Share
div id='fb-root'/>

Friday, September 30, 2011

Kesabaran Seorang Istri

Share on :


Sabar
Sabar
Oleh Abu Ahmad dan Ummu Ahmad
Segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Salam dan sholawat semoga selalu tercurah kepada seutama-utama pendidik, Rosululloh Muhammad, keluarga, para sahabat, serta para pengikutnya dengan baik hingga hari kiamat.
Kehidupan ini penuh dengan tantangan dan kesulitan. Ia bukanlah tempat hunian yang penuh bertaburkan bunga dan bukan pula “bulan madu”(1) seperti yang banyak digambarkan dan dibayangkan oleh kebanyakan wanita. Akan tetapi, seorang wanita harus memahami bahwa dirinya mau tidak mau harus mengemban tanggung jawab dan pengorbanan berat yang bagi seorang muslimah hal ini dianggap sebagai bentuk manisnya iman.
Jika wanita muslimah mengetahui hal tersebut, tentu dia akan mampu menghadapi kehidupan ini, mengendalikan kecenderungan nafsu, menahan bisikan-bisikan setan, tidak tunduk kepada syahwatnya, serta lapang dada dan tabah menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Dia tidak menampakkan kejenuhan dan kebosanan terhadap suami (khususnya), atau terhadap orang lain, atau bahkan terhadap orang yang paling dekat dengannya, ayah ibunya. Dia akan menampakkan diri sebagai orang yang sabar dan ridho terhadap taqdir Alloh.
Teladan Ketabahan Ummu Sulaim
Seorang muslimah harus memiliki kesabaran yang tinggi. Contoh paling baik dalam hal ini adalah keteguhan Ummu Sulaim di hadapan suaminya tatkala anaknya meninggal dunia. Disebabkan ketinggian sifatnya ini, Rosululloh melihatnya berada di dalam surga.
Disebutkan dalam sebuah riwayat, pada saat anaknya meninggal dunia, Ummu Sulaim berkata kepada semua anggota keluarganya: “Janganlah kalian mengabarkan kepada Abu Tholhah tentang kematian anaknya sehingga aku sendiri yang mengabarkannya.” Tatkala Abu Tholhah pulang ke rumah, Ummu Sulaim menyajikan makan malam, lalu dia berhias diri lebih baik dari biasanya. Abu Tholhah pun ingin menggaulinya.
Setelah dilihatnya Abu Tholhah memperoleh kepuasan, Ummu Sulaim berkata: “Wahai Abu Tholhah, bagaimana pendapatmu andaikata ada segolongan orang meminjamkan suatu pinjaman kepada suatu keluarga lalu mereka mengambil barang pinjamannya, apakah keluarga tersebut boleh menghalanginya?”
Abu Tholhah menjawab: “Tidak.” Ummu Sulaim berkata: “Maka carilah keridhoan Alloh dengan kematian anakmu!” (HR. Muslim)
Bandingkan antara tindakan Ummu Sulaim ini dengan para wanita yang mondar-mandir di ambang pintu, menunggu kedatangan suaminya untuk mengadukan berbagai keluh kesah dan kepedihan.
Kepedihan dan kesulitan hidup sedahsyat apapun yang dihadapi oleh seorang istri, ia harus menghadapinya dengan penuh perjuangan. Penderitaan saat mengandung, melahirkan, dan berbagai kesulitan lain dalam hidup yang dihadapi istri—yang menghendaki keutuhan rumah tangganya—harus dipikul tanpa keluhan dan kegundahan. Jika hal ini dilakukan, rumah tangga akan terjaga dari cacat dan kelemahan yang disebabkan oleh kesulitan hidup dan minimnya kesabaran.
Dengan kesabaran tanpa disertai kecemasan, hidup akan terasa manis dan jiwa menjadi terkontrol. Dengan ketabahan wanita dalam menghadapi tantangan, cinta kasih akan tetap subur.
Bukti Kesabaran Seorang Istri
Kehidupan yang telah kita jalani selama ini memberikan banyak pengalaman tentang tantangan dan kesulitan di tengah kehidupan rumah tangga. Kesulitan-kesulitan tersebut sangat memungkinkan untuk dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Hal ini pula yang harus banyak dipelajari oleh para wanita. Sayangnya, banyak di antara mereka belajar dari pengalaman yang tidak berguna.
Sungguh baik perkataan Abu Darda’ kepada istrinya: “Jika engkau melihatku sedang marah maka buatlah aku ridho dan jika aku melihatmu sedang marah maka aku akan membuatmu menjadi ridho. Jika tidak, kita tidak akan menyatu.” Inilah pengaruh bimbingan al-Qur’an, sebagaimana firman Alloh (artinya):
… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Alloh menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imron [3]: 134)
Di antara gambaran hikmah dan kesabaran wanita, ia tidak boleh meminta cerai kepada suaminya. Dari Tsaubah , dia berkata: Rosululloh bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا مِنْ غَيْرِ بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.

Wanita mana saja yang meminta talak kepada suaminya tanpa alasan, haram baginya aroma surga.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi sedangkan beliau menghasankannya)

Wanita Kehilangan Jati Dirinya

Kemajuan teknologi di bidang informasi saat ini sudah menyeruak sedemikian rupa sehingga media masa elektronik maupun cetak bisa sampai ke masyarakat sampai ke pelosok desa dan telah banyak mengotori fithroh wanita sebagai sosok manusia yang lekat dengan suami, rumah, dan anak. Sebagai akibatnya wanita tidak lagi betah tinggal di rumah untuk melayani suami, mengurus anak, dan rumah tangganya. Mereka berbondong-bondong keluar memadati jalan-jalan, perkantoran, pertokoan, tempat-tempat yang tidak layak untuk perempuan — seperti di pabrik-pabrik, di proyek-proyek, di bengkel-bengkel; bahkan tak sedikit wanita yang bekerja sebagai sopir angkot maupun bus yang sangat berisiko baginya.
Mereka rela menyerahkan suami dan anaknya kepada pembantu atau orang tuanya yang dulu sudah capai mengurusnya. Namun, disebabkan orang tuanya dulu melakukan hal yang serupa, anaknya pun kini melakukan hal yang sama kepadanya. ‘Iyadzan billah.
Kondisi seperti ini dapat dengan mudah kita temui, baik di desa maupun kota. Memang sangat memprihatinkan, kebanyakan mereka tidak memahami apa arti hidup, untuk apa dia hidup, dan hendak ke mana setelah dia hidup?
Mereka tidak mengenal siapa yang menciptakan dirinya, untuk apa dia diciptakan, dan kewajiban apa yang harus ditunaikan kepada penciptanya.
Ada suatu kejadian, seorang muslimah berkerudung dan bertitel sarjana pendidikan akan mendaftar sebagai tenaga pengajar di sebuah lembaga pendidikan Islam. Saat diwawancarai oleh panitia dan ditanya “di mana Alloh”, dia terdiam agak lama. Setelah panitia mengulangi pertanyaannya, barulah dia menjawab bahwa Alloh itu ada di hati. Panitia menegaskan lagi: “Berarti menurut Ibu, Alloh itu banyak, karena ada di setiap hati manusia sedangkan manusia jumlahnya banyak.” Dia menjawab: “Bukan begitu, kita meyakini bahwa Alloh itu satu, tetapi Alloh itu dekat dengan kita.”
Yang sangat menarik dari kejadian tersebut, seusai wawancara si ibu tersebut menemui salah satu panitia puteri lalu dia menangis. Mengapa? Karena pertanyaan serupa sering ditanyakan oleh anaknya saat mau tidur dan dia tidak bisa menjawab. Semoga Alloh mengaruniakan hidayah kepada ibu tersebut ke dalam Islam di atas pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Mungkin bagi sebagian muslimah—bahkan kebanyakan orang—masalah ini(2)  tidak dianggap penting. Padahal masalah ini adalah masalah fundamental yang harus diketahui oleh setiap muslim. Mereka mungkin hanya tahu bahwa tuhannya adalah Alloh, agamanya Islam, dan nabinya adalah Nabi Muhammad . Namun pengetahuannya hanya sebatas itu, tanpa mengetahui makna, rukun, syarat maupun konsekuensi-konsekuensinya (yang tidak mungkin dibahas di sini).
Barangkali secara sepintas orang mengatakan bahwa jawaban ibu itu benar, tetapi ternyata jawaban tersebut bertentangan dengan dalil yang menetapkan bahwa Alloh itu bersemayam di atas Arsy. Jawaban ibu tersebut mencerminkan betapa minimnya pengetahuan agama para wanita muslimah—terlebih lagi masyarakat kita—sampai-sampai tentang hal yang sangat mendasar sekalipun tidak mereka ketahui sementara gelar sarjana sudah mereka sandang.
Oleh karena itu, wahai saudariku — khususnya para istri muslimah, pelajarilah agama kalian dengan sungguh-sungguh dan bersabarlah dalam menuntut ilmunya, setelah itu amalkan dan bersabarlah pula dalam mengamalkannya, karena setan—musuhmu yang nyata, baik dari kalangan jin maupun manusia—tidak akan membiarkanmu berada dalam kebaikan. Berdo’alah selalu kepada Alloh dalam menunaikan amanah agamamu, serta amanah suami dan anak-anakmu.
Saudariku tercinta, carilah pahala dari Alloh!
Agar anda merasakan kebahagiaan rumah tangga, hendaknya anda ketahui bahwa ganjaran dan pahala menanti anda atas ketaatan kepada suami serta hubungan baik anda dengannya. Sungguh benar sabda Rosululloh :

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ.

“Jika seorang wanita sholat lima waktu, berpuasa sebulan penuh, menjaga kemaluannya, dan taat pada suaminya, maka akan dikatakan padanya: ‘Masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.’” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani dan lainnya)
Beliau juga bersabda: “Maukah kalian aku kabari tentang wanita (istri) kalian di surga?” Mereka berkata: “Mau, wahai Rosululloh.” Beliau berkata: “Setiap wanita yang pencinta dan subur, jika ia marah atau dikasari atau dimarahi oleh suaminya ia berkata: ‘Ini adalah tanganku di tanganmu, aku tidak akan bercelak atau memakai celak sampai engkau ridho.’” (HR. Daruquthni dan Thobroni)
Aduhai, betapa indah ketabahan dan kesabaran seorang istri yang disebutkan oleh Rosululloh. Betapa tulusnya permintaan maaf yang ia ucapkan kepada suaminya tercinta. Sungguh hal itu tidaklah timbul melainkan dari sikap ketabahan dan kesabaran yang tinggi pada seorang istri. Dan sekali lagi, ini adalah gambaran betapa indahnya harapan seorang wanita di sisi suaminya, yang mana dalam segala keadaan ia hanya berharap keridhoan suaminya untuk mendapatkan keridhoan Robbnya demi surga-Nya.
Ada hal yang sangat penting untuk kita ingat, apapun yang anda lakukan tergantung pada niat anda. Tatkala anda berbuat baik kepada suami, melakukan hubungan baik dengannya, dan taat kepadanya sebagai bentuk ketaatan kepada Alloh , niscaya anda telah melakukan hal tersebut. Jika anda berniat tatkala mendidik anak lantaran ingin menyiapkan pemuda sholih dan generasi mu’min niscaya anda telah melakukan hal itu. Begitu pula makan, minum, dan tidur anda jika disertai dengan niat taqwa kepada Alloh niscaya anda telah melakukan hal itu.
Dengan demikian, hidup anda akan berubah menjadi kemenangan, pahala, dan keuntungan. Itu pun masih ditambah lagi dengan bagian yang akan anda peroleh di akhirat. Tanpa diragukan lagi, hal ini akan menanamkan kebahagiaan, ketenteraman jiwa, dan ketenangan hati. Nabi bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذٰلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.

Sesungguhnya Alloh telah menetapkan kebaikan dan keburukan lalu menjelaskannya dalam kitabnya. Maka, barang siapa yang menginginkan kebaikan dan belum melakukannya niscaya Alloh menuliskan baginya satu kebaikan, jika ia menginginkan kebaikan dan melakukannya niscaya Alloh menulis untuknya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus lipat sampai dengan kelipatan yang banyak. Barang siapa yang menginginkan satu keburukan lalu ia tidak melakukannya maka Alloh mencatat baginya satu kebaikan, dan jika ia menginginkan satu keburukan dan melakukannya niscaya Alloh mencatat baginya satu keburukan.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Senantiasa bermunajatlah kepada Alloh!
Saudariku istri muslimah, janganlah kehidupan dunia membuat kalian lalai dari mengingat Alloh. Ketahuilah, dunia ini — sebagaimana yang dikatakan Ali bin Abi Tholib : “Halalnya adalah perhitungan dan haramnya adalah neraka.”
Sabda Rosululloh (artinya):
“Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya maka Alloh akan membuat perkaranya berantakan dan menjadikan kemiskinan di depan kedua matanya serta tidaklah datang dunia kecuali yang telah ditentukan kepadanya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya maka Alloh akan mengumpulkan perkaranya dan dijadikan kaya di dalam hatinya dan dunia akan datang dengan sendirinya.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shohih)
Wahai saudariku kaum muslimat, ada baiknya bila kita senantiasa mengingat empat hal yang diwasiatkan oleh Imam Ahmad kepada umat ini, agar ketabahan senantiasa menjadi perisai dan kesabaran senantiasa menjadi sinar yang menerangi. Beliau pernah bertutur: “Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka tenteramlah jiwaku. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka aku pun disibukkannya. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka aku segera menyiapkannya. Dan aku tahu bahwa diriku tidak akan lepas dari pantauan Alloh, maka aku akan merasa malu kepada-Nya.”3
Jagalah hubungan kalian dengan Alloh, niscaya kalian akan mendapatkan kebahagiaan, ketenangan, dan ketenteraman jiwa. Alloh berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Alloh. Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram. (QS. ar-Ro’du [13]: 28)
Di antara penyebab senang dan gembira adalah berdzikir kepada Alloh. Sebaliknya, berpaling dari dzikir kepada Alloh serta dari ketaatan dan bersyukur kepada-Nya akan melahirkan kesengsaraan dan kesempitan di dunia dan di akhirat. Alloh berfirman:
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS. Thoha [20]: 124)
Saudariku istri muslimah, agar diri kalian bisa dekat dengan Alloh, lakukanlah hal-hal berikut ini dengan penuh kesabaran:
·  Jagalah sholat lima waktu pada waktunya.
·  Bersungguh-sungguhlah melakukan sholat sunnah.
·  Perbanyaklah dzikir kepada Alloh dan sholawat kepada Rosululloh.
·  Perbanyaklah do’a dan pujian, tunduk dan beristighfarlah kepada Alloh.
·  Senantiasa membaca al-Qur’an.
·  Komitmen dalam melakukan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang haram.
·  Jagalah hijab yang syar’i.
·  Sucikan rumah anda dari kemungkaran serta alat-alat yang sia-sia dan tak berguna.
Saudariku istri muslimah, kalian tidak bisa melakukan semua itu tanpa taufiq dan rohmat dari Alloh. Oleh sebab itu, mohonlah taufiq dan rohmat kepada-Nya serta bersabarlah dalam menunaikannya.
———————————————————————————–
1“Bulan madu” bukan istilah yang baik menurut syari’at Islam. Ia sekedar gambaran bagaimana pasutri terlelap dalam menikmati hari-harinya yang cenderung hanya memperhatikan kepuasan nafsu duniawi semata, lalai dari hakikat pernikahan yang sebenarnya. Maka waspadalah dari mengikuti kebiasaan orang non Islam. (red)
2 Yakni tentang pertanyaan: “Di mana Alloh?”
Manaqib al-Imam Ahmad, Ibnul Jauzi, cet. Maktabah al-Hani, Bab as-Siyaru, vol. 11 hlm. 485; Wafayat al-A’yan, op. cit., vol. 2 hlm. 27.
Sumber: http://almawaddah.co.nr/

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More