Share
div id='fb-root'/>

Kaya tidak diukur dengan banyaknya harta

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bertakwa itu dimana saja

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”(HR Tirmidzi 1987)

Mudahkan Kesulitan Saudara Kita

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR Muslim 2699)

Segeralah Bertaubat

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Bersemangatlah untuk Beramal Shalih

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97)

Sunday, April 29, 2012

Ketika Pakaian Muslimah Dicampakkan

Dewasa ini muncul busana muslimah dengan beragam corak dan mode. Bahkan terpajang di outlet-outlet penjualan yang biasanya dipenuhi baju-baju pengumbar aurat. Namun, kebanyakan busana-busana muslimah tersebut masih mempertontonkan lekuk tubuh, sempit, lagi ketat. Demikian pula aneka jilbab gaul dengan desain seperti topi yang hanya menutupi rambut belaka.
Di sisi lain, busana muslimah hanya dipakai dalam acara-acara tertentu atau kegiatan keagamaan. Misalnya hanya ketika shalat, seorang wanita muslimah berusaha menutupi tubuhnya dari atas sampai bawah sehingga rambut dan kaki tidak terlihat. Namun, begitu salam telah diucapkan, maka keadaannya akan kembali seperti semula.
Mereka keluar rumah dengan mengenakan baju yang mereka sangka telah berdasarkan aturan Islam, akan tetapi kenyataannya tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat. Sehingga masuklah mereka ke dalam kategori “berbusana tetapi telanjang”. Seolah-olah menutup aurat hanya wajib ketika shalat semata atau sekedar kulit tidak terlihat lagi oleh mata lelaki lain. Wa ilallâhil musytaka(kepada Allâh Ta’âla lah tempat pengaduan).
إِذَا الْـمَرْأُ لَـمْ يَلْبِسْ لِبَاسًا مِنَ التُّقَى
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
Apabila seseorang tidak mengenakan baju ketakwaan,
ia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.

RAHMAT ISLAM BAGI KAUM WANITA

Kandungan ajaran Islam, secara khusus sangat memuliakan derajat kaum wanita setelah pada zaman jahiliyah berada dalam level yang sangat rendah dan hak-haknya terinjak-injak. Islam menetapkan aturan-aturan bagi dua jenis manusia, lelaki dan wanita sesuai dengan kodratnya. Islam juga menyamakan kedudukan lelaki dan wanita dalam persoalan-persoalan tertentu, dengan berkaca pada hikmah Allâh Ta’ala.
Aspek-aspek perbedaan antara keduanya pun diakomodasi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Konsistensi kaum muslimah dalam menjalankan syariat Allâh, adab-adab Islam dan moralitasnya, itulah metode paling utama dan sarana terpenting bagi pemberdayaan kaum wanita dalam pembangunan umat dan kemajuan peradaban. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, sehingga semestinya memperoleh dukungan dan penghargaan dari seluruh umat Islam.

SLOGAN-SLOGAN MENYESATKAN BAGI KAUM MUSLIMAH

Para musuh Islam sangat berkepentingan terhadap penyelewengan kaum muslimah. Pasalnya, mereka mengetahui benar posisi strategis seorang wanita muslimah dalam pembinaan dan pembentukan generasi Islam yang kuat.
Melalui corong-corong (media massa) yang ada di negeri-negeri muslim, para musuh Islam itu melontarkan slogan-slogan yang bombastis, dalam rangka mengenyahkan kaum muslimah dari kesucian, benteng kehormatan dan peran penting pembinaan umat.
Dengan mengatas namakan tahrîrulmar‘ah (kebebasan bagi kaum Hawa), arraghbah filistifâdah min thâqatil mar‘ah (pemberdayaan kaum wanita), inshâfulmar‘ah (keadilan bagi kaum wanita/emansipasi) dan slogan-slogan yang berdalih modernisasi, para musuh Islam dan antek-anteknya mencoba memperdaya kaum muslimah.
Slogan-slogan dan propaganda-propaganda ini diarahkan kepada satu tujuan. Yakni menyeret kaum wanita Islam keluar dari manhaj syar’i, dan menyodorkannya kepada ancaman eksploitasi aurat, kenistaan, kehinaan dan fitnah. Sebagian dari kalangan muslimah ada yang bertekuk lutut menghadapi propaganda yang tampaknya baik, yakni untuk mengentaskannya dari “penderitaan”. Demikian yang dipersepsikan oleh kaum propagandis, baik dari kalangan sekularis maupun liberalis.
Orang-orang semacam ini, yang menjauhi syariat Allâh terancam dengan kehidupan yang sempit lagi menyesakkan.
Allâh Ta’âla berfirman:
(Qs Thâhâ/20:124)
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Qs Thâhâ/20:124)

TRAGEDI PELUCUTAN DAN PEMBAKARAN BUSANA MUSLIMAH

Gerakan “pembebasan” wanita sering unjuk gigi menggalang dukungan untuk menjauhkan kaum muslimah dari jati dirinya yang terhormat. Mereka melakukan demonstrasi dan menolak aturan yang menjaga kehormatan wanita. Hal itu bukan baru muncul belakangan ini, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak tahun 1919 M.
Pada waktu itu muncul demonstrasi kaum muslimah di Mesir tanggal 12 Maret 1919 di bawah komando Huda Sya’rawi untuk bersama-sama melepaskan hijab (pakaian muslimah yang sempurna). Ia adalah wanita Arab pertama yang melepaskan hijab. Selanjutnya, ia diikuti oleh istri Sa’ad Zaghlul. Wanita ini bersama wanita-wanita yang sudah terperdaya melepaskan hijab dan menginjak-injaknya. Dan kisah ini berakhir dengan pembakaran baju-baju yang menjadi identitas kaum muslimah tersebut.
Kebebasan yang mereka tuju, sebenarnya malah menjerumuskan mereka dalam kenistaan. Pasalnya, tindakan tersebut merupakan awal tercampaknya kehormatan dan keutamaan mereka.

PERLAKUAN ISLAM DAN MUSUH ISLAM TERHADAP MUSLIMAH

Allâh Ta’âla menciptakan wanita sebagai sumber ketenangan bagi lelaki dan menjadikannya sebagai tempat penyemaian benih. Seorang wanita juga bertanggung-jawab atas rumah suaminya. Allâh Ta’âla mentakdirkannya untuk mengandung dan bertugas mendidik anak-anak. Lantaran sedemikian besar dan berat tanggung jawab tersebut, maka Allâh Ta’âla memberikan tanggung jawab kepada kaum lelaki untuk memimpin dan membimbing wanita.
Sementara itu, kaum kuffar Jahiliyyah sangat membenci keberadaan wanita di tengah mereka. Bahkan ketika seorang anak perempuan lahir, tindakan yang mereka ambil, ialah membunuh dengan cara sadis atau menguburkannya hidup-hidup. Atau membiarkannya dalam keadaan nista. Pada masa itu, wanita pun tidak mempunyai hak waris, pendapatnya tidak pernah diperhatikan. Adapun seorang lelaki, ia boleh menikahi wanita manapun yang diinginkannya. Dia pun bebas untuk menyatukan banyak wanita di pelukannya, dan bahkan bebas untuk berbuat tidak adil kepada istri-istrinya.
Kemudian Islam datang untuk menyelamatkan kaum wanita dari kezhaliman masa Jahiliyah dan memberinya hak waris. Lelaki hanya boleh menikahi sampai empat wanita saja, dengan syarat sanggup berbuat adil kepada istri-istrinya. Jika tidak mampu, maka hanya boleh menikahi satu wanita saja.
Pandangan kaum kuffar zaman ini terhadap wanita sama saja dengan masa lampau. Mereka ingin agar kaum wanita menangani pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang di luar kodratnya, supaya kaum wanita terlepas dari kemuliaan, kehormatannya, dan tampil menarik di hadapan para lelaki. Hingga dapat dimanfaatkan dengan harga murah dan mudah selama masih mempunyai daya tarik. Sebaliknya, jika sudah surut pesonanya, maka ia pun dipinggirkan.

BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIB

Persoalan hijab (busana muslimah yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab dasar perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh Ta’âla berfirman :
(Qs. al-Ahzâb/33:59)
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin  agar hendaklah  mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.  Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,  karena itu mereka tidak diganggu.  Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  (Qs al-Ahzâb/33:59)
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
“Allâh berfirman untuk memerintahkan Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah secara khusus kepada istri-istri dan putri-putri beliau untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Supaya dapat dibedakan dengan wanita-wanita jahiliyyah dan ciri khas budak-budak wanita. Yang dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala).”
Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan:
“Inilah ayat yang disebut sebagai ayat hijaab. Allâh memerintahkan Nabi-Nya supaya meminta kaum wanita (muslimah) secara umum, dan Allâh memulainya dengan penyebutan istri-istri dan putri-putri beliau. Karena mereka merupakan pihak yang paling dituntut (untuk melaksanakannya) dibandingkan wanita lainnya. Orang yang akan memerintahkan orang (wanita) lain, seyogyanya mengawalinya dari keluarganya sebelum orang lain.
Allâh Ta’âla berfirman:
(Qs at-Tahrîm/66:6)
‘Hai orang-orang yang beriman,  peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…’ (Qs at-Tahrîm/66:6)
Artinya, di sini mereka diminta untuk menutupi wajah-wajah, leher-leher dan dada-dada mereka. Kemudian Allâh memberitahukan hikmah yang terkandung di balik aturan ini. Yakni “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu“. Ini menunjukkan, munculnya gangguan itu terjadi ketika kaum wanita tidak mengenakan hijab. Pasalnya, ketika tubuh wanita tidak tertutup dengan sebaik-baiknya (wanita tidak berhijab), mungkin saja timbul prasangka bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
Dampaknya, lelaki yang hatinya sakit akan mengganggu dan menyakiti mereka. Atau mungkin saja mereka akan dihinakan, karena dianggap budak. Karenanya, orang yang mengganggu tidak berpikir panjang. Jadi, hijab merupakan penangkis hasrat-hasrat para lelaki yang rakus kepada kaum wanita…”
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).

KAUM WANITA MESTI BELAJAR AGAMA

Usaha perlawanan terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan keutuhan umat wajib ditempuh, terutama oleh kaum wanita itu sendiri. Faktor terpenting yang telah menyeret wanita sehingga mengikuti budaya-budaya yang tidak bermoral, ialah karena unsur jahâlah (ketidaktahuan) terhadap agamanya.
Kebaikan yang sebenarnya bagi kaum wanita, ialah munculnya motivasi dari diri mereka untuk mempelajari hukum-hukum agama, serta kewajiban-kewajiban yang wajib mereka pikul, supaya diri mereka suci dan terjaga dari moral rendah ataupun sumber-sumber kenistaan.
Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِـيْ الدِّيْنِ
“Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allâh padanya,  niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Secara historis, konsistensi kaum muslimah dengan aturan-aturan Allâh Ta’âla dan nilai-nilai Islam dan moralitasnya merupakan jalan terbaik, dan sarana paling penting untuk memberdayakan kaum wanita dalam pembentukan keluarga, perbaikan dan pengokohan peradaban umat manusia.

KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ULAMA

Adanya fenomena negatif yang telah menghinggapi dan menyelimuti kaum wanita (remaja maupun dewasa), maka menjadi kewajiban orang-orang yang memegang kendali perwalian (wilayah) untuk memperhatikan mereka dengan sebaik-baiknya. Memberinya pendidikan dan pembinaan, serta membentengi mereka dari segala pengaruh yang merusak.
Terutama pada masa belakangan ini yang sarat dengan gelombang fitnah dan godaan yang menyergap dari segala penjuru. Para wali itulah yang memikul tanggung jawab yang besar ketika anak perempuan, istri maupun wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya melakukan tindak penyelewengan.
Secara khusus, kebanyakan saluran informasi (media massa) yang beraneka-ragam bentuknya merupakan bagian dari panah beracun yang dibidikkan para musuh Islam untuk mengobrak-abrik para pembina generasi Islam dan pencetak ksatria masa depan (kaum muslimah). Setidaknya, para musuh Islam telah berhasil merealisasikan tujuannya saat para wali kaum muslimah kurang semangat dalam memikul tanggung jawab dan menyia-nyiakan amanah yang luar biasa besarnya itu, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allâh.
Allâh Ta’âla berfirman:
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita….” (Qs an-Nisâ‘/4:34)
إِنَّ الرِّ جَالَ النَّاظِرِيْنَ إِلَـى النِّسَاءِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
Sungguh, para lelaki yang melihat kaum wanita,
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
Melihat adanya sejumlah orang yang mengadopsi dan mempropagandakan pemikiran liberalisme di tengah masyarakat muslim, dan lantaran muatan negatifnya dalam bentuk penentangan kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka Syaikh Shalih Alu Syaikh berpesan, bahwa termasuk hal yang penting, yaitu adanya gerakan ulama, para mahasiswa, dan orang-orang yang mempunyai perhatian besar terhadap kebaikan untuk menghadang ancaman-ancaman itu, menumbangkan syubhat-syubhat mereka, dan membuka kedok mereka.
Diangkat dari kutaib al-Mar‘atu Baina Takrîmil-Islâmi wa Da’awat,
Tahrîr Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini.
Pengantar: Syaikh Shalih bin ‘Abdil-’Azîz bin Muhammad Alu Syaikh,
Cetakan V, Tahun 1425

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Kita Akan Bersama Orang yang Kita Cintai

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kiamat. Ia berkata, “Kapan hari kiamat terjadi?” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?” Ia menjawab, “Tidak ada sama sekali. Hanya saja, sesungguhnya saya mencintai Allah dan Rosul-Nya.” Maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas pun mengatakan, “Tidaklah kami berbahagia dengan sesuatu seperti halnya kebahagiaan kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata, “Karena saya mencintai Nabi, Abu Bakar dan Umar. Dan saya berharap saya bersama mereka karena kecintaan saya kepada mereka, meskipun saya tidak beramal seperti amal mereka.” [1]
Cinta bisa membawa sengsara, cinta juga bisa membawa bahagia, cinta tidak bisa dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia dan seluruh makhluk di dunia, bahkan cinta adalah sifat yang Maha Kuasa, Pencipta cinta.
Cinta adalah fitrah manusia yang memiliki derajat dan tingkatan. Puncak cinta tertinggi adalah penghambaan dan ibadah, kepada siapa cinta itu ditujukan, dan bagaimana cinta itu diberikan. Itulah yang akan menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan, bukan hanya didunia ini saja, namun juga yang paling penting adalah setelah keluar dari dunia ini, di akhirat kelak.
Luapan cinta akan membuahkan idola. Tidak mungkin seseorang menjadikan sesuatu sebagai idola melainkan sebelumnya telah didasari dengan cinta, ditambah dengan pemuliaan dan pengagungan kepada yang diidolakan, maka idola bisa menjadi sesembahan, yang apabila ditujukan kepada selain Allah azza wa jalla maka idola yang demikian akan menjadi suatu berhala yang disembah dan diagungkan dengan Allah azza wa jalla, bahkan lebih besar dari-Nya. Demikianlah memang, meskipun dalam perkembangan bahasa kita, kata ini telah menjadi suatu istilah yang lebih mengarah kepada makna suri tauladan yang dicintai, disanjung, dipuja, dikagumi dan dijadikan panutan.
Apalagi sekarang ini kita lihat kaum muslimin banyak yang meng’idola’kan orang-orang yang tidak pantas untuk dijadikan panutan dan teladan. Berbagai acara di televisi yang mengarahkan idola kepada para selebritis, bintang film, penyanyi, dan semacamnya yang dilihat dari ‘keberhasilan’ dunia mereka, ketenaran, kemasyhuran, kesuksesan duniawi yang mereka miliki; telah membawa kaum muslimin kepada arus yang sangat deras ini. Media itu sengaja dibuat dan direkayasa oleh musuh-musuh Islam dan kaum muslimin untuk menyesatkan dan menjauhkan mereka dari Islam secara total, jika mereka mampu, atau minimalnya mengikuti ajaran mereka. Meskipun masih menyandang status muslim, tetapi cara berfikir dan pemahaman bahkan keyakinan dan akidah mereka telah jauh dari Islam. Dan hal ini lebih mudah bagi mereka untuk merealisasikannya. Cara ini telah berhasil mereka lakukan kepada banyak kaum muslimin dan generasi muslim, hingga kepada kalangan remaja, anak-anak bahkan mereka yang maish balita sekalipun.
Keluarga adalah kelompok terkecil dalam sebuah tatanan masyarakat dan suatu bangsa. Baik buruknya sebuah masyarakat atau suatu bangsa akan sangat  ditentukan oleh keluarga-keluarga yang membentuknya. Dimulai dari awal terbentuknya biduk rumah tangga, suami istri yang memiliki satu keyakinan, cara pandang dan berfikir sama, satu tujuan dan akidah, prinsip hidup dan pemahaman yang satu adalah titik penting yang menentukan ke mana arah dan orientasi keluarga itu di masa mendatang. Demikian pula sebaliknya, ketika di antara suami dan istri tidak memiliki kesatuan dalam prinsip dan orientasi, apalagi akidah, maka hal ini akan sangat berpengaruh dalam pembentukan generasi  dan keturunan. Sehingga hal ini merupakan tanggung jawab yang sangat besar bagi orang tua yang harus diperhatikan.
Seorang muslim harus membentengi diri dan keluarga mereka dari berbagai pengaruh buruk yang masuk dan merasuk ke dalam diri mereka, apalagi dengan perkembangan tekhnologi yang tidak bisa dibendung dan dihindari seperti sekarang ini. Ketika membawa muatan negative dan sisi buruk, orang tua harus lebih ketat dan melekat dalam mengawasi dan membimbing anak-anaknya.
Di antara sisi yang paling penting dalam perkembangan pribadi anak adalah bagaimana menanamkan dan membentuk sosok yang bisa dijadikan sang anak sebagai panutan dan teladan yang mengakar dalam dirinya. Hal ini bisa diwujudkan dengan senantiasa menceritakan, mengisahkan dan menyampaikannya secara terus-menerus dan rutin, menyebutkan dan membacakan keutamaan dan keagungan sosok tersebut, hingga terbentuk, tertanam dan terpatri dalam diri mereka rasa cinta, hormat, kagum, bangga, dan mengagungkannya dan menjadikan sang anak memiliki keinginan untuk menjadi seperti mereka, meneladaninya dan menjadikan panutan dalam hidupnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, para nabi dan rosul berserta keluarga mereka, para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat wanita, laki-laki dan wanita salafush shalih, dan para ulama adalah yang paling layak dan harus dijadikan sosok tersebut. Keluarga Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, keluarga ‘Imron, keluarga Luqman al-Hakim, keluarga Nabi Ya’qub ‘alaihis salam, keluarga Nabi Dawud ‘alaihis salam, keluarga Nabi Syu’aib ‘alaihis salam, dan seluruh keluarga yang dikisahkan  dalam al Qur’an adalah sosok keluarga-keluarga teladan yang paling layak dijadikan contoh dan teladan keluarga muslim. Maryam, Asiyah istri Fir’aun, dan para wanita yang disebutkan dalam al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok teladan bagi para wanita beriman.
Kisah dan siroh perjalanan hidup mereka seharusnya banyak diceritakan dan dikisahkan dalam keluarga muslim untuk membentuk sosok kepribadian teladan bagi pribadi dan keluarga. Sebaliknya, keluarga harus dijauhkan dari berbagai sosok lain yang tidak pantas atau bahkan haram untuk dijadikan sebagai panutan dan teladan, apalagi ‘idola’, seperti tokoh fiktif dan khayalan semisal superman dan semacamnya, atau para selebritis, penyanyi, bintang film, pemain olah raga dan semisal mereka yang banyak dipropagandakan dan menjadi proyek musuh-musuh Islam untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya.
Apabila seseorang telah menjadikan sebuah sosok sebagai teladan, panutan apalagi idola, maka ia akan berusaha mengikuti, meneladani dan mencontoh apa saja yang dilakukannya dan mentaati apa saja yang dikatakannya sebagaimana dikatakan:
Seandainya cintamu sejati tentu engkau akan menaatinya
Sesungguhnya orang yang mencintai akan taat kepada yang dicintainya..
Dalam hadits di atas, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu merasakan kebahagiaan yang paling mendalam setelah kebahagiaan dengan keimanan dan keislamannya dengan hadits ini, yaitu kecintaan keapda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhum. Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa seseorang akan bersama orang yang dicintainya, berarti ia akan bersama mereka di surga karena mereka adalah para penghuni surga yang paling tinggi. Meskipun Anas merasa tidak mampu untuk beramal sebagaimana amal mereka, namun ia yakin dan berharap cintalah yang akan bisa membawanya bersama mereka hingga hari kiamat, dan hingga masuk ke dalam surga di sisi-Nya.
Berbahagialah orang yang memberikan cinta yang paling besar dalam dirinya setelah Allah azza wa jalla. Kepada manusia-manusia yang diridhoi dan dicintai-Nya. Adapun sebaliknya, apabila seseorang menjadikan teladan , panutan dan orang yang dicintainya apalagi yang menjadi idola dalam hidupnya adalah ahli dunia, apalagi yang memiliki sifat, amal perbuatan,  keyakinan yang menyimpang bahwa bertentangan  dengan apa yang dimurkai-Nya, maka ia pun akan bersamanya di dunia dan nanti di akhirat ketika mereka terancam dengan api neraka, wal’iyadzubillah.
Akankah kita memilih teladan dan panutan yang lain setelah kita mengetahui dan yakin bahwa kita akan bersama orang yang kita teladani dan kita cintai nanti dihari kiamat?! Seorang mukmin tidak akan spekulatif dalam pilihannya. Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya dunia pergi menjauh dan akhirat dating mendekat, dan masing-masing dari keduanya memiliki anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, karena hari ini adalah hari beramal, bukan hari penghisaban, dan esok adalah hari penghisaban dan tiada lagi beramal.”
Wallahul muwaffiq
Penulis: Ustadz Abu Abdirrohman –hafizhahullah-
——————–
Fote Note:
[1] HR.al-Bukhari kitab al-Jumu’ah bab man intazhara hatta tudfan 5/12 no.3688, Muslim 8/42 kitab Al-Birr wash shilah wal aadaab, bab al-Mar’u ma’a man ahabba 8/42 no.6881
[2] Dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 7/100 no.34495 dan yang lain
Sumber: Disalin ulang dari Majalah al-Mawaddah Edisi ke-8, Tahun ke-3, Robi’ul Awwal-Robi’uts Tsani 1431H, Maret 2010, Hal.12-14
Download File:
  1. Engkau Bersama Orang Yang Engkau Cintai – Ustadz Abu Abdirrohman .pdf
Dipublikasikan kembali oleh : Al Qiyamah – Moslem Weblog

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Ibnul Jauzy Rahimahullah : “Saat-Saat Kematian Datang..”

Ibnul Jauzy berkata;
“Satu hal yang paling menarik dan menakjubkan adalah tatkala seseorag yang mati sadar di dalam kuburnya. Ia sangat terkejut dengan kondisi yang tidak bisa dilukiskan dan merasa sedih dengan kesedihan yang sangat sulit dibayangkan. Ia membayangkan masa-masanya yang telah lewat. Ia ingin agar bisa melakukan sesuatu yang belum sempat dikerjakannya dan benar-benar bertaubat. Ia hampir saja bunuh diri tatkala menjelang kematiannya. Andaikata ia mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga dari semua itu saat masih sehat, pasti ia akan melakukan amal-amalnya dengan penuh ketaqwaan."
Sesungguhnya orang yang cerdas akan selalu membayangkan saat-saat kematian tiba dan bekerja dengan tujuan-tujuan yang harus dicapainya. Andaikata ia tidak sanggup membayangkan dalam benaknya keadaan yang demikian, maka ia wajib mengekang hawa nafsunya dan berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan hidupnya.
Akan tetapi, jika kesadaran itu baru datang manakala ia sudah berada di gerbang maut, saat itu pintu kesempatan telah tertutup. Diriwayatkan dari Habib Al-Ajami, jika dia bangun pagi maka dia pasti mengatakan pada isterinya, “Jika aku mati hari ini, maka fulanlah yang harus memandikanku dan fulanlah yang harus memikul keranda mayatku.”
Ma’ruf Al-Karkhi, seorang wali terbesar, berkata kepada seorang laki-laki, “Sholat zhuhurlah bersama kami.” Orang itu berkata, “Jika sholat bersamamu saat ini, maka aku tak akan sholat asr bersamamu.” Al-Karkhi menjawab, “Kamu berangan-angan bisa hidup sampai waktu asar nanti? Berlindunglah kepada Alloh dari panjangnya angan-angan.”
Suatu saat ada laki-laki yang membicarakan orang lain dalam ghibahnya. Berkata Ma’ruf kepadanya, “Ingatlah tatkala kapas telah diletakkan di atas kedua matamu sebelum engkau dikubur nanti.””
Sumber: Terjemah “Shoidul Khotir” karya Ibnul Jauzy via facebook Pustaka Ukhuwah Malang

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More