Artikel berikut adalah tulisan saya dua tahun yang lalu. Tapi entah kenapa kok tidak jadi diterbitkan di blog. Saya sendiri sudah lupa alasannya. Hitung-hitung mengisi waktu libur di malam Jum'at (di Hadramaut akhir pekannya Kamis-Jum'at), tidak ada salahnya bila saya posting lagi. Selamat membaca…
Seperti biasanya, setelah subuh di masjid kami ada acara kultum, semacam ceramah singkat yang berisi nasihat. Yang menyampaikannya pun digilir dari jama'ah masjid di kompleks perumahan dan sekitarnya. Pagi ini giliran Pak Ramli, salah seorang tetangga saya yang pensiunan perusahaan swasta. Beliau membacakan sebuah hadits yang isinya sangat menarik, yang membuat saya berpikir lagi untuk menyelamatkan investasi-investasi saya.
Hadits yang beliau bacakan ini diriwayatkan oleh Al Imam Muslim –rahimahullah-, bunyinya sebagai berikut:
Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada para sahabatnya,
"Tahukah kalian siapa itu orang yang bangkrut?"
Para sahabat menjawab, "Menurut kami orang yang bangkrut adalah orang yang tidak punya uang dan harta."
Mungkin kita pun ketika ditanya demikian akan menjawab sama. Orang yang bangkrut adalah orang yang habis hartanya. Dulu punya rumah, rumahnya terpaksa digadaikan atau disita untuk membayar hutang. Dahulu punya mobil yang mentereng, akhirnya mobil itu harus dilego untuk membayar kerugian perusahaan. Inilah bangkrut menurut persepsi kita.
Tapi lain jawab Rasululllah shallallahu 'alaihi wasallam.
Kata beliau,
"Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah (orang) yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci-maki orang ini dan menuduh orang itu berbuat zina.
Dia pernah memakan harta orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan mengambil pahalanya (sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya.
Bila pahala-pahalanya habis sebelum selesai tuntutan dan ganti tebusan atas dosa-dosanya maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka."
Demikianlah kira-kira jawaban yang diberikan oleh Rasulullah tentang siapa itu orang yang bangkrut. Bukan orang yang habis hartanya di dunia, tapi habis pahalanya di akhirat.
Menurut beliau, orang yang bangkrut adalah orang yang memiliki banyak pahala dari amalan shalih: Pahala shalat, puasa, zakat yang kemudian dia bawa ke akhirat. Nah, orang ini ternyata di dunianya suka berbuat zhalim kepada sesamanya.
Dia makan harta orang lain tanpa hak. Memakan harta orang lain tanpa hak bisa dengan berbagai cara. Mencuri, merampok, manipulasi dan korupsi adalah contohnya.
Dia juga suka menzhalimi orang lain dengan mencaci maki. Dia caci-maki orang yang mungkin dia anggap lebih rendah dari dirinya. Bisa juga dia mencaci-maki bawahannya hanya karena pekerjaan bawahannya tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan, serta masih banyak contoh yang lain.
Si orang bangkrut ini ternyata juga punya hobi yang lain. Dia suka memfitnah dan menuduh orang lain tanpa alasan yang jelas. Hanya berdasarkan dugaan-dugaan dan hawa nafsunya belaka.
Karena kezhaliman-kezhaliman ini, maka ketika amalannya ditimbang, pahala orang ini diambil oleh orang-orang yang dulu pernah dia sakiti dan yang dia zhalimi. Terus-menerus sampai pahalanya habis tak bersisa untuk membayar kezhalimannya. Tapi ternyata, pahala-pahalanya tadi tetap tidak cukup, karena masih banyak orang yang dulu di dunia dia zhalimi. Akhirnya, dosa orang yang dulunya dia zhalimi pun ditimpakan kepadanya. Dia harus menanggung dosa orang yang dia zhalimi. Sampai akhirnya dia dijerembabkan, dijerumuskan, dimasukkan ke dalam api neraka.
Beginilah keadaan orang tersebut. Pahala-pahala yang telah ia tabung habis untuk membayar kezhalimannya terhadap orang lain. Investasi-investasi akhirat yang telah dia persiapkan selama ini terpaksa dilego untuk membayar kezhalimannya selama di dunia. Bahkan lebih dari itu, dia pun terpaksa menanggung dosa orang lain karena tidak lagi punya pahala untuk mengganti tindakan zhalimnya.
Setelah membacakan hadits tersebut, Pak Ramli kemudian menukil ucapan Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib pernah menyebutkan, "Semua hutang pasti akan dibayar, kalau tidak dibayar di dunia pasti di bayar kelak di akhirat."
Membayarnya di dunia lebih mudah, karena kita hanya akan kehilangan sedikit harta. Tapi bagaimana kalau kita bayar di akhirat? Tentu akan sangat rugi. Investasi, pahala yang telah kita kumpulkan untuk bekal kita di akhirat pun terpaksa berkurang hanya karena hutang yang belum kita bayarkan.
Dan hutang di sini bukan hanya berarti hutang dagang atau hutang muamalah, tapi juga hutang kezhaliman seperti tuduhan seseorang yang tanpa dasar, fitnah, menggunjing, mengadu domba dan yang semua perlakuan zhalim kita kepada orang lain.
Pertanyaannya sekarang, akankah kita tergolong sebagai orang yang bangkrut kelak di akhirat? Jangan kita baca artikel ini kemudian mencari-cari orang lain sambil berucap,
"Oh... bapak fulan ini nih orang yang bangkrut nanti, hobinya merendahkan orang lain sih!"
Atau, "Hmmm... ibu fulanah ini yang bangkrut kelak karena suka mengambil hak orang lain."
Jangan begitu. Lebih baik kita koreksi diri kita dengan pertanyaan, "Jangan-jangan saya ini termasuk orang yang bangkrut, karena dulu pernah menyakiti si fulan, menggunjing si fulan, mengambil harta si fulan tanpa keridhaannya, ... dst."
Ini lebih baik daripada kita sibuk mengoreksi orang lain. Koreksilah diri kita. Tanyakan kepada diri kita, pernahkah kita menzhalimi orang lain? Adakah hak orang lain yang kita ambil?
Mungkin kita perlu audit lagi kelakuan kita selama ini yang ringan lisan dan ringan tangan, sering menyinggung perasaan dan mengambil hak orang lain. Jangan sampai investasi kita untuk akhirat menjadi useless karena diambil oleh orang-orang yang kita zhalimi di dunia.
Demikianlah sedikit kesimpulan yang bisa saya ambil dari kultum pagi ini. Kultum yang singkat, namun berarti sekali bagi diri saya dan semoga untuk Anda juga, untuk mempersiapkan diri kita di hari akhir nanti.
يَقُولُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ * كَلا لا وَزَرَ * إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ * يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ * بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ *
Pada hari itu manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?" Sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Rabb-nya sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Al Qiyamah: 10-14)
Yogyakarta, 15 Rabiul Akhir 1430 H – 11 April 2009
Wira Mandiri Bachrun
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/06/17/bangkrutkah-saya/
0 comments:
Post a Comment