Tanya:
Assalamu ‘alaikum. Saya ingin bertanya, bukankah takdir seseorang telah ditentukan oleh Allah (hidup, masa depan, dan mati). Tapi apakah Allah juga menakdirkan seseorang masuk neraka karena sudah ditakdirkan mati dengan cara bunuh diri. Demikian pertanyaan saya, mohon dijawab supaya tidak hanya jadi angan-angan saya. Terima kasih. Wassalam.
Jawab:
Dijawab oleh Abu Yusuf Abdurrahman :
Wa’alaikumussalam. Seluruh takdir manusia telah Allah tulis di Lauhul Mahfuzh semenjak sebelum diciptakannya langit
dan bumi sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash
radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah menuliskan takdir-takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.” Allah mengetahui semua perkara hamba baik secara global maupun secara rinci.
Allah juga telah menetapkan siapa saja yang akan masuk ke dalam surga dan siapa saja yang akan masuk ke dalam neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١١٩)
“Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, ‘Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.’” [Hud:119].
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, “Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menetapkan dalam Qadha` dan Qadar-Nya (takdir-Nya) -didasari Ilmu-Nya yang sempurna dan Kebijaksanaan-Nya yang luas- bahwa sebagian makhluk-Nya ada yang berhak untuk masuk ke dalam surga dan ada pula yang berhak masuk ke dalam neraka.”
Demikanlah, Dia telah menetapkan siapa yang masuk ke dalam neraka karena Dia telah mengetahui bahwa hamba itu akan bermaksiat kepada-Nya. Inilah keadilan Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat Yang Maha Mengetahui segala urusan hamba-Nya.
Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa jangan sampai seseorang berdalih dengan takdir untuk melegalkan perbuatan maksiat yang dia lakukan atau meninggalkan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Rasulullah r bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ: اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ
“Tiada seorang pun kecuali telah ditetapkan tempatnya di neraka atau di surga.” Maka para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bergantung kepada ketentuan yang telah dituliskan untuk diri kita dan kita meninggalkan beramal?” Rasulullah pun menjawab, “Beramallah! Setiap orang dimudahkan untuk apa yang dia diciptakan. Adapun orang yang berbahagia, maka dia akan dimudahkan untuk mengamalkan orang yang berbahagia. Adapun orang yang sengsara, maka dia akan dimudahkan untuk mengamalkan perbuatan orang yang sengsara.” [H.R. al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aliradhiyallahu ’anhu].
Allahu a‘lam.
Sebarkan tulisan ini :
0 comments:
Post a Comment