Rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallambersabda (yang artinya), “Akan merasakan manisnya iman; orang yang ridha Allāh sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-’Abbas bin Abdil Muṭallib radhiyallāhu’anhu)
Sahabat seakidah, para pemuda muslim yang dirahmati Allāh. Keimanan seorang muslim ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu; mengenal Allāh, mengenal Islam, dan mengenal Rasul. Hadits di atas menunjukkan kepada kita, bahwa manisnya iman hanya akan bisa dirasakan oleh orang-orang yang benar-benar mengenal Allāh, mengenal Islam, dan mengenal Nabinya.
Pertama; Mengenal Allāh
Malik bin Dinar rahimahullāh pernah berkata (yang artinya),
“Para penduduk dunia keluar dari dunia dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Orang-orang pun bertanya, “Apakah itu, wahai Abu Yahya?”. Beliau menjawab, “Mengenal Allāh ‘azza wa jalla.”
Seorang hamba yang mengenal Allāh dengan benar, dia akan tunduk merendahkan diri serta mencintai-Nya, beribadah kepada Allāh dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sehingga, yang dimaksud orang yang mengenal Allāh adalahorang yang bertauhid. Bukan semata-mata orang yang mengakui Allāh itu ada, atau meyakini Allāh itu tunggal dan tidak berbilang, atau mempercayai bahwa Allāh adalah satu-satunya pencipta, penguasa, dan pengatur alam semesta. Sebab, hal-hal semacam itu telah diakui oleh kaum musyrikin terdahulu dan belumlah hal itu memasukkan mereka ke dalam Islam.
Karena hanya Allāh yang menciptakan kita, hanya Allāh pula yang berhak untuk diibadahi. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Wahai umat manusia! Sembahlah Rabb kalian; yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21).
Para ulama mengatakan, ayat ini menunjukkan bahwa tauhid rububiyah adalah dalil wajibnya tauhid ‘uluhiyah. Barangsiapa yang telah mengakui keesaan Allāh dalam hal mencipta, memelihara, dan mengatur alam semesta, wajib baginya untuk mempersembahkan ibadah kepada Allāh semata dan tidak mempersekutukan-Nya dalam beribadah dengan sesuatu apapun.
Inilah yang terkandung dalam kalimat syahadat lā ilāha illallāh yang artinya “Tidak ada sesembahan yang benar selain Allāh”. Ini pula yang terkandung di dalam ayat Iyyāka na’budu wa Iyyāka nasta’īn yang setiap hari kita baca di dalam sholat kita. Inilah intisari ajaran Islam.
Kedua; Mengenal Islam
Islam adalah agama seluruh nabi dan rasul. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allāh dan jauhilah ṭaghut.” (QS. An-Nahl: 36).
Hakikat ajaran Islam itu adalah berserah diri kepada Allāh dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan pelakunya.
Islam adalah ajaran yang telah sempurna. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Pada hari ini, Aku telah sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (QS. Al-Ma’idah: 3).
Oleh sebab itu, Islam tidak membutuhkan ajaran-ajaran baru. Imam Malikrahimahullāh pernah mengatakan (yang artinya),
“Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam Islam suatu bid’ah (ajaran baru) yang dia anggap sebagai kebaikan, sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad ṣallallāhu ’alaihi wa sallam mengkhianati risalah.”
Rasulullāh ṣallallāhu ’alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
“Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan termasuk bagian darinya, maka amal itu pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah radhiyallāhu’anha).
Sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallāhu’anhumā menegaskan, “Semua bid’ah adalah sesat, meskipun orang-orang memandangnya sebagai sebuah kebaikan.” Sebagian ulama salaf juga mengatakan, “Bid’ah lebih disukai Iblis daripada maksiat. Karena maksiat masih mungkin bertaubat darinya. Adapun bid’ah hampir tidak mungkin bertaubat darinya.” Hal itu karena pelaku bid’ah memandang dirinya tidak berbuat dosa.
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Katakanlah: Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi usahanya dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira telah berbuat yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104).
Para pelaku kebid’ahan menyangka mereka telah berbuat baik, padahal sesungguhnya mereka telah merusak kesucian ajaran agama.
Ketiga; Mengenal Rasul
Allāh ta’ālā menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Manusia tidak akan bisa mengetahui tata cara beribadah kepada-Nya kecuali dengan perantara para utusan-Nya. Oleh sebab itu, Allāh mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Dengan demikian, kebutuhan manusia terhadap rasul sangatlah besar. Lebih daripada kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman, air dan udara. Sebab, ilmu dan hidayah yang diemban para rasul merupakan sebab kehidupan hati dan kunci kebahagiaan sejati. Adapun makanan dan minuman, air dan udara adalah sebab kehidupan jasmani. Kehilangan ilmu dan hidayah berarti kebinasaan yang abadi.
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang menaati rasul, sesungguhnya dia telah menaati Allāh.” (QS. An-Nisaa’: 80).
Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Apa saja yang dibawa oleh rasul kepada kalian ambillah, dan apa saja yang dilarangnya untuk kalian maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7).
Oleh sebab itu, setiap muslim bersaksi bahwa Muḥammad adalah utusan Allāh.
Konsekuensi dari syahadat ini adalah; membenarkan beritanya, menaati perintahnya, meninggalkan larangannya, beribadah kepada Allah hanya dengan syari’atnya, dan berhukum dengan hukumnya. Muḥammad adalah hamba, sehingga tidak boleh disembah. Dan beliau adalah rasul/utusan, sehingga tidak boleh didustakan beritanya. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, dan seburuk-buruk perkara adalah bid’ah dalam agama.
Mengikuti ajaran beliau adalah bukti cinta kepada Allāh. Allāh ta’ālā berfirman (yang artinya),
“Katakanlah: Jika kalian mengaku mencintai Allāh, maka ikutilah aku niscaya Allāh akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali ‘Imran: 30).
Allāh ta’ālā juga berfirman (yang artinya),
“Sungguh, telah ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullāh, yaitu bagi siapa saja yang berharap kepada Allāh dan (takut) kepada hari akhir serta banyak mengingat Allāh.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya),
“Semua umatku pasti akan masuk surga kecuali yang enggan.” Kemudian para sahabat bertanya, “Siapakah yang enggan wahai Rasulullāh?”. Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku dia masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku maka dialah yang enggan.” (HR. Bukhari)
Wallāhu a’lam biṣ-ṣawāb.
——
* sumber ilustrasi gambar: http://ht.ly/dXF6c
0 comments:
Post a Comment