B : “Baiklah, akan ana jelaskan, dengarkan baik2…
Kalimat Laa ilaaha illallah mempunyai 2 makna, yaitu:
1. Tidak ada Tuhan selain Allah.
2. Tidak ada tuhan (“t” kecil) selain Tuhan (“t” besar).”
Kalimat Laa ilaaha illallah mempunyai 2 makna, yaitu:
1. Tidak ada Tuhan selain Allah.
2. Tidak ada tuhan (“t” kecil) selain Tuhan (“t” besar).”
A : “Tidak ada tuhan selain Allah? Apa arti dari kata ‘Tuhan’ pada kalimat tersebut, pak dosen?”
B : “Tuhan artinya Sang Pencipta, Pemberi rizki, dan Pengatur alam semesta.”
B : “Tuhan artinya Sang Pencipta, Pemberi rizki, dan Pengatur alam semesta.”
A : “Kalau Tuhan diartikan hanya sebagai Sang pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam semesta, berarti orang2 musyrikin Mekkah pada zaman Nabi Muhammad juga termasuk muslim, bukan orang musyrik, tapi kenapa mereka diperangi sama Nabi?”
B : “Siapa yang bilang kalo mereka juga muslim?? Mereka tetap musyrik!”
A : “BUkankah mereka juga mengakui dan mempercayai kalau Tuhan mereka adalah Allah, yang telah menciptakan mereka, memberi rizki mereka dan mengatur alam semesta ini?!
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, ’Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab,’Allah’” (QS. Yunus [10]: 31).
Ayat tersebut ditujukan kepada kaum musyrikin pada waktu itu yang juga menyakini bahwa Tuhan mereka adalah Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, dan Pengatur alam semesta. Kalau mereka mengakui juga seperti itu, lantas kenapa mereka tetap musyrik dan diperangi??”
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, ’Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab,’Allah’” (QS. Yunus [10]: 31).
Ayat tersebut ditujukan kepada kaum musyrikin pada waktu itu yang juga menyakini bahwa Tuhan mereka adalah Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, dan Pengatur alam semesta. Kalau mereka mengakui juga seperti itu, lantas kenapa mereka tetap musyrik dan diperangi??”
B : (Glek…!) “Maaf, Tuhan itu bermakna Sesembahan. Jadi Laa ilaaha illallah maknanya adalah ‘Tidak ada sesembahan selain Allah’.”
A : “Tidak ada sesembahan selain Allah??… Hmmm….
Berarti Nabi Isa adalah Allah? Sesembahannya kaum musyrikin Mekkah seperti Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, Nasr, Latta, Uzza, dan Manat semuanya adalah Allah?”
Berarti Nabi Isa adalah Allah? Sesembahannya kaum musyrikin Mekkah seperti Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, Nasr, Latta, Uzza, dan Manat semuanya adalah Allah?”
B: “Tidak! Siapa yang bilang mereka adalah Allah? Mereka adalah berhala2, bukan Allah!”
A : “Coba bapak cermati, kalimat ‘Tidak ada sesembahan kecuali Allah’, artinya sama dengan ‘Semua sesembahan adalah Allah’. Contoh lain adalah ketika kita mengatakan, ‘Tidak ada pendaki gunung kecuali memiliki senter’ maka artinya sama dengan ‘Semua pendaki gunung memiliki senter.”
Berarti semua sesembahan yang disembah di dunia ini adalah Allah? Jika mengikuti makna dari pemahaman bapak.
Firman Allah Ta’ala, “Mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan” (QS. Yasin [36]: 73).
Kesimpulannya, memaknai ‘laa ilaaha illallah’ dengan ‘tidak ada sesembahan selain Allah’ adalah tidak tepat karena realita menunjukkan bahwa di dunia ini terdapat sesembahan-sesembahan yang lain selain Allah Ta’ala. Bahkan Allah sendiri mengakui bahwa memang terdapat sesembahan selain Dia.”
Berarti semua sesembahan yang disembah di dunia ini adalah Allah? Jika mengikuti makna dari pemahaman bapak.
Firman Allah Ta’ala, “Mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan” (QS. Yasin [36]: 73).
Kesimpulannya, memaknai ‘laa ilaaha illallah’ dengan ‘tidak ada sesembahan selain Allah’ adalah tidak tepat karena realita menunjukkan bahwa di dunia ini terdapat sesembahan-sesembahan yang lain selain Allah Ta’ala. Bahkan Allah sendiri mengakui bahwa memang terdapat sesembahan selain Dia.”
B : “Jadi, apa makna yang benar dari kalimat Laa ilaaha illallah menurut anda?”
A : “Makna yang tepat adalah La ma’buda bihaqqin illallah, yaitu tidak ada sesembahan yang berhak (benar) disembah kecuali Allah, atau Laa ilaaha haqqun illallah. Dalilnya firman Allah Ta’ala yang artinya, “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah (sesembahan) yang haq (benar). Dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain Allah itulah (sesembahan) yang batil” (QS. Luqman [30]: 31).
Inilah kenapa kaum musyrikin Mekkah enggan menerima dan mengucapkan kalimat ini. kalimat ini menuntut kita untuk menyembah hanya kepada Allah ta’ala dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, entah itu malaikat, nabi, orang salih, jin, matahari, pohon, apalagi batu. Dan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah harus meyakini bahwa segala bentuk ibadah, entah itu shalat, puasa, nadzar, sembelihan, meminta perlindungan dan keselamatan, dan lain sebagainya hanya boleh ditujukan kepada Allah.”
Inilah kenapa kaum musyrikin Mekkah enggan menerima dan mengucapkan kalimat ini. kalimat ini menuntut kita untuk menyembah hanya kepada Allah ta’ala dan mengingkari segala sesembahan selain-Nya, entah itu malaikat, nabi, orang salih, jin, matahari, pohon, apalagi batu. Dan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah harus meyakini bahwa segala bentuk ibadah, entah itu shalat, puasa, nadzar, sembelihan, meminta perlindungan dan keselamatan, dan lain sebagainya hanya boleh ditujukan kepada Allah.”
B : “Anda telah berbuat Bid’ah! Anda telah menambahkan kalimat lain kedalam kalimat Laa ilaaha illallah, menjadi Laa ilaaha haqqun illallah atau La ma’buda bihaqqin illallah. Kenapa kalimat tersebut ditambahkan dengan kata ‘haqqun’? Apakah itu bukan bid’ah?”
A : “Dijelaskan oleh ulama, karena kaidah bahasa Arab menuntut agar kalimat tersebut disampaikan secara ringkas, namun dapat difahami oleh setiap orang yang mendengarnya. Meskipun kata ‘haqqun’ dibuang, namun orang-orang musyrik jahiliyyah dahulu telah memahami bahwa ada satu kata yang dibuang (yaitu ‘haqqun’) dengan hanya mendengar kalimat “laa ilaaha illallah”. Karena bagaimanapun, orang-orang musyrik jahiliyyah adalah masyarakat yang fasih dalam berbahasa Arab. (Lihat At-Tamhiid, hal. 77-78).
Yang sebenarnya bid’ah adalah ketika kalimat tersebut diartikan dengan makna yang tidak sesuai dengan makna sebenarnya, yaitu seperti mengartikan Tuhan sebatas keyakinan orang-orang awwam, atau mengartikan menjadi ‘Tidak ada tuhan (“t” kecil) selain Tuhan (“t” besar)’. Wallahu a’lam.”
Yang sebenarnya bid’ah adalah ketika kalimat tersebut diartikan dengan makna yang tidak sesuai dengan makna sebenarnya, yaitu seperti mengartikan Tuhan sebatas keyakinan orang-orang awwam, atau mengartikan menjadi ‘Tidak ada tuhan (“t” kecil) selain Tuhan (“t” besar)’. Wallahu a’lam.”
B : (Glek…lagi).
Oleh Abu Fahd Negara Tauhid
Sumber: http://www.facebook.com/negara.tauhid/posts/1609066363881?ref=notif¬if_t=feed_comment
0 comments:
Post a Comment