Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Sebagian orang dalam buang air kecil (kencing) hanya asal-asalan dalam membuang kotorannya, bahkan sering masih terdapat cipratan air kencing yang menempel di badan ataupun pakaiannya. Perkara ini kelihatan sepele, namun ini akan menjadi sebab siksa kubur kelak.
Simak hadits berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ ) رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
وَلِلْحَاكِمِ: ( أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ ) وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sucikanlah dirimu dari air kencing karena kebanyakan siksa kubur itu berasal darinya." Riwayat Daruquthni.
Menurut riwayat Hakim: "Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan (tidak membasuh) air kencing." Hadits ini sanadnya shahih.
Peringkat Hadits
Hadits ini adalah shahih. Hadits ini memiliki penguat kitab Ash Shahihain (Bukhari dan Muslim), mengenai penyiksaan dua penghuni kubur disebabkan tidak bersuci dari air kencing. Mengenai riwayat Al Hakim, penulis kitab (Bulughul Maram) berkata “Sanadnya shahih”. Sementara Ad Daruqutni, An Nawawi, dan Asy Syaukani menilainya shahih.
Kosakata Hadits
[اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ]: carilah kesucian/kebersihan dengan menjauhkan air kencing. Kesucian berarti menjauhkan (diri) dari sesuatu yang tidak disukai.
[عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ]: Maksudnya adalah penyebab siksa kubur kebanyakan karena tidak bersuci dari air kencing. Sebagaimana yang dikatakan dalam riwayat Al Hakim bahwa kebanyakan siksa kubur berasal dari air kencing.
Faidah yang bisa kita ambil dari hadits ini:
1. 1. Anjuran untuk bersuci serta menjaga supaya air kencing tidak mengenai badan dan pakaian.
2. 2. Hal yang utama untuk dilakukan untuk segera mencuci air kencing lalu bersuci darinya (setelah terkena) agar tidak menjadi najis. Adapun kewajiban untuk menghilangkan najis tersebut adalah pada saat hendak melaksanakan shalat.
3. 3. Air kencing adalah hadits, karenanya shalat tidak akan sah apabila terkena najis. Sementara thaharah (bersuci dari najis) merupakan salah satu syarat sahnya melaksanakan shalat.
4. Menegaskan adanya balasan di akhirat. Alam kubur merupakan fase pertama daro beberapa fase alam akhirat. Karena itu, alam kubur bisa merupakan taman di antara taman surga, atau lubang di antara lubang-lubang neraka.
5. 4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: yang shahih adalah boleh menyentuh najis karena suatu keperluan jika badan dan pakaian (orang yang menyentuhnya) suci saat hendak melakukan shalat. Yang demikian tidak makruh dalam riwayat yang paling shahih (dari dua riwayat) dan merupakan pendapat mayoritas ahli fiqih.
6. 5. Kebanyakan siksa kubur disebabkan kurang hati-hati terhadap air kencing. Dalam Ash Shahihain dikisahkan ketika suatu hari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melintasi dua kubur seraya bersabda,
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu , beliau berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda, ‘Sungguh keduanya sedang disiksa, mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing, sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namimah’.
Sabda beliau, (Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa.). Kata ganti (mereka berdua-pent) adalah kata ganti untuk kubur, (namun) yang dimaksudkan adalah penghuni kubur.
Sabda beliau, (Mereka berdua disiksa bukan karena perkara besar(dalam pandangan keduanya)). Dalam riwayat lain Imam Bukhari,
“Mereka berdua disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya) namun sungguh itu adalah perkara besar.”
Dalam Shahih Bukhari juga dalam Kitab Wudhu terdapat-
“Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar(dalam pandangan keduanya), bahkan sungguh itu adalah perkara besar.”
Dengan dua tambahan lafadz yang shahih ini, dapat ditetapkan bahwa penyebabnya adalah dosa besar. Maka sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Mereka berdua disiksa bukan karena perkara besar.” Perlu di jelaskan.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (3/201) mengatakan, para ulama telah menyebutkan dua penafsiran dalam hadits ini:
Pertama, itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua.
Kedua, meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah).
Al Qadli Iyadh menyampaikan tafsir ketiga yaitu, tidak termasuk dosa besar.
Saya (Syaikh Raid) katakan, berdasarkan tafsir ketiga ini, maksud hadits ini adalah larangan dan memberikan peringatan yang keras kepada orang lain selain dua penghuni kubur ini, agar tidak mengira bahwa adzab Allah itu hanya ada akibat dari dosa besar yang membinasakan, karena adzab itu (kadang) ada akibat dari selainnya. Wallahu a’lam.
Sebab kedua perbuatan ini (yaitu tidak menjaga diri dari air kencing dan namimah-pent) menjadi dosa besar adalah perbuatan tidak bersih dari kencing mengakibatkan batalnya shalat. Sehingga tidak diragukan lagi tidak membersihkan diri dari kencing merupakan perbuatan dosa besar. Demikian juga menebar namimah (adu domba) dan berusaha berbuat kerusakan termasuk perbuatan yang paling buruk, apalagi jika bersesuaian dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wassalam yang menggunakan kata YAMSYI (fi’il mudhari’) yang biasanya menunjukkan keadaan yang terus berkelanjutan (artinya dia terus-terus melakukannya selama hidupnya-pent).
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (3/201) mengatakan, “(Namiimah) adalah menceritakan perkataan seseorang ke orang lain dengan tujuan merusaknya (Adu domba).”
Demikian pembahasan kami mengenai pentingnya bersuci dari air kencing dan tidak melakukan namimah. Semoga Allah menghindarkan kita dari siksa kubur. Aamiin
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)
Semoga bermanfaat
Referensi: Kitab Taudhih Al Ahkam min Bulugh Al Maram
Tambakbayan-Yogyakarta 24 Desember 2011( 27 Muharram 1433 H)
Penulis: Muhammad Nashiruddin Hasan
0 comments:
Post a Comment