Share
div id='fb-root'/>

Sunday, December 25, 2011

Fenomena Akhir Zaman (Bagian 2)

Share on :

Fenomena Akhir Zaman (Bagian 2)

2.      Tersebarnya kebodohan dalam agama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan diwafatkannya para ulama, sehingga apabila ulama tidak tersisa lagi, orang-orang akan mengambil pemimpin-pemimpin (agama) yang bodoh, mereka ditanyai lalu berfatwa dengan tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. (HR Bukhari dan Muslim).[1]
            Hadits ini mengabarkan kepada kita bahwa ilmu akan dicabut dengan diwafatkannya para ulama dan bila ilmu dicabut pastilah akan tersebar kebodohan terhadap ilmu agama, dan kebodohan ini akan terus berlanjut sampai tidak dikenal lagi apa itu shalat, zakat, puasa dan haji.

يَدْرُسُ الْإِسْلَامُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْيُ الثَّوْبِ حَتَّى لَا يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلَا صَلَاةٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنْ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا

فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِي عَنْهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَهُمْ لَا يَدْرُونَ مَا صَلَاةٌ وَلَا صِيَامٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِي الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنْ النَّارِ ثَلَاثًا

“Islam akan punah sebagaimana hilangnya hiasan di baju hingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, shalat, haji tidak juga shadaqah, dan suatu malam nanti Al Qur’an akan hilang sehingga tidak ada satupun ayat di muka bumi ini. Dan akan tersisa beberapa orang yang telah tua renta yang mengatakan: “Kami mendapati ayah-ayah kami di atas kalimat ini: “Laa ilaaha illallah”. Dan kami pun mengucapkannya”.
            Shilah berkata: “Laa ilaaha illallah tidak bermanfaat untuk mereka karena mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, haji dan shadaqah”. Hudzaifah berpaling darinya sementara shilah mengulang perkataanya sampai tiga kali, di kali yang ketiga Hudzaifah berkata: “Wahai shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari api Neraka 3x”. (HR Ibnu Majah).[2]
            Dan itu adalah tanda-tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا

“Diantara tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, arak diminum, dan zina menjadi tampak”. (HR Bukhari dan Muslim).[3]
            Cobalah survei, bila kita pergi ke pasar misalnya; berapa banyak pedagang yang mengetahui fiqih jual beli, berapa banyak orang yang mengetahui shalat dan wudlu yang sesuai dengan sunnah, berapa banyak yang pakaiannya sesuai dengan syari’at… sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

3.      Banyak penceramah dan sedikit ulama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّكُمْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيْلٍ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيْلٍ سُؤَّالُهُ، كَثِيْرٍ مُعْطُوهُ، الْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ. وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيْرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيْلٌ مُعْطُوهُ،الْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌمِنَ الْعَمَلِ.

“Sesungguhnya kalian hidup di zaman yang ulamanya banyak dan penceramahnya sedikit, sedikit yang minta-minta dan banyak yang memberi, beramal pada waktu itu lebih baik dari berilmu. Dan akan datang suatu zaman yang ulamanya sedikit dan penceramahnya banyak, peminta-minta banyak dan yang memberi sedikit, berilmu pada waktu itu lebih baik dari beramal”. (HR Ath Thabrani dalam mu’jam kabirnya).[4]
            Fenomena ini telah kita lihat dengan mata kepala, banyak orang berlomba-lomba terjun ke medan dakwah, berbicara masalah agama dengan modal kepandaian bersilat lidah, majlis yang penuh gelak ketawa menjadi trend yang dalam berdakwah, para artis dan bintang film pun tak malu untuk memposisikan diri sebagai penceramah, ajaibnya lagi anak kecil dilatih pandai berdakwah sebelum mereka menuntut ilmu Allah.. Ya Rabbi..

4.      Tahun-tahun yang menipu dan munculnya Ruwaibidlah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu, orang yang dusta dianggap jujur, orang yang jujur dianggap dusta, orang yang suka berkhianat diberikan amanah, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat, dan akan berbicara Ruwaibidlah”. Dikatakan: “Apa itu Ruwaibidlah ?” Ia berkata: “Orang bodoh berbicara dalam perkara yang berhubungan dengan keumuman manusia”. (HR Ibnu Majah dan lainnya).[5]
            Di zaman ini kita melihat apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah terjadi, orang yang tidak amanah dan korup mudah naik jabatan sementara orang yang jujur dan amanah dimusuhi, diangkat seseorang untuk mengurus urusan besar padahal ia tidak mampu dan tidak cakap dalam bidangnya, para ruwaibidlah berbicara tentang urusan yang bukan bidangnya seperti masalah politik, masalah negara, atau masalah agama yang berhubungan dengan keumuman manusia, sehingga keadaan menjadi kacau balau. Andaikan orang-orang bodoh itu diam dan tahu diri, tentu Allah akan merahmatinya.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com


[1] Bukhari no 100 dan Muslim 4/2058 no 2673.
[2] Ibnu Majah no 4049: Haddatsana Ali bin Muhammad haddatsana Abu Mu’awiyah dari Abu Malik Al Asyja’iy dari Rib’iy bin Hirasy dari Hudzaifah. Qultu: “Sanad ini hasan karena Ali bin Muhammad yaitu bin Abil Khashib shaduq, namun ia dimutaba’ah oleh Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Al Bahruz Zakhor no 2467 sehingga hadits ini menjadi shahih, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 87.
[3] Bukhari no 80 dan Muslim 4/2056 no 2671.
[4] No 3111, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 3189.
[5] Ibnu Majah no 4036 dan sanadnya lemah karena ada perawi yang dla’if yang bernama Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi, namun imam Ahmad no 8105 meriwayatkan dari jalan Fulaih dari Sa’id bin ‘Ubaid bin As Sabbaq dari Abu Hurairah, dan fulaih bin Sulaiman bin Abul Mughirah dikatakan oleh Al Hafidz: “Shaduq banyak salahnya”. Sehingga sanad ini terangkat menjadi hasan. Dan hadits ini mempunyai syawahid yang menguatkannya diantaranya hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam sanadnya ada Muhamad bin Ishaq ia perawi mudallis dan telah meriwayatkan dengan lafadz ‘an sehingga menjadi lemah, namun ia mengangkat hadits di atas menjadi shahih, dan hadits ini Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 1887.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More