Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Baru saja kami menerima pertanyaan singkat, “Apakah bisa berqurban atas nama ibu yang sudah meninggal?”
Lalu kami mendapatkan jawaban dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Rosyid bin ‘Abdillah Al Ghofiliy dalam buku kecil beliau yang menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Di antaranya beliau menerangkan mengenai kesalahan yang dilakukan oleh orang yang berqurban. Beliau berkata,
7 – Di antara kekeliruan yang dilakukan oleh orang yang berqurban adalah bersengaja menjadikan (niat) qurban untuk mayit (orang yang telah tiada). Ini jelas keliru karena asalnya qurban diperintahkan bagi orang yang hidup (artinya yang memiliki qurban tadi adalah orang yang hidup, pen). Namun dalam masalah pahala boleh saja berserikat dengan orang yang telah tiada (mayit). Yang terakhir ini tidaklah masalah. Adapun menjadikan niat qurban tadi untuk si mayit seluruhnya, ini jelas tidak ada dalil yang mendukungnya.
Dalam penjelasan di halaman selanjutnya beliau hafizhohullah menjelaskan,
Jika yang berdo’a dengan do’a, “Ya Allah jadikanlah pahala qurban ini seluruhnya untuk kedua orang tuaku yang telah tiada”, ini sama sekali tidak ada dalil yang mendukungnya, ini termasuk perkara (amalan) yang mengada-ada. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-ada dalam urusan (agama) kami yang tidak ada dasarnya, maka amalannya tertolak” (Muttafaqun ‘alaih)
Diambil dari buku Syaikh Muhammad bin Rosyid bin ‘Abdillah Al Ghofiliy yang berjudul “Min Akhtoi fil ‘Usyri’, terbitan Darul Masir, cetakan pertama, Dzulhijjah, 1417 H, hal. 20-21.
Intinya di sini, tidak perlu berniat qurban khusus untuk si mbah atau ibu yang telah tiada. Artinya berniat atas nama mereka, itu tidaklah tepat. Namun dalam masalah, jangan khawatir mereka pun bisa mendapatkannya. Yang sebagai dalil adalah hadits berikut,
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142). Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8/125, Mawqi’ Al Islam). Baca bahasan hukum qurban secara kolektif di sini untuk mendapatkan penjelasan tambahan. Simak pula ulasan hikmah berqurban di sini.
Wallahu waliyyut taufiq. Walhamdulillahi robbil ‘alamin.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA
7 Dzulqo’dah 1432 H, 05/10/2011 di pagi hari yang barokah
0 comments:
Post a Comment