Tuesday, October 11, 2011
Perhitungan di Hari Perhitungan
Kisah berikut ini bukanlah kisah dari ulama besar. Kisah ini berasal dari orang biasa, namun mengandung pelajaran berharga agar jangan kita sibuk dengan kehidupan duniawi lantas melupakan hari perhitungan.
Ada seorang awam yang hidupnya hanya untuk mencari kenikmatan duniawi dan uang serta sama sekali mengabaikan kehidupan akhirat. Dia bekerja sebagai petugas penjualan karcis di salah satu stasiun milik perusahaan transportasi.
Suatu ketika, seorang pemuda aktifis dakwah datang membeli karcis, setelah memberikan karcisnya, lantas tukang karcis tersebut berkata, "Ongkosnya?" Secara bercanda, si pemuda itu menjawab, "Nanti saja, perhitungannya pada hari perhitungan." Lalu pemuda aktifis dakwah tersebut membayar ongkosnya.
Peristiwa itu pun berlalu sekian bulan. Pada suatu hari, si pemuda aktifis itu shalat di salah satu masjid. Tiba-tiba tukang karcis tersebut yang sudah dalam penampilan berbeda; berjenggot tebal, tampak dari wajahnya tanda orang bertakwa dan sholeh menyongsong pemuda tadi sambil mencium jidatnya seraya berkata, "Masih ingatkah kamu denganku?" Si pemuda itu dengan nada minta maaf menjawab, "Sungguh, saya tidak ingat lagi."
Si tukang karcis itu berkata lagi padanya, "Aku adalah si penjual karcis yang sempat tidak ingin memberikan karcis padamu gara-gara ucapanmu, 'Nanti saja perhitungannya pada hari perhitungan' itu. Sungguh ucapanmu itu begitu membekas dan membuat jiwaku tersentak sehingga aku banyak berpikir tentang hari yang demikian agung itu. Itulah yang kemudian menggiringku mendapatkan hidayah. Sudah ke beberapa tempat aku mencarimu hingga akhirnya aku menjumpaimu di sini." Akhirnya, pemuda tersebut mengucapkan selamat atas hidayah yang diraih tukang karcis tadi. Kemudian keduanya menjadi dua bersaudara di jalan Allah. (Qashash wa Mawaqif Dzat 'Ibar, 'Adil bin Muhammad Al 'Abdul 'Aliy, hal. 9, dinukil dari website www.alsofwah.or.id)
Kisah di atas menunjukkan pula bahwa setiap waktu kita pun bisa mendakwahi orang lain, walaupun awalnya dengan candaan. Begitu pula ketika kita menjadi seorang pebisnis, kita pun bisa mendakwahi orang lain dengan akhlak mulia, memegang amanat dan bersikap jujur. Jadi, jangan remehkan kebaikan sedikit pun juga. Wallahu waliyyut taufiq. (*)
@ Kereta Argo Wilis (Trip from Bandung to Jogja), 16 Ramadhan 1432 H (16/08/2011)
Artikel Majalah Pengusaha Muslim Rubrik Oase September 2011, dipublish ulang oleh www.rumaysho.com
0 comments:
Post a Comment