Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.
Saudaraku para pemuda rahimakumullah, ingatlah bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga kita harus bersyukur dan memohon kepada-Nya agar nikmat yang besar ini tidak dicabut dari kita. Sedangkan amal yang buruk adalah hukuman-Nya sehingga kita harus berdo’a kepada Allah agar melindungi kita darinya.
Masa muda adalah masa penuh ujian dan tantangan. Masa-masa dimana dorongan syahwat begitu kuatnya. Maka sungguh sebuah keutamaan yang besar jika seorang pemuda dapat melewati masa mudanya dalam ketaatan kepada Rabb-nya ‘Azza wa Jalla, menghiasi hari-hari yang dilewatinya dengan amal sholih, dan menjaga dirinya agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan tujuh golongan yang mendapatkan naungan ‘Arsy Allah di hari Kiamat kelak, dimana tidak ada naungan di hari itu kecuali naungan dari Allah semata. Salah satu dari tujuh golongan yang beliau sebutkan adalah
“Dan pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 660 dan Muslim, no. 1031).
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan keutamaan pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Rabb-nya, dimana dia tidak mau mendekati kemaksiatan dan tidak juga mengerjakan perbuatan keji.” (Bahjatun Nazhirin, penjelasan hadits no. 376).
Manfaatkanlah Masa Mudamu, Sebelum Datang Masa Tuamu
Saudaraku yang dirahmati Allah Ta’ala, sesungguhnya waktu adalah modal utama bagi seorang muslim untuk mencapai keuntungan yang besar. Waktu jauh lebih berharga dibandingkan harta. Seandainya seorang hamba menghabiskan usianya untuk mengumpulkan harta, kemudian di ambang kematiannya, ia menyerahkan semua hartanya untuk mendapatkan perpanjangan umur sehari saja, niscaya ia tidak akan mendapatkannya.
Masa muda adalah waktu yang utama untuk beramal sholih. Karena di waktu muda, seorang muslim masih memiliki kekuatan untuk melakukan berbagai macam amalan, yang mungkin tidak dapat ia lakukan ketika di usia senja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Manfaatkan lima masa sebelum datang lima masa yang lain: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa faqirmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya, Al-Mustadrok, dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shahiih Al-Jaami’, no. 1077).
Al-Munawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan (manfaatkanlah) masa mudamu sebelum datang masa tuamu adalah raihlah ketaatan ketika engkau memiliki kekuatan sebelum diserang oleh lemahnya usia tua, sehingga engkau akan menyesal atas kelengahanmu di sisi Allah Ta’ala.” (Faidhul Qadir, II/16).
Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati ‘Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, yang waktu itu masih berusia sekitar 12 tahun. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda:
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6416)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita hidup di dunia ini seperti orang asing atau pengembara. Orang yang asing, tentunya tidak memiliki tempat tinggal ketika masuk ke suatu negeri dan nyaris tidak ada yang dikenalnya. Ia juga akan berusaha keras menjaga dirinya agar tidak menimbulkan permusuhan dengan penduduknya, dan juga tidak akan bersaing dengan mereka.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan lagi yaitu dengan mengibaratkan seperti seorang pengembara, yang sedang berjalan menuju tempat tujuannya. Ia hanya sekedar lewat dan tidak akan mungkin menetap. Pengembara ini perlu mempersiapkan bekalnya agar bisa sampai ke tempat tujuannya. Ia harus mengambil bekal terbaik yang paling ia butuhkan dan tidak membebani diri dengan membawa barang yang tidak ia perlukan, sehingga tidak akan memberatkan perjalanannya. Selama mengembara, tentu ia akan men-dapatkan banyak ujian dan cobaan. Oleh karena itu, untuk bisa selamat sampai ke negeri tujuannya, ia harus benar-benar waspada dan menjauhi segala perkara yang bisa membinasakannya.
Negeri asing atau tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia, sedangkan negeri tujuannya adalah kampung akhirat.
Saudaraku rahimakumullah, hidup kita di dunia adalah kehidupan yang sementara. Kehidupan yang akan diakhiri dengan tercabutnya ruh dari jasad dan mengantarkan kita ke alam kubur yang dipenuhi dengan tanda tanya; apakah kita tergolong hamba yang berbahagia ataukah orang yang celaka. Maka bekalilah diri kita dengan takwa, sebelum tiba saatnya dimana penyesalan tiada lagi berguna. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman bertak-walah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali Imran: 102).
Kemuliaan manusia di sisi Allah bukan diukur dengan banyaknya harta, eloknya rupa, atau banyaknya penggemar yang memuja. Akan tetapi kemuliaan di sisi Allah adalah dengan bagusnya ketakwaan yang bersemayam di dalam dada dan diwujudkan dengan amal shalih yang dilakukan oleh anggota badannya. Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat : 13).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan tidak pula memandang harta kalian, akan tetapi Allah memperhatikan hati dan amal kalian.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2564).
Penjagaan Allah Bagi Para Pemuda Yang Manjaga Dirinya Dari Maksiat
Saudaraku yang kucintai karena Allah, ada kisah menakjubkan yang perlu menjadi renungan dan nasehat bagi kita. Ada seorang ulama kita bernama Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad rahimahullah, seorang ulama besar bermadzab Syafi’i yang terkenal dengan sebutan Al-Qodhi Abu Syuja’. Beliau terkenal sangat cerdas, dermawan dan zuhud. Beliau adalah salah seorang ulama kita yang meninggal pada usia yang sangat tua, yakni pada usia 160-an tahun. Di usianya yang sangat tua itu, beliau masih diberikan kesehatan dan kekuatan, serta masih diberikan kecerdasan yang luar biasa.
Saudaraku yang dirahmati Allah, tahukah engkau apa rahasianya? Beliau rahimahullah mengatakan, “Aku selalu menjaga anggota badanku ini dari bermaksiat pada Allah di waktu mudaku, maka Allah pun menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Beliau tidak punya tips khusus, baik melakukan olah raga rutin atau yang lainnya. Beliau diberikan kekuatan pada badan dan pikirannya di usia senja karena ketaatannya pada Allah dan menjauhi segala maksiat di waktu mudanya. Inilah penjagaan Allah kepada hamba-Nya yang senantiasa menjaga aturan Allah di usia muda. (Silakan membaca biografi beliau pada muqaddimah kitab Matan Al-Ghoyah wat Taqrib tahqiq Majid Hamawi).
Demikian juga hal ini banyak kita temukan pada ulama kita yang lain. Ibnu Rajab rahimahullah menceritakan di dalam kitabnya, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, bahwa sebagian ulama kita ada yang berusia di atas 100 tahun, namun mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Kenapa mereka bisa seperti itu? Para ulama itu mengatakan, “Anggota badan ini selalu aku jaga agar jangan sampai berbuat maksiat di kala aku muda. Balasannya, Allah menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Sebaliknya, tatkala ada orang yang sudah tua lagi jompo, namun biasa mengemis kesana-kemari, para ulama pun mengatakan, “Inilah orang yang selalu melalaikan hak Allah di waktu mudanya, maka Allah pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.” (Disarikan dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 225)
Muroja’ah : Ust. Aris Munandar, S.S., M.Ag.
Sumber : Buletin at-Taubah edisi ke-26
Catatan:
Sebagian artikel ini kami kutip dari tulisan ust. Muhammad Abduh Tuasikal, di Rumaysho.com, artikel dengan tema: Masa Mudamu Mempengaruhi Masa Tuamu.
Saudaraku para pemuda rahimakumullah, ingatlah bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga kita harus bersyukur dan memohon kepada-Nya agar nikmat yang besar ini tidak dicabut dari kita. Sedangkan amal yang buruk adalah hukuman-Nya sehingga kita harus berdo’a kepada Allah agar melindungi kita darinya.
Masa muda adalah masa penuh ujian dan tantangan. Masa-masa dimana dorongan syahwat begitu kuatnya. Maka sungguh sebuah keutamaan yang besar jika seorang pemuda dapat melewati masa mudanya dalam ketaatan kepada Rabb-nya ‘Azza wa Jalla, menghiasi hari-hari yang dilewatinya dengan amal sholih, dan menjaga dirinya agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebutkan tujuh golongan yang mendapatkan naungan ‘Arsy Allah di hari Kiamat kelak, dimana tidak ada naungan di hari itu kecuali naungan dari Allah semata. Salah satu dari tujuh golongan yang beliau sebutkan adalah
وَشَابٌّ نَشَأَ فِيْ عِبَادَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Dan pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 660 dan Muslim, no. 1031).
Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan keutamaan pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Rabb-nya, dimana dia tidak mau mendekati kemaksiatan dan tidak juga mengerjakan perbuatan keji.” (Bahjatun Nazhirin, penjelasan hadits no. 376).
Manfaatkanlah Masa Mudamu, Sebelum Datang Masa Tuamu
Saudaraku yang dirahmati Allah Ta’ala, sesungguhnya waktu adalah modal utama bagi seorang muslim untuk mencapai keuntungan yang besar. Waktu jauh lebih berharga dibandingkan harta. Seandainya seorang hamba menghabiskan usianya untuk mengumpulkan harta, kemudian di ambang kematiannya, ia menyerahkan semua hartanya untuk mendapatkan perpanjangan umur sehari saja, niscaya ia tidak akan mendapatkannya.
Masa muda adalah waktu yang utama untuk beramal sholih. Karena di waktu muda, seorang muslim masih memiliki kekuatan untuk melakukan berbagai macam amalan, yang mungkin tidak dapat ia lakukan ketika di usia senja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ
وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima masa sebelum datang lima masa yang lain: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa faqirmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitabnya, Al-Mustadrok, dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shahiih Al-Jaami’, no. 1077).
Al-Munawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan (manfaatkanlah) masa mudamu sebelum datang masa tuamu adalah raihlah ketaatan ketika engkau memiliki kekuatan sebelum diserang oleh lemahnya usia tua, sehingga engkau akan menyesal atas kelengahanmu di sisi Allah Ta’ala.” (Faidhul Qadir, II/16).
Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati ‘Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, yang waktu itu masih berusia sekitar 12 tahun. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6416)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita hidup di dunia ini seperti orang asing atau pengembara. Orang yang asing, tentunya tidak memiliki tempat tinggal ketika masuk ke suatu negeri dan nyaris tidak ada yang dikenalnya. Ia juga akan berusaha keras menjaga dirinya agar tidak menimbulkan permusuhan dengan penduduknya, dan juga tidak akan bersaing dengan mereka.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan lagi yaitu dengan mengibaratkan seperti seorang pengembara, yang sedang berjalan menuju tempat tujuannya. Ia hanya sekedar lewat dan tidak akan mungkin menetap. Pengembara ini perlu mempersiapkan bekalnya agar bisa sampai ke tempat tujuannya. Ia harus mengambil bekal terbaik yang paling ia butuhkan dan tidak membebani diri dengan membawa barang yang tidak ia perlukan, sehingga tidak akan memberatkan perjalanannya. Selama mengembara, tentu ia akan men-dapatkan banyak ujian dan cobaan. Oleh karena itu, untuk bisa selamat sampai ke negeri tujuannya, ia harus benar-benar waspada dan menjauhi segala perkara yang bisa membinasakannya.
Negeri asing atau tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia, sedangkan negeri tujuannya adalah kampung akhirat.
Saudaraku rahimakumullah, hidup kita di dunia adalah kehidupan yang sementara. Kehidupan yang akan diakhiri dengan tercabutnya ruh dari jasad dan mengantarkan kita ke alam kubur yang dipenuhi dengan tanda tanya; apakah kita tergolong hamba yang berbahagia ataukah orang yang celaka. Maka bekalilah diri kita dengan takwa, sebelum tiba saatnya dimana penyesalan tiada lagi berguna. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ (102)
“Hai orang-orang yang beriman bertak-walah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali Imran: 102).
Kemuliaan manusia di sisi Allah bukan diukur dengan banyaknya harta, eloknya rupa, atau banyaknya penggemar yang memuja. Akan tetapi kemuliaan di sisi Allah adalah dengan bagusnya ketakwaan yang bersemayam di dalam dada dan diwujudkan dengan amal shalih yang dilakukan oleh anggota badannya. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ … (13)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat : 13).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ
وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan tidak pula memandang harta kalian, akan tetapi Allah memperhatikan hati dan amal kalian.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2564).
Penjagaan Allah Bagi Para Pemuda Yang Manjaga Dirinya Dari Maksiat
Saudaraku yang kucintai karena Allah, ada kisah menakjubkan yang perlu menjadi renungan dan nasehat bagi kita. Ada seorang ulama kita bernama Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad rahimahullah, seorang ulama besar bermadzab Syafi’i yang terkenal dengan sebutan Al-Qodhi Abu Syuja’. Beliau terkenal sangat cerdas, dermawan dan zuhud. Beliau adalah salah seorang ulama kita yang meninggal pada usia yang sangat tua, yakni pada usia 160-an tahun. Di usianya yang sangat tua itu, beliau masih diberikan kesehatan dan kekuatan, serta masih diberikan kecerdasan yang luar biasa.
Saudaraku yang dirahmati Allah, tahukah engkau apa rahasianya? Beliau rahimahullah mengatakan, “Aku selalu menjaga anggota badanku ini dari bermaksiat pada Allah di waktu mudaku, maka Allah pun menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Beliau tidak punya tips khusus, baik melakukan olah raga rutin atau yang lainnya. Beliau diberikan kekuatan pada badan dan pikirannya di usia senja karena ketaatannya pada Allah dan menjauhi segala maksiat di waktu mudanya. Inilah penjagaan Allah kepada hamba-Nya yang senantiasa menjaga aturan Allah di usia muda. (Silakan membaca biografi beliau pada muqaddimah kitab Matan Al-Ghoyah wat Taqrib tahqiq Majid Hamawi).
Demikian juga hal ini banyak kita temukan pada ulama kita yang lain. Ibnu Rajab rahimahullah menceritakan di dalam kitabnya, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, bahwa sebagian ulama kita ada yang berusia di atas 100 tahun, namun mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Kenapa mereka bisa seperti itu? Para ulama itu mengatakan, “Anggota badan ini selalu aku jaga agar jangan sampai berbuat maksiat di kala aku muda. Balasannya, Allah menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Sebaliknya, tatkala ada orang yang sudah tua lagi jompo, namun biasa mengemis kesana-kemari, para ulama pun mengatakan, “Inilah orang yang selalu melalaikan hak Allah di waktu mudanya, maka Allah pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.” (Disarikan dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 225)
Muroja’ah : Ust. Aris Munandar, S.S., M.Ag.
Sumber : Buletin at-Taubah edisi ke-26
Catatan:
Sebagian artikel ini kami kutip dari tulisan ust. Muhammad Abduh Tuasikal, di Rumaysho.com, artikel dengan tema: Masa Mudamu Mempengaruhi Masa Tuamu.
0 comments:
Post a Comment