Share
div id='fb-root'/>

Sunday, November 27, 2011

Jangan Lewatkan Begitu Saja… (Penanaman Aqidah)

Share on :

Teringat dulu sewaktu mengajar TK, ada anak yang menangis .Si ummi (ummuhu/ibunya) menghibur “Sudah diam, nanti ummi belikan jajan di Pa**la” (atau perkataan semisal). Beberapa kali saya memperhatikan ummu fulan memang sering mengunakan jurus ini ketika anaknya menangis. Jurus ini  memang ampuh untuk membuat anak yang menangis diam SEKETIKA! Tidak repot dan praktis. Kalau dalam istilah saya sendiri, saya namakan ini jurus instan. Saya istilahkan ada jurus instan dan jurus nafas panjang. (semoga ada kesempatan lain untuk membahas panjang lebar mengenai masalah ini).
Sebenarnya ada banyak peristiwa-peristiwa keseharian yang merupakan pintu masuk seluruh unsur pendidikan yang ingin diberikan pada anak. Karenanya kita harus berusaha agar semua tidak terlewatkan begitu saja, sehingga setiap detik kebersamaan kita dengan anak bisa menjadi sebuah pembelajaran berharga baginya.
Misal studi kasus, kejadian ketika anak jatuh tersandung batu menangis dan berdarah.
Kasus 1.
Ibu terlalu heboh dan panik melihat darah pada anaknya.
Jika ibu panik berlebihan, anak akan menjadi semakin keras menangis, anak manangkap bahwa hal yang terjadi padanya barusan adalah sesuatu yang mengerikan dan menakutkan. anak jadi cenderung cengeng dan penakut.
Si ibu menggendongnya “o.. batunya nakal. Puk puk puk, (memukul batu)”
Hal ini sering ditemui di masyarakat. Yang jelas batunya tidak ngapa-ngapain. Hanya diam saja. Bisa jadi anaknya yang memang tidak hati-hati ketika berjalan sehingga jatuh. Jika anak dibiasakan dengan pola asuh seperti ini, pada kejadian lain ketika anak mengalami hal yang tidak mengenakkan, dia merasa harus dibela, dibenarkan dan mencari kambing hitam. Saya yang benar dan orang lainlah yang bersalah. (hukum asalnya anak itu egosentrisnya tinggi sehingga dia berfikiran seperti ini. Jika orang tua malah mendukung, lalu kapan anak belajar ber-empati dan mengoreksi diri sendiri?). Padahal bisa jadi dia sendiri lah yang menjadi penyebabnya.
Seorang anak seharusnya dibiasakan untuk bisa menerima (sabar) atas kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan baginya (yang hal ini hukum asalnya sulit bagi anak karena egosentrisnya masih tinggi). Seorang anak seharusnya sering diingatkan bahwa tidak semua hal yang kita inginkan bisa kita dapatkan. Bahwa kadang-kadang yang tidak kita sukai terjadi. Bahwa semuanya kejadian di alam ini terjadi atas kehendak Allah, semua sudah ditakdirkan bahkan sebelum kita diciptakan. Semua sudah tertulis di kitab catatan takdir. Pena sudah diangkat dan lembaran telah kering. Semua terjadi atas kehendak Allah dan apa yang Allah kehendaki terjadi PASTI akan terjadi.
Jika sejak kecil anak dibiasakan seperti ini, maka hati anak akan bergantung pada Allah. Tidak ada musibah melainkan sudah ditakdirkan. Begitu juga tidak ada nikmat melainkan sudah Allah tetapkan. Dengan bekal ini kita akan menjadi manusia yang pertengahan, jika mendapat nikmat tidak berlebihan dalam bergembira, tidak sombong dan takabur. Dan jika mendapat musibah, tidak berlebihan dalam bersedih dan menyalahkan sebab. Kita ajari anak kita untuk bertawakal. Dengan tawakal ini dia akan menjalani hidup dengan nyaman dan tentram, tidak dibayang-bayangi ketakutan dan kekhawatiran. Dalam sebuah buku disebutkan: katakanlah pada anak“Anakku, sebutlah Allah dan bertawakallah kepada-Nya”
Lalu untuk mendiamkan tangis anaknya si ibu (ibu 1) berkata“Diam ya nak, nanti ibu belikan es krim”. Anak menjadi diam. Praktis, MASALAH SELESAI (lebih tepatnya, masalah dianggap selesai)
Hampir tidak ada anak yang tidak suka es krim. Jika si Ibu jujur dengan membelikan es krim danmembiasakan hal ini, anak akan mempunyai senjata ampuh. “Jika saya menangis maka ibu akan membelikan saya es krim atau apa yang saya inginkan.” Anak juga terbiasa dengan es krim oriented, suka jajan, manja. Jika ibu bohong –dan realita seperti ini banyak-, ibu tidak membelikan es krim, ucapannya hanya untuk membuat anak diam menangis, maka ibu terjatuh pada 2 kesalahan sekaligus. Mempola anak es krim oriented sekaligus memberi contoh dusta, tidak konsisten dalam ucapan.
Kasus 2
Si ibu berusaha bersikap tenang. “Adek sakit ya?”
Kalimat “adek sakit ya?” merupakan salah satu bentuk pemberian empati. Salah satu tips yang saya pakai untuk mengajarkan anak berempati adalah sering-sering mengungkapkan secara verbal perasaan/yang dirasakan kita atau orang lain.
Misal “Ibu seneng tadi mas Said maem sendiri sampai habis.” “Ibu mau beresin rumah, biar ayahnya seneng nanti kalau pulang rumahnya udah bersih. Mas Said mau bantuin ga?” “mas Saidsedih ya mainannya rusak, gak papa ya.. qadarullah wa maa sya-a fa’ala. Nanti mudah-mudahan diganti sama Allah yang lebih baik.” Atau “Nanti kita berdo’a sama Allah, mudah-mudahan Allah memberi kita rejeki lebih, bisa untuk beli mainan lagi, atau beli yang lain yang lebih bermanfaat.” dll
Si ibu melanjutkan “gpp.. nanti insyaallah disembuhin sama AllahKayak dulu telinganya mas Said sakit trus alhamdulillah disembuhin sama Allah. Sekarang udah ga sakit kan telinganya? Nanti insyaallah kakinya juga disembuhin sama Allah“Fa idza maridhtu fa huwa yasyfin”.”
Ketika ngayem2i anak, dalam memberikan penjelasan tersebut, Fa’il nya (Allah) jangan dimakhdhuf (disembunyikan)  karena kata-kata diatas selain untuk ngeyem2i juga untuk memberi pelajaran tauhid rubbubiyah. Pemasukan pelajaran tauhid ketika anak mengalami sebuah kejadian, saya rasakan lebih merasuk pada diri anak dari pada pelajaran di sebuah ruang kelas, Ustadzah bertanya: Siapa yang menciptakan kita? Rame-rame anak menjawab: Allah. Siapa yang memberi rizki? Rame-rame anak menjawab: Allah.
Menceritakan kisah dahulu yaitu ketika telinganya sakit kemudian Allah sembuhkan, ini merupakan upaya untuk memberi rasa tenang pada anak, meredam kekhawatiran anak akan hal yg baru dia alami, bahwa sakitnya nanti akan sembuh sebagaimana dulu telinganya juga sembuh dan semuanya akan baik-baik saja –biidznillah-,. Coba bandingkan dengan sikap ibu yang heboh dan panik, malah anak jadi tambah khawatir dan takut. Menceritakan kembali kisah ini sekaligus sebagai pembiasaan bagi anak untuk selalu mengingat nikmat Allah (pd kasus ini: nikmat sembuhnya telinganya dulu). Supaya anak banyak bersyukur.
Tambahan ayat “Fa idza maridhtu fa huwa yasyfin” (iman kpd Al Quran) merupakan bentuk real mengajarkan bahwa pedoman hidup kita adl Al Quran dan As Sunnah, Standar benar dan salah adalah Al Quran dan As Sunnah. Juga merupakan upaya untuk mengaitkan hati anak dengan Al Quran, dan mencintainya. Menunjukkan pada anak betapa besarnya rasa cinta orang tua mereka terhadap Al Quran dan As Sunnah.
Sering-seringlah berusaha menyelipkan ayat seperti ini atau penggalan hadits dlm setiap kejadian. Kalau ternyata keadaan ibu saat ini masih kurang bekalnya –seperti saya- ada beberapa tips yang bisa diupayakan. Mudah-mudahan ada kesempatan lain untuk menjabarkannya. So.. memang benar jadi ibu itu never ending learning! (Baca tulisan Wahai ibu, sertailah semangatmu dengan ilmu )
Si ibu melanjutkan “Sabar ya nak,… (iman) Seorang mukmin kalau sakit trus sabar nanti dapat pahala banyak, bisa buat masuk syurga (iman hari akhir), إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (Az Zumar:10) (iman kpd Al Quran) dosa-dosanya juga diampuni (iman). Nanti kita kasih obat ya nak(mencari… sebab dlm takdir), kita berdoa sama Allah (tauhid ulluhiyah) supaya disembuhkan sama Allah (tauhid rubbubiyah). sambil di elus atau digendong (memberi rasa aman dan kasih sayang)
Kita juga bisa menambahkan misalnya: “Nangisnya g usah banyak2 ya.. qadarullah wa maa sya-a fa’al (dzikir ketika mendapatkan hal yang tidak disukai), sudah takdir Allah dan yang Allah kehendaki pasti terjadi (iman kpd takdir)
Kalau dalam setiap kesempatan kita berusaha untuk menyelipkan kata-kata seperti diatas, hal ini akah terpatri kuat pada anak. Ini contoh penjelasan dari tulisan yang bertahun-tahun lalu pernah saya buat, yaitu pada artikel ini
http://toko-muslim.com/blog/bingkisan-paling-berharga-untuk-si-kecil.html
yang dulu saya belum sempat memberi contoh riel dari penjelasan paragraph ini:
“Adalah bagian dari karunia Allah subhanahu wata’ala pada hati manusia bahwa Dia melapangkan hati untuk menerima iman di awal pertumbuhannya tanpa perlu kepada argumentasi dan bukti yang nyata. Dengan demikian, menanamkan keyakinan bukan dengan mengajarkan ketrampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan al Quran dan tafsirnya, hadits dan maknanya serta sibuk dengan ibadah-ibadah. Kita perlu membuat suasana lingkungan yang mendukung, memberi teladan pada anak, banyak berdoa untuk anak, dan hendaknya kita tidak melewatkan kejadian sehari-hari melainkan kita menjadikannya sebagai sarana penanaman pendidikan baik itu pendidikan aqidah maupun pendidikan lainnya.”
Anda juga bisa menambahkan bercerita tentang hal-hal menyenangkan yang ada di syurga (iman hari akhir, targhib), sekaligus untuk merubah suasana hati anak yang lagi sedih supaya berubah menjadi ceria dan lupa akan rasa sakitnya. Misalnya dengan kata-kata:
“Di surga nanti ada sungai madu, sungai susu, banyak buah-buahan, baunya harum, rumahnya begini begini, pintunya ada 8 (sambil menunjukkan jml jari 8 -> pelajaran berhitung, pengenalan konsep bilangan)… bla..bla..bla..” Bisa juga ketika menyebut kata susu, sertakan bahasa arabnya “labanun” buah-buahan “fakihatun” pintu “babun” (masuk sekalian deh pelajaran bahasa arab).
Ibu ingin tahu ada apa saja di syurga? Bisa merujuk pada buku http://toko-muslim.com/buku-tamasya-ke-syurga/ atau ada juga buku saku kecil yang murah dari penerbit media hidayah (lupa judulnya) atau mungkin bisa cari referensi di http://yufid.com/
Anda juga bisa menambahkan bercerita, “Nanti mudah-mudahan kita bisa berkumpul sumua di syurga. Mas Said, sama ayah, sama ibu, sama dek auf, sama siapa lagi?” biasanya kalau Said seneng bagian ini, langsung nyebutin orang-orang yang dia sayangi “Sama om ido, mbah uti, mbah akung, bude watik, mas abit cs, apak iyan, andung, gaek, apak iyo” Kl apak iir sm uni niya jarang kontak sama said, jadi biasanya saya atau ayahnya Said yang nambahin “apak iir sama uni niya”
Cerita dilanjutkan bisa merembet ke amal2 yang bisa mengantarkan ke syurga, misalnya:
“Iya, om ido kalau di rumah suka bantuin mbah uti cuci piring (pembelajaran dg keteladanan dr orang-orang yan dia sayangi), kalau bantuin ibu kan dapat pahala bisa buat masuk syurga. Kayak mas said dulu jg perah bantuin ibu cuci piring (padahal bantuinnya acak-acakan : p). Ibu seneng dibantuin mas Said cuci pring. Nanti mas said rajin bantuin ibu ya.. biar pahalanya banyak. Barakallahu fik..” (motivasi amal baik, sekaligus bercerita supaya suasana hati anak menjadi seneng)
Setelah diobatin dan suasana hati anak membaik, bisa diajak aktifitas yang menyenangkan supaya lupa rasa sakit. Misal “Yuk kita main tebak-tebakan.” Hohoho.. si ibu “licik” ternyata main tebak-tebakan huruf (masuk deh pelajaran membaca). Kalau nebak 5 huruf bener, dikasih hadiah. Berarti sembari tebak-tebakan huruf, menghitung huruf juga (masuk lagi deh pelajaran berhitung, pengenalan konsep bilangan)
Dan ternyata hadiahnya apa?
Hadiahnya adalah stiker kecil-kecil untuk di tempel di buku stiker (buku khusus untuk tempat nempel hadiah stiker). Pengalaman dari ngajar TK, pakai metode hadiah ini, anak2 seneng. Ternyata anak sendiri juga seneng hadiah ini (stiker). Ponakan juga suka pakai metode stiker. (Om ido katanya kalau sudah selesai skripsi juga mau dikasih hadiah stiker lho.. kata bude watik. : p)
Hohoho.. si ibu “licik” ternyata hadiah stikernya gambar “thoiratun, jawwalatun, burtuqalun, sayyaratun, dll” (masuk lagi deh pelajaran bahasa arab)
Dan seterusnyaa kegiatan bisa dilanjutkan…, bisa dikreasi macam-macam oleh ibu.
Studi banding:
Coba bandingkan kasus ibu 1 dan kasus ibu 2. Si ibu sama-sama mempunyai kesempatan yang sama. Tapi apa yang bisa didapat ibu 1 dan ibu 2 dari kesepatan yang sama tersebut? Jauh berbeda.
So.. jadilah IBU yang CERDAS!
(ini adalah motivasi terutama untuk saya sendiri supaya tidak melewatkan begitu saja kesempatan-kesempatan ketika bersama anak. Karena sering kali kesempatan terlewat karena pas sibuk jualan clodi –semoga kelak di http://toko-muslim.com/ ada orang lain yang bisa ngurus lapak clodi saya, atau mungkin toko muslim tidak usah jualan clodi lagi saja ya…-, atau kecapekan, atau karena alasan-alasan lain yang sebenarnya tidak bermutu)
So.. Siapa bilang kalau akhwat itu ga perlu pinter. Beberapa orang beranggapan, punya anak akhwat ma gampang, dipondokin lulus cariin suami. Selesai. Gak perlu pendidikan yang ekstra, toh nanti ujungnya dirumah juga ngurus rumah sama masak.
Na.. justru karena anak perempuan itu nanti ujungnya ngurusin rumah (termasuk ngurusin anak), dia butuh ekstra pendidikan. Karena dia bakal jadi calon madrasah buat anak-anaknya. Perlu bekal ekstra (Terutama yang terkait dengan amanahnya nanti menjadi istri dan ibu). Ada nasehat yang sangat bagus dari buku al wajiz fit tarbiyah, semoga di lain kesempatan bisa mengulasnya.
So.. siapa bilang cari akhwat (istri) itu yang penting cantik, pinter masak dan pinter dandan. (Untungnya kriteria suami saya bukan ini. Secara saya tidak masuk criteria dong : D) Istri kan bakalan jadi pendidik buat anak-anak dia kelak. Kalau pilih sekolah buat anak bukan pilih yang bangunannya bagus kan? Begitu juga pilih calon ibu buat anak ^^ (kalau masalah cantik mah, jangan dijadiin kriteria, sifatnya bonus aja kalau ternyata dapet yang cantik berarti bonus)
Terinspirasi dari sebuah status yang pernah saya buat, seorang sahabat memberi masukan untuk membuat note maka jadilah tulisan ini. Ternyata kok malah jadi panjang lebar kemana-mana ^^
toko-muslim.com

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More