Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan padanya, maka dia akan dipahamkan/difaqihkan dalam (urusan) agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Sesungguhnya fiqih tentang nama-nama Allah yang terindah (al-Asma’ al-Husna) adalah sebuah bidang ilmu yang sangat utama, bahkan ia merupakan fiqih yang terbesar. Ilmu ini menduduki posisi pertama-tama dan terdepan dalam kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan padanya, maka dia akan dipahamkan/difaqihkan dalam (urusan) agama.” (Muttafaq ‘alaih). Ia merupakan sebaik-baik perkara yang semestinya digapai selama hidup, sebaik-baik ilmu yang digali dan diraih oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan dan akal yang terbimbing. Bahkan ia merupakan puncak tertinggi yang menjadi target untuk berlomba-lomba dan ujung cita-cita yang menjadi tujuan bagi orang-orang yang saling bersaing dalam kebaikan. Ia merupakan pilar perjalanan hidup menuju Allah dan pintu gerbang yang tepat untuk menggapai cinta dan ridha-Nya. Ia merupakan jalan yang lurus yang ditempuh oleh orang-orang yang dicintai Allah dan dipilih-Nya.” (Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 11)
Fiqih tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan pondasi agama seorang hamba. Sebab ia merupakan bagian utama dalam keimanan kepada Allah. Inilah pondasi yang tidak boleh dilupakan dan pilar agama yang tidak layak diabaikan. Pondasi amalan ada dua -sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah- yaitu:
- Mengenal Allah dengan benar, memahami perintah-perintah-Nya, nama-nama dan sifat-sifat-Nya
- Memurnikan ketundukan kepada Allah dan rasul-Nya, bukan kepada selainnya. Kedua hal inilah pondasi paling kuat yang akan melandasi bangunan agama seorang hamba. Kekuatan dan ketinggian agama seseorang akan tergantung pada kekuatan dua hal ini (lihat Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 12)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an terdapat penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya yang jauh lebih banyak daripada ayat-ayat yang di dalamnya terkandung penyebutan mengenai makan, minum dan pernikahan di surga. Ayat-ayat yang mengandung penyebutan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya itu lebih agung kedudukannya daripada ayat-ayat tentang hari kiamat. Ayat paling agung di dalam al-Qur’an adalah ayat Kursi yang mengandung ayat-ayat semacam itu…” (Dar’u at-Ta’arudh, sebagaimana dinukil dalam Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 13-14)
Mengenal dan merenungkan keagungan nama-nama dan sifat-sifat Allah termasuk inti dakwah para nabi dan rasul. Diterangkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwasanya dakwah para rasul itu berporos pada tiga perkara:
- Memperkenalkan keagungan Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya
- Menunjukkan dan menjelaskan kepada mereka jalan yang akan mengantarkan kepada-Nya, yaitu dengan berdzikir kepada-Nya, bersyukur dan beribadah kepada-Nya
- Menerangkan kepada mereka tentang balasan yang akan mereka terima sesampainya mereka di hadapan-Nya, berupa kenikmatan surga dan yang paling utama di antaranya adalah keridhaan Allah dan kenikmatan memandang wajah-Nya dan Allah pun mengajak bicara dengan mereka (lihat Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 16-17)
Mengenal Allah merupakan sebuah kenikmatan tiada tara yang banyak tidak dirasakan oleh manusia. Sebagian ulama salaf berkata, “Orang-orang yang malang di antara penduduk dunia ini adalah mereka yang keluar darinya -dari dunia- dan tidak sempat mencicipi kenikmatan paling lezat di dalamnya.” Lantas ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan paling lezat yang ada di dalamnya?”. Dia menjawab, “Mengenal Allah, mencintai-Nya dan merasa tentram dengan mendekatkan diri kepada-Nya serta rindu untuk berjumpa dengan-Nya.” (lihat Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 21)
Akan tetapi, yang dimaksudkan dengan mengenal Allah di sini bukanlah sekedar wawasan, dimana orang yang taat maupun orang bejat sama-sama memilikinya. Namun, yang dimaksud adalah pengenalan yang diiringi dengan perasaan malu kepada Allah, cinta kepada-Nya, ketergantungan hati kepada-Nya, rindu berjumpa dengan-Nya, takut kepada-Nya, bertaubat dan meningkatkan ketaatan kepada-Nya, merasa tentram dengan-Nya, dan meninggalkan makhluk demi mengabdi kepada-Nya (lihat Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 22)
Melupakan perenungan terhadap nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya termasuk tindakan melupakan Allah ta’ala. Sungguh ini merupakan perbuatan yang sangat tercela. Allahta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah pun membuat mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. al-Hasyr: 19). Barangsiapa yang melupakan Allah, maka akan membuatnya lupa akan jati dirinya sendiri, lupa akan kemaslahatan hidupnya di dunia maupun di akherat, tidak mengetahui sebab-sebab yang akan mengantarkan dirinya menuju kebahagiaan di dunia dan di akherat… (lihat Fiqh al-Asma’ al-Husna, hal. 25). Aduhai betapa malangnya orang semacam ini!
Yang dimaksud ‘melupakan Allah’ itu meliputi:
- Meninggalkan perintah Allah, sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Baghawi dan Ibnul Jauzi rahimahumallah dalam tafsirnya
- Meninggalkan dzikir/mengingat Allah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Katsirrahimahullah dalam tafsirnya
- Tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya dan tidak merasa takut kepada-Nya, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam tafsirnya
- Meninggalkan kewajiban yang Allah bebankan kepada mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya (lihat tafsiran-tafsiran di atas di dalam software Maktabah asy-Syamilah)
Oleh sebab itu, tidak selayaknya bagi kaum muslimin, apalagi para penuntut ilmu untuk meremehkan pembahasan atau kajian mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah. Karena ini merupakan fiqih akbar yang akan mengenalkan kita dengan Rabb yang kita sembah, Rabb yang telah melimpahkan sekian banyak nikmat kepada kita, Rabb yang kalaupun menimpakan musibah kepada kita itupun karena hikmah dari-Nya, Rabb yang akan mengingat dan menolong kita selama kita mau mengingat-Nya dan membela agama-Nya. Semoga Allah menanamkan ke dalam hati kita kecintaan untuk mengenali, merenungi dan melaksanakan konsekuensi dari tauhid yang agung ini. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
abumushlih.com
0 comments:
Post a Comment