Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan: Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Rabb-mu memerintahkan kepadamu: Janganlah kalian beribadah kecuali kepada-Nya, dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (QS. al-Israa’: 23)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 36)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Marilah akan aku bacakan kepada kalian apa saja yang diharamkan Rabb kalian atas kalian; Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (QS. al-An’aam: 151)
Ibnu Mas’ud -radhiyallahu’anhu- berkata: Barangsiapa yang ingin melihat wasiat yang dicap oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bacalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah: Marilah akan aku bacakan kepada kalian apa saja yang diharamkan Rabb kalian atas kalian; Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” Sampai firman-Nya, “Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, ikutilah ia. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan selainnya.” (QS. al-An’aam: 151-153)
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Dahulu aku membonceng Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai. Beliau bertanya kepadaku, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apakah hak Allah atas hamba, dan apakah hak hamba atas Allah?”. Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda,“Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya. Adapun hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” Aku katakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah sebaiknya saya menyebarkan kabar gembira ini kepada orang-orang?”. Beliau menjawab, “Jangan kamu sebarkan kabar gembira ini, karena hal itu akan menyebabkan mereka bersandar (menyepelekan amal).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pelajaran dari bab ini:
- Hikmah penciptaan jin dan manusia
- Hakikat ibadah adalah tauhid, karena pertikaian antara para rasul dengan umatnya adalah dalam hal tersebut
- Barangsiapa yang tidak melaksanakan tauhid pada hakikatnya dia belum beribadah kepada Allah. Hal ini semakna dengan firman-Nya (yang artinya), “Dan kalian tidaklah beribadah kepada apa yang aku ibadahi.” (QS. al-Kafirun: 3)
- Hikmah diutusnya para rasul
- Ajaran para rasul itu mencakup semua umat
- Agama para nabi adalah sama (tauhid)
- Sebuah perkara yang sangat agung, bahwasanya ibadah kepada Allah tidak tercapai tanpa mengingkari thaghut (sesembahan selain Allah). Hal ini semakna dengan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut.” (QS. al-Baqarah: 256)
- Thaghut itu luas, meliputi segala yang disembah selain Allah
- Agungnya kedudukan tiga buah ayat yang muhkam/sangat tegas dan jelas di dalam surat al-An’aam [151-153] dalam pandangan salaf. Di dalamnya terkandung sepuluh perkara, yang diawali dengan larangan berbuat syirik
- Ayat-ayat yang muhkam di dalam surat al-Israa’. Di dalamnya terdapat delapn belas perkara. Allah memulainya dengan firman-Nya (yang artinya), “Janganlah kamu jadikan sesembahan lain bersama Allah, sehingga akan membuatmu berada dalam keadaan dicela dan dihinakan.” (QS. al-Israa’: 22). Kemudian, Allah menutupnya dengan firman-Nya (yang artinya), “Janganlah kamu jadikan sesembahan lain bersama Allah, sehingga hal itu akan menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam Jahannam dalam keadaan dicela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).” (QS. al-Israa’: 39). Allah mengingatkan kita tentang keagungan perkara-perkara ini dengan firman-Nya (yang artinya), “Demikian itulah sebagian hikmah yang telah diwahyukan Rabb-mu kepadamu.” (QS. al-Israa’: 39)
- Ayat di dalam surat an-Nisaa’ yang disebut dengan ayat al-Huquq al-’Asyrah (sepuluh kewajiban). Allah memulainya dengan firman-Nya (yang artinya), “Sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 36)
- Peringatan tentang wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafatnya
- Mengetahui apa hak Allah atas kita
- Mengetahui apa hak hamba atas-Nya tatkala mereka menunaikan hak-Nya
- Perkara ini -hak hamba atas Allah- tidak diketahui oleh kebanyakan para sahabat
- Diperbolehkan menyembunyikan ilmu demi kemaslahatan
- Dianjurkan menyampaikan kabar gembira kepada sesama muslim
- Kekhawatiran dari sikap bersandar kepada keluasan rahmat Allah
- Seorang yang ditanya memberikan jawaban “Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui”, ketika dia tidak mengetahui jawabannya
- Boleh mengkhususkan mengajarkan suatu ilmu tertentu kepada sebagian orang, dan tidak kepada selain mereka
- Kerendahan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau mau mengendarai keledai dan memboncengkan orang di atasnya
- Boleh membonceng di atas hewan tunggangan
- Berita ini -yang diterima Mu’adz- mengandung perkara yang sangat agung
- Keutamaan Mu’adz bin Jabal
0 comments:
Post a Comment