabat tidak mengkhitan kecuali sampai anak itu bisa memahami sesuatu.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Thabrani).
Imam Al-Mawardi mengatakan, ”Khitan itu memiliki dua waktu, waktu wajib dan waktu sunah. Waktu wajib adalah masa baligh, sedangkan waktu sunah adalah sebelumnya. Yang paling bagus adalah hari ketujuh setelah kelahiran dan disunahkan agar tidak menunda sampai waktu sunah kecuali ada udzur.” (Fathul Bari, 10:342).
Walimah (perayaan) Khitan
Acara walimah khitan merupakan acara yang sangat biasa dilakukan oleh umat Islam di Indonesia, atau mungkin juga di negeri lainnya. Persoalannya, apakah acara semacam itu ada tuntunannya atau tidak ?
Utsman bin Abil ‘Ash diundang ke (perhelatan) Khitan, dia enggan untuk datang lalu dia diundang sekali lagi, maka dia mengatakan, ”Sesungguhnya kami dahulu pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mendatangi walimah khitan dan tidak diundang.” (HR. Imam Ahmad)
Berdasarkan atsar dari Utsman bin Abil ’Ash di atas, walimah khitan merupakan sesuatu yang tidak disyariatkan, walaupun atsar ini dari sisi sanad tidak shahih, tetapi ini merupakan pokok, yaitu tidak adanya walimah khitan. Karena khitan merupakan hukum syar’i, maka setiap amal yang ditambahkan pada khitan tersebut harus ada dalilnya dari Alquran dan sunah. Walimah ini merupakan amalan yang disandarkan dan dikaitkan dengan khitan, maka membutuhkan dalil untuk membolehkannya. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kaum muslimin untuk menjalankan sunnah yang mulia ini.
Sumber: muslimah.or.id (dengan edit bahasa oleh tim Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Materi terkait:
0 comments:
Post a Comment