Monday, October 3, 2011
Siapa yang Lebih Berhak Menjadi Imam ?
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Siapa yang Lebih Berhak Menjadi Imam ?
Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik AllahSubhanahu wa Ta’ala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya Robbul ‘Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam.
Kedudukan menjadi imam/pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa adalah sebuah keutamaan besar. Bahkan ia adalah do’a orang-orang yang sholeh. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. [QS. Al Furqon (25) : 74]
Menjadi imam dalam sholat adalah merupakan salah satu cakupan dari ayat di atas. Namun sebagian orang –Allahu a’lam- karena terlalu bersemangat dalam meraih kedudukan yang mulia ini, mereka tidak segan-segan meraih posisi ini padahal ia tidaklah layak untuk itu dan masih ada orang yang layak untuk itu.
Oleh karena itulah kami memilih topik pembahasan kali ini mengenai masalah yang berhubungan dengan hal tersebut yaitu manakah yang lebih berhak menjadi imam seorang qori’[1] atau seorang yang fakih tentang hukum-hukum (terutama sholat)? Dari kedua hal ini jelaslah bagi kita mereka adalah orang-orang yang tidak termasuk dalam kedua hal tersebut tidaklah layak menjadi imam. Semisal orang yang hafalannya sedikit dan bacaannya buruk maka orang yang demikian tidaklah layak menjadi imam. Apalagi jika hafalannya sedikit, bacaanya buruk dan tidak tahu bagaimana hukum-hukum (terutama sholat) maka orang yang demikian ini tidaklah layak menjadi imam. Maka sekali lagi penulis sampaikan topik pembahasan ini adalah manakah yang lebih utama untuk menjadi imam seorang qori’ yang hafalannya banyak atau orang yang fakih tentang hukum (terutama sholat) namun hafalannya tidak terlalu banyak.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan yang dimaksud dengan qori’ adalah orang yang paling bagus bacaannya, sebagian ulama’ dari mazhab Hambali mengatakan, yang dimaksud dengan qori’ adalah orang yang paling banyak hafalannya. Penulis Shohih Fiqh Sunnah mengatakan, “Aku katakan pendapat sebagian ulama’ mazhab hambali inilah yang benar sesuai dengan dhohir hadits-hadits tentang hal ini akan tetapi dengan syarat bacaan Al Qur’annya benar dan sempurna makhrojul hurufnya”.
Berkaitan dengan masalah ini para ulama’ berbeda pendapat, mereka secara umum memiliki dua pendapat pokok.
[Pendapat Pertama, Qori’ yang Lebih Utama Menjadi Imam]
Pendapat ini adalah pendapat yang diambil oleh al Imam Abu Hanifah dan para pengikut mazhab Beliau, al Imam Sufyan Ats Tsauriy[2] dan Al Imam Ahmad bin Hambal rohimahumullah. Dalil mereka adalah :
[1]. Hadits Abu Sa’id al Khudriy rodhiyallahu ‘anhu, Beliau mengatakan,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ »
Rosulullah Shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Jika kalian berjumlah tiga orang (dan hendak mengerjakan sholat berjamaah) makan hendaklah salah seorang dari kalian yang paling banyak hafalannya (qori’) menjadi imam”[3].
[2]. Hadits Abu Mas’ud Al Anshori rodhiyallahu ‘anhu, Beliau mengatakan,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِى السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِى الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِى سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِى بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Rosulullah Shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Yang menjadi imam dari suatu kaum adalah orang yang paling banyak hafalan terhadap Kitab Allah (Al Qur’an), jika diantara mereka ada yang memiliki hafalan sama maka yang menjadi imam mereka adalah orang yang paling paham tentang sunnah Nabi (hadits) jika diantara mereka masih sama maka yang paling dahulu hijroh[4] jika mereka dalam masalah hijroh sama maka yang lebih dahulu masuk islam[5]. Janganlah seorang laki-laki menjadi imam seorang lelaki yang lain yang merupakan sulthonnya dalam daerah kekuasaan sulthon tersebut dan tidak pula di rumah orang yang di datanginya sebagai bentuk pemulian baginya kecuali atas izin orang tersebut”[6].
[3]. Hadits Amr bin Salamah,
صَلُّوا صَلاَةَ كَذَا فِى حِينِ كَذَا ، وَصَلُّوا كَذَا فِى حِينِ كَذَا ، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ ، فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنً
“Sholatlah kalian pada keadaan demikian, Sholatlah kalian pada keadaan demikian, jika telah datang waktu sholat maka hendaklah salah seorang dari kalian beradzan dan hendaklah salah seorang dari kalian yang paling banyak hafalan Al Qur’annya menjadi imam”[7].
[Pendapat Kedua, Orang yang Fakih yang Lebih Utama Menjadi Imam]
Pendapat ini adalah pendapat yang diambil oleh al Imam Malik dan Syafi’i dan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa pendapat yang diambil oleh al Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal rohimahumullah. Mereka mengambil pendapat ini berdasarkan dalil sebagai berikut.
[1]. Mungkin saja orang yang menggantikan imam dalam sholat orang yang tidak tidak tahu apa yang dilakukannya untuk menggantikan imam dalam sholat kecuali orang yang fakih. Maka orang yang fakih lebih utama.
[2]. Para ulama ini menjawab/berargumentasi dengan hadits yang dibawakan kelompok ulama sebelumnya[8] bahwa orang yang paling banyak hafalan Al Qur’annya di masa sahabat adalah orang yang paling fakih. Karena para sahabat tidaklah mereka membaca sepuluh ayat hingga mereka memamahi maknanya dan kandungan (salah satunya adalah fikih/hukum) yang ada pada ayat-ayat tersebut dan mengamalkannya. Para ulama terdahulu sebelumnya membantah argumen di atas dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, (فَإِنْ كَانُوا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ) hadits ini menunjukkan lebih utamannya orang yang banyak hafalannya menjadi imam secara mutlak.
[3]. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam menunjuk Abu Bakar rodhiyallahu ‘anhumenjadi imam bagi para sahabat untuk menggantikan beliau padahal Abu Bakar bukanlah sahabat yang paling banyak hafalannya diantara para sahabat. Para ulama terdahulu sebelumnya membantah argumen di atas dengan mengatakan bahwa pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam pada Abu Bakar untuk menggantikan beliau mengimami para sahabat merupakan isyarat agar beliau menggantikan Nabishallallahu ‘alaihi was sallam menjadi kholifah, dan kholifah lebih utama untuk menjadi imam walaupun ada orang yang lebih banyak hafalannya.
Penulis Shahih Fiqh Sunnah mengatakan, “Pendapat yang rojih/kuat adalah pendapat yang mendahulukan orang yang banyak hafalannya menjadi imam daripada orang yang fakih, akan tetapi dengan syarat orang yang banyak hafalannya tersebut memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum seputar sholat. Jika ia bukan orang yang demikian maka orang yang banyak hafalannya semisal keadaan di atas tidaklah diutamakan menjadi imam dengan sepakat para ulama’.
Demikianlah pembahasan singkat seputar masalah imam[9], mudah-mudahan kita dapat memperoleh faidah dari pembahasan ini. Amin
Sigambal,
Di hari yang penuh berkah, di saat yang penuh berkah, serta ketika turun rahmat Allah dari langit….
Aditya Budiman bin Usman
4 Maret 2011 M.
[1] Hal ini tentu saja qori’ tersebut mengetahui hukum-hukum sholat namun tidak sangat faham tentang khilaf dan tarjihnya dalam masalah-masalah seputar sholat (ed.).
[2] Shohih Fiqh Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin Sayd hal.521/I, terbitan Maktabah Taufiqiyah, Kairo, Mesir.
[3] HR. Muslim No. 672.
[4] Al Iman An Nawawiy mengatakan, “Para ulama mazhab kami/mazhab Syafi’i mengatakan, “Termasuk dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam (فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً) ‘maka yang paling dahulu hijroh’ ini dua golongan. Golongan Pertama mereka orang-orang yang hidup di zaman kita yang lebih dahulu hijroh dari negeri kafir ke negeri Islam, karena kewajiban hijroh itu tetap ada menurut mazhab kami dan ini merupakan pendapat jumhur ulama’. Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam,
لَا حِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ
‘Tidak ada hijroh setelah penalukan kota Mekkah’
maksudnya adalah karena setelah itu kota Mekkah telah menjadi bagian dari Negeri Islam atau maksudnya adalah tidak ada hijroh yang keutamaannya seperti hijroh sebelum penaklukan kota Mekkah. Golongan Kedua anak keturunan orang-orang yang berhijrah kepada Rosulullah Shollallahu ‘alaihi was sallam (أَوْلَاد الْمُهَاجِرِينَ إِلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawiy asy Syafi’i dengan tahqiq Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa hal. 177-178/III, terbitan Darul Ma’rifah, Beirut].
[5] Dalam sebuah riwayat disebutkan (سِنًّا) yang paling tua, (فَأَكْبَرهمْ سِنًّا) yang paling banyak umurnya/tua. [Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 178/III].
[6] HR. Muslim No. 672.
[7] HR. Bukhori No. 4302.
[8] Yaitu yang mengatakan orang yang lebih utama menjadi imam adalah orang yang paling banyak hafalannya. Demikian yang dimaksudkan dalam tulisan ini untuk kata yang semisal.
[9] Tulisan ini diangkat dari kitab Shohih Fiqh Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin Sayd hal.521-522/I, terbitan Maktabah Taufiqiyah, Kairo, Mesir dengan perubahan seperlunya.
0 comments:
Post a Comment