Dalam Jilbab Mar’ah Muslimah (1/131), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata:
الشرط الرابع: “أن يكون فضفاضًا غير ضيق فيصف شيئًا من جسمها”
لأن الغرض من الثوب إنما هو رفع الفتنة ولا يحصل ذلك إلا بالفضفاض الواسع وأما الضيق فإنه وإن ستر لون البشرة فإنه يصف حجم جسمها أو بعضه ويصوره في أعين الرجال وفي ذلك من الفساد والدعوة إليه ما لا يخفى فوجب أن يكون واسعًا وقد قال أسامة بن زيد:
“كساني رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قبطية كثيفة مما أهداها له دحية الكلبي فكسوتها امرأتي فقال: ما لك لم تلبس القبطية؟ قلت: كسوتها امرأتي فقال: “مرها فلتجعل تحتها غلالة، فإني أخاف أن تصف حجم عظامها”
لأن الغرض من الثوب إنما هو رفع الفتنة ولا يحصل ذلك إلا بالفضفاض الواسع وأما الضيق فإنه وإن ستر لون البشرة فإنه يصف حجم جسمها أو بعضه ويصوره في أعين الرجال وفي ذلك من الفساد والدعوة إليه ما لا يخفى فوجب أن يكون واسعًا وقد قال أسامة بن زيد:
“كساني رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قبطية كثيفة مما أهداها له دحية الكلبي فكسوتها امرأتي فقال: ما لك لم تلبس القبطية؟ قلت: كسوتها امرأتي فقال: “مرها فلتجعل تحتها غلالة، فإني أخاف أن تصف حجم عظامها”
Syarat keempat: pakaian muslimah itu hendaknya longgar dan tidak ketat sehingga menggambarkan bagian tubuhnya. Karena tujuan memakai pakaian adalah mencegah terjadinya fitnah (baca:hal-hal yang buruk). Tujuan tersebut tidak akan tercapai kecuali jika pakaiannya longgar dan lebar. Sedangkan jika ketat, walaupun menutup warna kulit, itu dapat menggambarkan bentuk seluruh atau sebagian tubuhnya, sehingga bentuk tubuhnya tersebut tergambar di mata para lelaki. Ini adalah salah satu bentuk kerusakan dan seolah mengundang orang-orang untuk melihat bentuk tubuhnya yang tidak ia tutupi dengan benar itu. Oleh karena itu, pakaian wanita itu wajib longgar. Usamah bin Zaid pernah berkata:
كساني رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قبطية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau. Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menanyakanku: ‘Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?’. Kujawab: ‘Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah’. Beliau berkata: ‘Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya’” (HR. Dhiya Al Maqdisi dalamAl Mukhtar 1/441, dihasankan oleh Al Albani). [selesai kutipan]
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah ketika di tanya ‘bagaimana saya mengetahui sebuah pakaian itu tidak ketat atau tidak longgar? bagaimana ciri dan batasannya?’. Beliau menjawab:
فإن العبرة بما يخرج الثوب عن دائرة الضيق المنهي عنه إلى الواسع المشروع هو أن لا يكون محدداً يصف الجسم ولذا عبر الفقهاء بالنهي عن الثوب المحدد، وقد عرف ابن الحاجب المحدد بما يصف الجسم لرقته، أو لتحديده، كذا في شرح المواق لمختصر خليل، وذكر الدردير في شرحه للمختصر: إنه يدخل في هذا ما كان محدداً للعورة بذاته لرقته، أو بغيره كحزام، أو لضيقه وإحاطته. انتهى.
وشددوا على الأنثى فيما يصف حجم الجسم ولو كان ساتراً، كما قال السفاريني في شرح منظومة الآداب: وكره لهما ـ يعني الذكر والأنثى ـ لبس ما يصف البشرة، وكره للمرأة لبس ما يصف الحجم. انتهى. والله أعلم.
Yang menjadi patokan apakah sebuah pakaian itu sudah tidak termasuk pakaian ketat dan tergolong pakaian longgar yang dibenarkan syariat adalah hendaknya ia tidak menggambarkan bentuk bagian tubuh. Oleh karena itu para ulama sering menggunakan istilah النهي عن الثوب المحدد (Larangan memakai pakaian yang menggambarkan bentuk tubuh). Ibnul Hajib (Al Maliki, wafat tahun 646H) mendefinisikan baju ketat: yang menggambarkan bagian tubuh baik karena terlalu tipis atau karena ketatnya, demikian kata beliau dalam kitab Syarh Al Mawaq Lil Mukhtashar Khalil. Ad Dardir (wafat tahun 1201H) juga berkata dalam syarh-nya terhadap Al Muhktashar: “Yang termasuk pakaian ketat adalah yang menggambarkan bentuk aurat karena kainnya terlalu tipis, atau karena sebab lain misalnya karena memakai sabuk, atau karena terlalu sempit atau karena terlalu menyelubungi tubuh”.
Lebih ditekankan lagi bagi wanita, bahwa pakaian ketat bagi wanita adalah yang menggambarkan bentuk tulang, walaupun sudah menutup aurat. Sebagaimana perkataan As Safarini dalam Syarh Manzhumatul Adab: “Dibenci bagi wanita dan laki-laki, pakaian yang menampakkan warna kulit. Dan dibenci bagi wanita, pakaian yang menggambarkan bentuk tulang “. Wallahu’alam.
Dari beberapa keterangan di atas, dapat kita ringkas bahwa ciri-ciri pakaian ketat yang terlarang adalah: menggambarkan bentuk bagian tubuh yang termasuk aurat, baik karena pakaiannya kurang longgar, atau karena memakai sabuk, jaket, tas, karena lehernya ‘diikat’, atau karena jilbabnya ‘disobek’, atau sebab-sebab lain. Lalu, bagaimana solusinya? Hendaknya busana muslimah itu sangatlah lebar sampai tidak nampak satu pun bentuk bagian tubuhnya. Baca juga: Jilbab Itu Semestinya Lebar.
http://kangaswad.wordpress.com
http://kangaswad.wordpress.com
0 comments:
Post a Comment