Sahabat seakidah, para pemuda muslim yang dirahmati Allāh. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat bersemangat untuk mencurahkan kebaikan kepada umatnya. Diantara buktinya adalah, beliau sempat untuk memberikan nasehat kepada sebagian sahabatnya di tengah-tengah perjalanan.
Imām Bukhari raḥimahullāh meriwayatkan hadits ini di dalam Shahihnya di dalam Kitab al-Jihad wa as-Siyar. Beliau menuturkan: Isḥāq bin Ibrāhim menuturkan kepada kami. Dia mendengar Yaḥya bin Adam. Yahya berkata: Abul Aḥwaṣ menuturkan kepada kami, dari Abū Ishāq, dari ‘Amr bin Maimūn, dari Mu`āż raḍiyallāhu’anhu. Mu`āż berkata,
“Aku pernah membonceng Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai yang bernama ‘Ufair. Ketika itu, beliau berkata kepadaku, “Wahai Mu`āż! Tahukah kamu apa hak Allāh atas hamba-hamba-Nya dan apakah hak hamba kepada Allāh?”Aku menjawab, “Allāh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”Maka, beliau pun bersabda, “Sesungguhnya hak Allāh atas hamba adalah mereka wajib beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba kepada Allāh adalah Allāh berjanji tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”Lalu aku mengatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullāh! Tidakkah sebaiknya kusampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?”Beliau menjawab, “Jangan kamu sebarkan berita itu, sehingga mereka akan bersandar karenanya.”(HR. Bukhari [2856], lihat Fath al-Bari cet. Dar al-Hadits [6/68-69])
Imām Muslim raḥimahullāh juga meriwayatkan hadits ini di dalam Ṣaḥīḥnya di dalam Kitab al-Imān dari jalur gurunya, Abū Bakr bin Abī Syaibah. Dia berkata: Abul Aḥwaṣ Sallam bin Sulaim menuturkan kepada kami, dari Abū Isḥāq, dari ‘Amr bin Maimūn, dari Mu`āż bin Jabal raḍiyallāhu’anhu (lihat Syarh Muslim li an-Nawawi cet. Dar Ibnu al-Haitsam [2/75])
Sahabat Periwayat Hadits
- Hadits ini diriwayatkan oleh seorang sahabat yang agung, Mu`āż bin Jabal bin ‘Amr bin Aus bin Ka’ab bin ‘Amr al-Khazraji al-Anṣāri, seorang tokoh yang populer dari kalangan sahabat.
- Beliau adalah seorang sahabat yang memiliki perbendaharaan ilmu dan pengetahuan hukum serta al-Qur`ān yang sangat luas.
- Beliau juga termasuk sahabat yang ikut serta dalam perang Badar dan peperangan-peperangan sesudahnya.
- Pada saat penaklukan kembali kota Mekah, Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengangkat beliau menjadi gubernur Mekah untuk mengajarkan kepada penduduknya ajaran-ajaran agama Islam.
- Kemudian, Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengutus beliau ke Yaman sebagai qāḍī/hakim sekaligus pengajar ilmu agama.
- Beliau wafat di Syam pada tahun 18 H dalam usia 38 tahun. Semoga Allāh meridhainya.
(lihat al-Mulakhaṣ fi Syarh Kitab at-Tauḥīd, hal. 21)
Pelajaran Dari Hadits
Syaikh Ṣālih al-Fauzān hafiẓahullāh menjelaskan, bahwa hadits yang agung ini mengandung banyak pelajaran berharga bagi kita. Diantaranya adalah:
- Kerendahan hati Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, yaitu tatkala beliau mau menunggangi keledai dan memboncengkan orang di atasnya, berbeda halnya dengan keadaan orang-orang yang memiliki sifat sombong
- Bolehnya memboncengkan orang lain di atas binatang kendaraan jika binatang tersebut memang kuat untuk membawanya
- Memberikan pengajaran ilmu melalui metode tanya jawab
- Hendaknya orang yang ditanya mengenai sesuatu yang dia tidak ketahui untuk menjawab, “Allāhu a’lam.”
- Mengetahui hak Allāh yang wajib ditunaikan oleh setiap hamba; yaitu untuk beribadah kepada-Nya semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun
- Bahwasanya orang yang tidak menjauhi syirik tidaklah dianggap beribadah kepada Allāh secara hakiki walaupun secara lahiriyah dia tampak melakukan ibadah kepada-Nya
- Besarnya keutamaan tauhid dan kemuliaan orang yang berpegang teguh dengannya
- Tafsiran mengenai tauhid yaitu beribadah kepada Allāh semata serta meninggalkan syirik
- Dianjurkan untuk menyampaikan suatu kabar gembira kepada sesama muslim sehingga akan membuatnya ikut merasa senang
- Diperbolehkan menyembunyikan ilmu -untuk sementara, pent- apabila memang ada kemaslahatan padanya
- Hendaknya seorang pelajar/murid menjaga adab/sopan santun kepada pengajar/gurunya (lihat al-Mulakhaṣ fī Syarh Kitāb at-Tauḥīd, hal. 22)
Keunikan Fiqih Imām Bukhari
Sebagaimana sudah diketahui oleh para penimba ilmu, bahwasanya Imām Bukhari raḥimahullāh memiliki keistimewaan di dalam mencantumkan hadits-hadits di dalam kitab Ṣaḥīhnya.Sebagian ulama mengatakan bahwa fiqih (kedalaman ilmu)Imām Bukhari bisa dilihat pada judul-judul bab yang dibuat olehnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa fiqih (kedalaman ilmu) Imām Bukhari bisa dilihat pada judul-judul bab yang dibuat olehnya. Misalnya, kita ambil contoh hadits yang sedang kita bicarakan ini…
Beliau mencantumkan hadits ini pada beberapa tempat di dalam Ṣaḥīḥnya, diantaranya:
- Di dalam Kitab al-Jihad wa as-Siyar. Di bawah judul bab Ismul Faras wal Himar, artinya “penamaan kuda dan keledai”. Imām Ibnu Hajarmenjelaskan, “Maksudnya adalah disyari’atkan untuk memberikan nama kepada kuda dan keledai. Begitu pula disyari’atkan untuk memberikan nama kepada hewan-hewan yang lain dengan nama khusus selain daripada nama jenisnya.” (lihat Fath al-Bari [6/67]). Jadi, kalau teman-teman punya kucing lalu diberi nama, ketahuilah bahwa penamaan binatang itu adalah sesuatu yang diakui oleh syari’at. Sehingga, jika kita menamai binatang piaraan dengan niat mengamalkan hadits ini maka akan bernilai pahala. Demikian pula termasuk dalam hal ini adalah memberi nama kendaraan (seperti misalnya Yamaha, Taruna, dsb) sebagaimana faidah yang diberikan oleh Syaikh Walid Saifun Nashr ḥafiẓahullāh dalam Daurah Ṣaḥīḥ Muslim di Kaliurang – Yogyakarta.
- Di dalam Kitab al-Libas. Di bawah judul bab Irdafur Rojul Kholfar Rajul; artinya “[bolehnya atau dianjurkan] seorang lelaki membonceng seorang lelaki yang lain”. Bahkan, salah seorang ulama yaitu Imām Ibnu Mandah raḥimahullāh menyebutkan secara khusus nama-nama orang yang pernah diboncengkan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan jumlahnya mencapai tiga puluh orang (lihat Fath al-Bari [10/449]). Berarti Nabi baik sekali ya… Imām al-Qurṭubi raḥimahullāh berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya dua orang menaiki seekor keledai.” (lihat Fath al-Bari [11/384])
- Di dalam Kitab ar-Riqaq. Ibnu Hajar berkata, “Jihādun nafs memiliki 4 tingkatan: (1) menundukkannya untuk mempelajari ajaran agama, (2) menundukkannya untuk mau mengamalkannya, (3) menundukkannya untuk mau mendakwahkan ilmu tersebut kepada yang belum mengetahuinya, (4) lalu mengajak kepada tauhidullah serta memerangi orang-orang yang menentang agama-Nya dan mengingkari nikmat-nikmat-Nya.” Di bawah judul bab Man Jāhada Nafsahu Fī Ṭa’atillāh; artinya “orang yang berjuang menundukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allāh”. Imām Ibnu Hajar mengatakan, “Artinya bab ini menerangkan keutamaan orang yang berjihad, yang dimaksud jihad di sini adalah berjuang mengendalikan berbagai keinginan nafsu apabila bukan untuk kepentingan ibadah.” (lihat Fath al-Bari [11/382]). Ibnu Hajar berkata, “Jihādun nafs memiliki 4 tingkatan: menundukkannya untuk mempelajari ajaran agama, menundukkannya untuk mau mengamalkannya, menundukkannya untuk mau mendakwahkan ilmu tersebut kepada yang belum mengetahuinya, lalu mengajak kepada tauhidullah serta memerangi orang-orang yang menentang agama-Nya dan mengingkari nikmat-nikmat-Nya.” (lihat Fath al-Bari [11/382]).
Wallāhu a’lam bish shawaab.
artikel: www.pemudamuslim.com
—–
*sumber referensi gambar: http://ht.ly/e6SIf
0 comments:
Post a Comment