Share
div id='fb-root'/>

Wednesday, November 16, 2011

Bolehkah Nikah Beda Agama ?

Share on :

Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim. Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit yang terpengaruh dengan pemahaman liberal semacam itu, yang mengagungkan kebebasan, yang pemahamannya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi masalah.
Namun bagaimana sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar mengenai status pernikahan beda agama? Terutama yang nanti akan kami tinjau adalah pernikahan antara wanita muslimah dengan pria non muslim. Karena ini sebenarnya yang jadi masalah besar. Semoga bahasan singkat ini bermanfaat.
Pernikahan Wanita Muslimah dan Pria Non Muslim
Tentang status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (QS. Al Mumtahanah: 10)
Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ
Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir
Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ
Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu
Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslim menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu).[1]
Ayat ini sungguh meruntuhkan argumen orang-orang liberal yang menghalalkan pernikahan semacam itu. Firman Allah tentu saja kita mesti junjung tinggi daripada mengikuti pemahaman mereka (kaum liberal) yang dangkal dan jauh dari pemahaman Islam yang benar.
Penjelasan Ulama Islam Tentang Pernikahan Wanita Muslimah dengan Pria Non Muslim
Para ulama telah menjelaskan tidak bolehnya wanita muslimah menikah dengan pria non muslim berdasarkan pemahaman ayat di atas (surat Al Mumtahanah ayat 10), bahkan hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin telah sepakat tidak bolehnya pria musyrik (non muslim) menikahi (menyetubuhi) wanita muslimah apa pun alasannya. Karena hal ini sama saja merendahkan martabat Islam.”[2]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) menunjukkan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik (non muslim)”.[3]
Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) merupakan dalil bahwa wanita muslimah tidaklah halal bagi orang kafir (non muslim). Keislaman wanita tersebut mengharuskan ia untuk berpisah dari suaminya dan tidak hanya berpindah tempat (hijrah)”.[4]
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatkan, “Sebagaimana wanita muslimah tidak halal bagi laki-laki kafir, begitu pula wanita kafir tidak halal bagi laki-laki muslim untuk menahannya dalam kekafirannya, kecuali diizinkan wanita ahli kitab (dinikahkan dengan pria muslim).”[5]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Orang kafir (non muslim) tidaklah halal menikahi wanita muslimah. Hal ini berdasarkan nash (dalil tegas) dan ijma’ (kesepakatan ulama). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” Wanita muslimah sama sekali tidak halal bagi orang kafir (non muslim) sebagaimana disebutkan sebelumnya, meskipun kafirnya adalah kafir tulen (bukan orang yang murtad dari Islam). Oleh karena itu, jika ada wanita muslimah menikah dengan pria non muslim, makanikahnya batil (tidak sah).[6]
Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim hafizhohullah dalam Kitab Adhwaul Bayan (yang di mana beliau menyempurnakan tulisan gurunya , Syaikh Asy Syinqithi), memberi alasan kenapa wanita muslimah tidak dibolehkan menikahi pria non muslim, namun dibolehkan jika pria muslim menikahi wanita ahli kitab. Di antara alasan yang beliau kemukakan: Islam itu tinggi dan tidak mungkin ditundukkan agama yang lain. Sedangkan keluarga tentu saja dipimpin oleh laki-laki. Sehingga suami pun bisa memberi pengaruh agama kepada si istri. Begitu pula anak-anak kelak harus mengikuti ayahnya dalam hal agama.[7] Dengan alasan inilah wanita muslimah tidak boleh menikah dengan pria non muslim.
Semoga dengan tulisan dengan sederhana bisa menyadarkan para remaja sekalian. Wallahu waliyyut taufiq.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/2521, index “Ahlu Kitab”, point 15.
[2] Tafsir Al Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurthubi, Mawqi’ Ya’sub, 3/72.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 13/521.
[4] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7/207.
[5] Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah, 1423 H, hal. 857.
[6] Majmu’ Fatawa Syaikh Ibni ‘Utsaimin, 12/138-140, dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 69752,http://islamqa.com/ar/ref/69752
[7] Adwaul Bayan 8/164-165, dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 6402, http://islamqa.com/ar/ref/6402

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More