Oleh: Wira Mandiri Bachrun
Istiqamah ternyata tidaklah semudah mengucapkannya. Ketika seorang muslim hendak berdiri tegak dan berjalan di atas syariat Allah ada saja rintangan yang menghadapinya. Bisa saja itu godaan dari luar, maupun hawa nafsu yang muncul dari dalam dirinya sendiri.
Seseorang mungkin telah tahu bahwa suatu perkara misalnya, hukumnya adalah haram. Allah telah melarangnya dengan pengharaman yang keras. Namun godaan yang terus-menerus menerpa dirinya membuat goyah, lemah dan akhirnya dia pun terjatuh dalam keharaman tersebut. Sebaliknya, seseorang juga mungkin telah mengilmui, bahwa suatu perkara adalah wajib untuk ia lakukan. Dia tahu kalau dia meninggalkan perkara tersebut dia akan terjatuh ke dalam dosa. Akan tetapi, karena hawa nafsunya yang cenderung kepada kejelekan, akhirnya dia pun malas dan melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah tersebut.
Ini sekedar gambaran tentang betapa sulitnya untuk istiqamah di jalan Allah. Susahnya kita untuk 100% bisa tegak menjalankan perintah Allah, dan tak bergeming sedikit pun untuk melakukan kemaksiatan kepada-Nya.
Insya Allah, keempat cara yang disampaikan oleh Asy-Syaikh Abdullah bin Jarullah berikut bisa membantu kita agar bisa istiqamah. Keempat cara ini merupakan langkah-langkah perbaikan diri yang efektif untuk menjaga keistiqamahan.
Empat cara itu adalah:
1. Senantiasa Bertaubat kepada Allah
Bertaubat adalah melepaskan dosa dan kemaksiatan, kemudian menyesali dan bertekad untuk tidak akan kembali kepada dosa dan kemaksiatan tersebut. Bacalah firman Allah berikut,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur: 31)
Dan juga,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahrim:
2. Selalu Merasa Diawasi oleh Allah
Ini yang mungkin sering dilupakan banyak orang. Sadarkah kita kalau Allah senantiasa mengawasi kita? Sadarkah kita kalau semua gerak-gerik kita diketahui oleh-Nya? Mungkin Anda tidak bisa istiqamah karena Anda lupa firman Allah ini,
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya! (Al-Baqarah: 235)
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١)
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (An-Nisa: 1)
3. Melakukan Koreksi Diri
Di dalam Al-Quran, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)
Yang dimaksud dengan firman Allah, “Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok,” maksudnya adalah perintah untuk mengoreksi diri atas semua yang telah dilakukannya untuk hari esok (hari akhirat).
Coba perhatikan apa saja yang diinginkan dengan mengoreksi diri di sini:
- Jika dia melihat kekurangan dirinya dalam perkara yang wajib, maka hendaknya dia mencela dirinya. Jika amalan itu bisa diqadha, maka hendaklah dia meng-qadha. Apabila itu bukan amalan yang bisa di-qadha, hendaknya dia tutup dengan memperbanyak amalan sunnah.
- Jika dia melihat kekurangan dalam amalan sunnah, maka hendaknya kekurangan tersebut diganti dan ditutupi, dan
- Apabila dia melihat suatu kerugian karena dia melakukan larangan Allah, hendaknya dia memohon ampun, menyesal, kembali, dan melakukan kebaikan yang bisa memperbaiki kerusakan.
4. Berjuang Keras (Mujahadah) dalam memperbaiki diri
Musuh terbesar yang harus kita lawan agar istiqamah adalah nafsu yang ada pada dirinya. Hawa nafsunya lah yang menjerumuskan dia ke dalam berbagai macam kemaksiatan. Allah berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan. (Yusuf: 53)
Hendaknya kita bisa mendidik hawa nafsu kita menjadi tenang, suci, dan baik. Seorang muslim harus berjihad melawan hawa nafsunya agar dia dapat meraih kemuliaan dan keridhaan Allah Yang Maha Tinggi. Ingatlah firman Allah,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (٦٩)
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut: 69)
Demikianlah empat cara yang beliau sampaikan. Insya Allah dengan mengamalkannya kita bisa selalu istiqamah di jalan Allah ini. Oh ya, jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah agar dianugerahkan istiqamah, berdoa dengan doa mustajab yang tidak bosan untuk diulang-ulang sebagaimana dalam hadits riwayat Al-Bukhari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang bangun tidur pada malam hari kemudian membaca,
لاَ إِلَهِ إِلاَّ اللّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ، سُبْحَانَ اللّهُ وَالْحَمْدُلِلَّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرْ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّهِ
Tidak ada sesembahan yang haq selain Allah semata, tiada sekutu baginya. Bagi-Nya-lah seluruh kerajaan dan pujian. Dan Dia Maha Menentukan segala sesuatu. Maha suci Allah dan dan segala puji bagi-Nya. Dan Tiada sesembahan yang haq melainkan Allah dan Allah Maha Besar. Tiada daya dan upaya kecuali dengan seizin Allah.
Lalu dia berkata,
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ
Wahai Rabb-ku ampunilah aku.
Atau jika dia berdoa, maka akan dikabulkan. Apabila dia berwudhu kemudian shalat, maka shalatnya akan diterima.
(HR. Al-Bukhari).
Wallahu ta’ala a’lam bisshawab.
Sumber:
Istiqamah, Syaikh Abdullah bin Jarullah dalam buku terjemahan Kiat Menghindari Maksiat, Maktabah Salafy Press, Tegal, 2003.
0 comments:
Post a Comment