Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan, terkadang seorang hamba yang berdo’a kepada Allah Ta’ala merasa bahwa do’anya tidak dikabulkan, padahal ia telah meminta siang dan malam. Jika hal ini terjadi pada kita, hendaklah kita mengevaluasi diri kita, manakah yang lebih banyak antara do’a kita yang dikabulkan dengan yang tidak? Faktor apakah yang menyebabkan do’a kita tidak dikabulkan?
Sesungguhnya do’a akan sulit dikabulkan apabila ada penghalang terkabulnya do’a. Apa sajakah penghalang itu?! Berikut ini beberapa perkara yang dapat menghalangi terkabulnya do’a:
Pertama : Makan dan minum dari yang haram.
Yakni mengkonsumsi barang haram berupa makanan, minuman, pakaian dan hasil usaha yang haram.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْيَلُ إِلاَّ طَيِّبًا،
وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ،
فَقَالَ تَعَالَي: ( ياَ أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًا )،
وَقَالَ تَعَالَى: ( يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ).
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu Maha baik dan tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para Rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al-Mu’minuun: 51). Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik, yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172).
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ،
يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَي السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ!
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ،
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ؟
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Rabbku… wahai Rabbku…” sedangkan makanannya haram, minuman haram, pakaiannya dari yang haram dan ia dikenyangkan dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin do’anya akan dikabulkan?” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1015)
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Para Rasul dan umatnya diperintahkan untuk makan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang buruk dan diharamkan. Kemudian di akhir hadits disebutkan tentang tidak dikabulnya do’a seseorang disebabkan mengkonsumsi barang yang haram, baik makanan, minuman, pakaian dan hasil usaha yang haram. Oleh karena itu, para Sahabat dan orang-orang sholih sangat berhati-hati dan memastikan makanan mereka adalah dari yang halal dan menjauhi makanan yang haram.” (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, hal. 198).
Dalam hadits ini disebutkan empat sebab terbesar yang mempermudah terkabulnya do’a seorang hamba, yakni:
- Ia sedang menempuh perjalanan jauh (safar).
- Kondisi tubuhnya yang sangat memperihatinkan.
- Ia menengadahkan tangannya ke langit.
- Ia merintih dalam do’anya dengan mengucapkan: “Ya Rabbi… ya Rabbi…”
Walaupun ada empat sebab untuk terkabulnya sebuah do’a, namun di akhir hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagaimana mungkin do’anya akan dikabulkan?!”
Hal ini menunjukkan bahwa mengkonsumsi barang-barang yang haram adalah penghalang yang sangat kuat bagi terkabulnya do’a.
Kedua : Tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ دُعَاءٍ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّي عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Semua do’a akan terhalang hingga diucapkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dalam Ausath, IV/448. Al-Haitsami berkata dalam Majma’ Az-Zawaaid, X/160, bahwa perawinya tsiqoh. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahaadits Shohiihah, no. 2035 dan Shohiih Al-Jaami’, IV/73).
‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
إنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوْفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ
لاَ يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى يُصَلَّى عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya do’a tertahan di antara langit dan bumi, tidak akan naik sesuatupun darinya hingga diucapkan shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Riwayat ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Ash-Shahiihah, no. 2035)
Ketiga : Tergesa-gesa minta do’anya dikabulkan
Salah satu penghalang terkabulnya do’a adalah tergesa-gesa meminta pengabulan do’a, lalu menganggap do’anya tidak kunjung dikabulkan. Terburu-buru meminta pengabulan do’a adalah perkara yang terlarang, bahkan hal itu dapat menghalangi terkabulnya do’a. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُسْتَجَابُ ِلأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُوْلُ : قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Senantiasa akan dikabulkan do’a salah seorang di antara kamu selama dia tidak terburu-buru, yakni ia berkata: ‘Aku sudah berdo’a, namun tidak dikabulkan bagiku.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Bukhari no. 6340 dan Muslim no. 2735).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ،
قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلاِسْتِعْجَالُ؟
قَالَ: يَقُوْلُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ، فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيْبُ لِي،
فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Do’a seorang hamba senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdo’a (dengan do’a) yang berisi dosa atau pemutusan tali silaturahim, dan selama ia tidak tergesa-gesa.” Ada seorang sahabat yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apa maksudnya tergesa-gesa?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ia berkata: ‘Aku sudah berdo’a… dan aku sudah berdo’a… namun aku lihat, Allah tidak mengabulkan do’aku.’ Lalu ia terputus dari do’a (berhenti berdo’a) dan meninggalkannya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, IV/2096)
Keempat : Melakukan maksiat dan meninggalkan kewajiban.
Maksiat adalah salah satu penghalang terkabulnya do’a, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajabrahimahullah dalam kitabnya, Jami’ul ‘Uluum wal Hikam. Seorang penyair mengatakan, “Bagaimana mungkin kita mengharapkan terkabulnya do’a, sementara kita telah menutup jalannya dengan dosa dan maksiat?!” (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, I/275).
Maka hendaknya seorang muslim senantiasa menjaga dirinya dari segala maksiat dan dosa. Dan jika sudah terjerumus kepada maksiat, hendaknya ia segera bertaubat kepada Allah Ta’ala dan mengganti amal jeleknya dengan kebaikan.
Mengerjakan amal ketaatan merupakan sebab terkabulnya do’a. Demikian pula sebaliknya, meninggalkan kewajiban merupakan salah satu penghalang terkabulnya do’a. Salah satu kewajiban seorang hamba adalah menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Bila kedua hal ini tidak dilaksanakan, maka do’a tidak akan dikabulkan.
Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ
أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ
ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya kalian menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran, atau jika tidak, niscaya Allah akan mengirimkan siksa-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun do’a kalian tidak lagi dikabulkan.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 2169, dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shohiih Al-Jaami’, no. 6947).
Kelima : Berdo’a dengan do’a yang isinya mengandung perbuatan dosa atau memutus tali silaturahim.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيْعَةُ رَحِمٍ
إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ:
إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ،
وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا،
قَالُوْا: إِذاً نُكْثِرُ، قَالَ: اللهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim berdo’a kepada Allah dengan sebuah do’a yang di dalamnya tidak berisi dosa dan pemutusan tali silaturahim, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan: Allah akan segera mengabulkan do’anya, atau Allah akan menyimpannya sebagai pahala baginya di Akhirat, atau Allah akan menghindarkan dirinya dari keburukan yang semisalnya.” Para sahabat berkata, “Kalau begitu kami harus memperbanyak berdo’a (wahai Rasulullah).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa yang Allah berikan kepada kalian lebih banyak dari apa yang kalian minta.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/18, al-Bukhori dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 710, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrod, no. 550)
Keenam : berdo’a dalam keadaan lalai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اُدْعُوْا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ،
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيْبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdo’alah kepada Allah sementara kalian yakin do’a kalian akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai lagi lengah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3479 dan Hakim I/493. Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahaadiits Shohiihah, no. 254 dan dalam Shohiih At-Tirmidzi, no. 2766).
Penutup
Jika seorang muslim sudah berdo’a dan sudah berusaha memenuhi syarat-syaratnya, serta sudah berusaha keras menjauhi penghalang-penghalang terkabulkan do’a, akan tetapi do’anya belum juga dikabulkan, maka ia harus sabar dan ridha. Yakinlah bahwa Allah mempunyai hikmah yang sangat tinggi.
Allah Ta’ala sangat sayang kepada hamba-Nya, dan Dia lebih mengetahui urusan hamba-Nya. Sedangkan seorang hamba tidak mengetahui sebab urusannya. Boleh jadi ia membenci sesuatu, padahal sesuatu itu amat baik baginya, dan boleh jadi pula ia menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu amat buruk baginya.
Bahkan boleh jadi sebenarnya Allah Ta’ala telah mengabulkan do’anya namun dengan diberi yang jauh lebih baik dari yang diminta atau diganti dengan yang lain karena apa yang diminta tidak baik baginya.Wallahu Ta’ala A’lam
Sumber : Buletin at-Taubah, edisi ke-23
Nas alullaaha wal 'aafiyah.
attaubah.com
0 comments:
Post a Comment