Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Keempat : Menjauhkan Diri Dari Dosa dan Maksiat
Perkara ini merupakan sarana terbesar dalam menuntut ilmu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ (282)
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah memberikan pengajaran kepadamu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Allah Ta’ala juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوْا إِنْ تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ (29)
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan Al-Furqaan kepadamu dan menghapuskan segala kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah memiliki karunia yang besar.” (QS. Al-Anfaal: 29)
Maksud Al-Furqaan pada ayat di atas adalah petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan ilmu, yang dengannya ia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.
Karena itulah ‘Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sungguh, aku mengetahui bahwa seseorang lupa terhadap ilmu yang pernah diketahuinya dengan sebab dosa yang dilakukannya.” [1]
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan dalam kitabnya, Ad-Daa’ wad Dawaa’, bahwa seseorang tidak mendapatkan ilmu disebabkan dosa dan maksiat yang dilakukannya. Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat.
Seorang Muslim dan Muslimah harus menjauhi dosa-dosa besar, apalagi ia seorang penuntut ilmu. Oleh sebab itu, kita harus menjauhi dosa dan maksiat. Dosa yang paling besar adalah syirik, durhaka kepada kedua orang tua, melakukan bid’ah, kemudian menjauhi dosa-dosa besar lainnya, seperti memakan harta orang lain, hutang tidak bayar, muamalah riba dengan berbagaai macamnya (diantaranya adalah bunga bank, renten, dsb), minum khamr (minuman keras), narkoba, merokok, mencukur jenggot, makan dan minum dari hasil usaha yang haram, isbal (memanjangkan kain atau celana melebihi mata kaki bagi laki-laki), tabarruj (wanita tidak memakai jilbab atau membuka aurat di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya), durhaka kepada suami, namimah (mengadu domba), dusta (berbohong), ghibah(membicarakan aib seorang Muslim), menggunjing, menuduh seorang Muslim dengan tuduhan yang tidak benar, memfitnah seorang Muslim, dan lain sebagainya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Di antara hal yang sangat mengherankan bahwa ada seseorang yang mudah menjaga dirinya dan berhati-hati dari makan makanan yang haram, berbuat zholim, berzina, mencuri, minum khamr, melihat kepada sesuatu yang haram, dan selainnya. Namun, ia sangat sulit menahan gerak lisannya hingga Anda dapat melihat ada seseorang yang dianggap faham agama, zuhud, dan banyak beribadah, ia berbicara dengan kata-kata yang tanpa sadar dapat mendatangkan murka AllahTa’ala. Yang dengan satu kalimat darinya, ia dimasukkan ke dalam Neraka yang dalamnya lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” [2]
Apa yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah ini selaras dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا
يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ.
“Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan kata-kata yang tidak ia klarifikasi (baik dan buruknya), menyebabkannya tergelincir ke Neraka lebih jauh daripada apa yang ada di antara timur dan barat.” [3]
Wahai penuntut ilmu… Jauhkanlah dosa dan maksiat karena keduanya dapat menjadi penghalang ilmu, keberkahan, dan manfaatnya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah adalah seorang ulama yang cerdas. Beliau telah hafal Al-Qur’an pada saat di bawah umur 10 tahun dan pada usia remaja beliau telah hafal kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malikrahimahullah. Meskipun demikian, beliau masih mengeluhkan jeleknya hafalan beliau kepada Imam Waqi’ bi Jarrah rahimahullah (wafat th. 197 H).
Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,
شَكَوْتُ إِلَى وَقِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِي *** فَأَرْشَدَنِي إِلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ *** وَنُوْرُ اللهِ لاَ يُهْدَى لِعَاصِي
Aku mengadu kepada Waqi’ tentang jeleknya hafalanku
Maka ia membimbingku agar meninggalkan maksiat
Ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu Allah adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat. [4]
Imam Malik bin Anas rahimahullah (wafat th. 197 H) –guru Imam asy-Syafi’i- memberikan nasehat kepada Imam asy-Syafi’i,
إِنِّي أَرَي اللهَ قَدْ أَلْقَى عَلَى قَلْبِكَ نُوْرًا فَلاَ تُطْفِئُهُ بِظُلْمَةٍ الْمَعْصِيَّةِ.
“Sungguh aku telah melihat Allah memberikan cahaya kepada hatimu. Maka janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat.” [5]
Perhatikanlah, sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan, dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala. Jika ada di antara kita yang telah berbuat dosa dan maksiat, hendaklah segera bertaubat kepada Allah Ta’ala karena semua makhluk diperintahkan untuuk bertaubat hingga para Nabi dan Rasul pun selalu bertaubat kepada Allah Ta’ala. Kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ibnul Mubarok rahimahullah mengatakan dalam sya’irnya,
رَأَيْتُ الذُّنُوْبَ تُمِيْتُ الْقُلُوْبَ *** وَقَدْ يُوْرِثُ الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنُوْبِ حَيَاةُ الْقُلُوْبِ *** وَخَيْرٌ لِنَفْسِكَ عِصْيَانُهَا
وَهَلْ أَفْسَدَ الدِّيْنَ إِلاَّ الْمُلُوْكُ *** وَأَحْبَارُ سُوْءٍ وَرُهْبَانُهَا
Sungguh aku melihat dosa-dosa telah mematikan hati
Dan terus melakukan dosa akan mewariskan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah kehidupan bagi hati
Dan sangat baik bagi dirimu untuk meninggalkannya
Tidak ada yang merusak agama melainkan raja-raja,
Ulama suu’ (jelek), dan para ahli ibadah (yang tidak berilmu). [6]
*****
Referensi
- Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd, no. 74 dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, I/675, no. 1195.
- Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 244, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid.
- Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhori, no. 6477 dan Muslim, no. 2988, dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu.
- Diwaan Imam asy-Syafi’i, hal. 262-263, dan ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 86.
- Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 124, karya Ibnul Qoyyim rahimahullah.
- Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 95.
Sumber : Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, hal. 74 – 78, penerbit Pustaka At-Taqwa.
0 comments:
Post a Comment