Thursday, October 13, 2011
Mengqadha Shalat Sunnah Rawatib
Bismillah ... Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Shalat sunnah rawatib sungguh termasuk amalan sunnah yang amat mulia. Shalat ini adalah shalat yang mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya. Namun barangkali kita pernah luput dari shalat sunnah tersebut. Apabila kita luput dari shalat tersebut, apakah boleh kita mengqodho’nya agar tetap mendapat keutamaannya? Mengqodho’ artinya mengerjakannya di luar waktu.
Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
Mengenai keutamaan shalat sunnah rawatib diterangkan dalam hadits berikut ini. Ummu Habibah berkata bahwa ia mendengar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib, pen) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Muslim no. 728)
Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Barangsiapa sehari semalam mengerjakan shalat 12 raka’at (sunnah rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di surga, yaitu: 4 raka’at sebelum Zhuhur, 2 raka’at setelah Zhuhur, 2 raka’at setelah Maghrib, 2 raka’at setelah ‘Isya dan 2 raka’at sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).
Bahasan mengenai keutamaan shalat sunnah, keutamaan shalat sunnah rawatib dan jumlah raka’atnya silakan simak pada bahasan: “Merutinkan Shalat Sunnah Rawatib”.
Masalah: Mengqodho Shalat Sunnah Rawatib
Masalah mengqodho shalat sunnah rawatib adalah suatu yang diperselisihkan para ulama.
Ulama Hanafiyah, ulama Malikiyah serta pendapat yang masyhur di kalangan Hambali, shalat rawatib tersebut tidak diqodho selain shalat sunnah Fajr (2 raka’at sebelum Shubuh). Shalat tersebut boleh diqodho’ setelah waktunya.
Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat sunnah ada dua macam, ada yang muaqqot (dibatasi waktunya) dan ada yang ghoiru muaqqot (tidak dibatasi waktunya). Shalat sunnah yang tidak dibatasi waktunya -seperti shalat kusuf (gerhana), shalat istisqo’ (minta hujan), dan shalat tahiyatul masjid-, tidak ada qodho’ pada shalat sunnah tersebut. Adapun shalat sunnah yang dibatasi waktunya –seperti shalat ‘ied, shalat Dhuha, shalat rawatib (yang mengiringi shalat wajib), maka menurut pendapat terkuat di kalangan Syafi’iyah, shalat seperti itu diqodho’. Pendapat ini juga masyhur di kalangan Hambali.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat terkuat menurut ulama Syafi’iyah adalah qodho dalam shalat sunnah rawatib tetap disunnahkan. Demikianlah yang menjadi pendapat Muhammad Al Muzani dan Ahmad dalam salah satu pendapat. Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Abu Yusuf dalam salah satu pendapat mereka menyatakan bahwa shalat sunnah rawatib tersebut tidak perlu diqodho’. (Al Majmu’, 4/43)
Namun pendapat yang menyatakan boleh diqodho’ itulah yang lebih kuat (rojih). Alasannya adalah hadits Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
“Barangsiapa yang tidak shalat dua raka’at sebelum Shubuh, maka hendaklah ia shalat setelah terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi no. 423, kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih)
Begitu pula hadits Ummu Salamah dalam Bukhari dan Muskim bahwa Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam mengqodho’ dua raka’at setelah Zhuhur dilakukan setelah ‘Ashar. Beliau melakukan demikian karena beliau sibuk mengurus urusan Bani ‘Abdil Qois.
Juga ada hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلاَّهُنَّ بَعْدَهُ
“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat rawatib 4 raka’at sebelum Zhuhur, beliau melakukannya setelah shalat Zhuhur.” (HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Juga ada hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ نَامَ عَنِ الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَ وَإِذَا اسْتَيْقَظَ
“Barangsiapa yang ketiduran dan keluputan shalat witir atau lupa mengerjakannya, maka kerjakanlah shalat tersebut ketika ingat atau ketika terbangun.” (HR. Tirmidzi no. 465 dan Ibnu Majah no. 1188. Kata Syaikh Al Albani, hadits ini shahih)
Kesimpulan
Dari bahasan di atas, disunnahkan bagi kita untuk tetap semangat menjaga shalat sunnah rawatib dan mengerjakan shalat tersebut di waktunya. Karena kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat rawatib di waktunya. Namun jika kita disibukkan dengan suatu hal, maka boleh kita mengqodho’nya kapan saja (di malam atau siang hari). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan Syafi’iyah yang menyatakan boleh mengqodho’nya kapan saja. Jika memang kondisi kita ada kesibukan penting, ada uzur syar’i yang membuat kita tidak mampu mengerjakannya, maka berharaplah pada Allah agar kita tetap mendapatkan pahala yang sempurna.
Semoga Allah memberi kita taufik untuk terus menjaga amalan yang mulia ini. Wallahu waliyyut taufiq.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA
Weekend, 14 Dzulqo’dah 1432 H (12/10/2011)
0 comments:
Post a Comment