Share
div id='fb-root'/>

Thursday, September 22, 2011

Hadiah Untuk PNS

Share on :

oleh: Ust. Aris Munandar, S.S., M.A. 

haram_hadiah_pns_1.jpg
Pertanyaan, “Ibuku adalah PNS. Terkadang, ada anggota masyarakat --yang mendapatkan pelayanan dari ibuku-- yang memberikan hadiah tanpa diminta oleh ibuku. Hadiah tersebut juga tidak bertujuan sebagai suap agar Ibu lebih cepat memberikan pelayanan kepadanya. Akan tetapi, penyebab hadiah tersebut adalah karena ibuku bekerja memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sungguh-sungguh. Ibu adalah seorang PNS yang tampak sungguh-sungguh melayani masyarakat dan bekerja dengan cekatan, siapa pun yang dilayani. Karena langkanya PNS semacam ini di zaman ini, ada orang-orang yang terkadang ingin memberikan apresiasi kepada Ibu. Ada yang memberi hadiah berupa sebotol madu. Apa hukum hadiah semacam ini? Apa hukumnya jika aku sebagai anaknya mengonsumsi hadiah tersebut?”

Jawaban Syekh Mahir bin Zhafir Al-Qahthani
, “Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Humaid As-Sa’idi; Rasulullah bersabda,
هدايا العمال غلول
Hadiah yang diterima para pegawai adalah harta hasil khianat amanah.’
Tidak boleh bagi ibu Anda untuk menerima dan mengambil hadiah tersebut saat beliau masih menjadi PNS yang berkewajiban melayani masyarakat. Jika memang itu adalah hadiah yang murni hadiah --alias hadiah yang halal-- maka seandainya ibu Anda sudah pensiun sehingga hanya duduk manis di rumah, adakah orang yang datang membawakan hadiah?
Harta haram itu ada dua macam. Pertama, haram karena harta itu sendiri. Itulah harta hasil merampas, mencuri, dan semisalnya. Kedua, harta yang haram karena faktor diluar harta yang bersangkutan, semisal harta hasil riba. Hadiah yang didapatkan oleh PNS, kemungkinan besar termasuk jenis kedua ini.
Harta jenis pertama itu haram atas semua orang, baik untuk orang yang mendapatkannya atau pun untuk orang kedua yang mendapatkan harta tersebut dari orang pertama, dengan cara-cara yang mubah, semisal warisan atau pun hadiah.
Adapun harta jenis kedua --yaitu harta yang haram karena transaksinya-- semisal harta riba, itu hanya haram untuk orang pertama namun halal untuk orang kedua yang mendapatkan harta tersebut dari orang pertama dengan cara-cara yang mubah, misalnya sebagai warisan, nafkah, dan hadiah.
Ada dua dalil yang menunjukkan kebenaran pendapat yang memberikan rincian di atas.
Pertama, terdapat riwayat yang sahih dari Ibnu Mas’ud mengenai komentar beliau terhadap harta riba yang dihadiahkan oleh si rentenir atau undangan makan di rumah rentenir. Beliau mengatakan,
لك غنمه وعليه غرمه
‘Untukmu enaknya dan untuknya dosanya.’
Kedua, Nabi menerima hadiah makanan dari perempuan Yahudi, padahal orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang sering mendapatkan harta dari cara-cara yang tidak halal.
Berdasarkan uraian di atas, boleh bagi Anda untuk mendapatkan barang-barang tersebut dari ibu Anda melalui cara-cara yang mubah, misalnya sebagai nafkah atau pun hibah. Dalam kondisi semisal ini, harta tersebut haram bagi ibu Anda, meski halal bagi Anda.”
Sumber: http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=7786


0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More