Share
div id='fb-root'/>

Kaya tidak diukur dengan banyaknya harta

“Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bertakwa itu dimana saja

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”(HR Tirmidzi 1987)

Mudahkan Kesulitan Saudara Kita

“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR Muslim 2699)

Segeralah Bertaubat

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Bersemangatlah untuk Beramal Shalih

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97)

Tuesday, January 31, 2012

Perayaan Maulid: Mau Merayakan Kelahiran Atau Kematian?

Perlu kita meninjau kembali perayaan bid’ah maulid, terutama tanggal kelahiran Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan momentum perayaan bid’ah maulid. Tanggal yang diklaim sebagai hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah12 Rabiul Awal dan dipakai hingga saat ini sebagai momentum maulid. Ternyata tanggal tersebut bukanlah tanggal yang pasti sehingga perlu kita kaji ulang.

Ada pendapat bahwa tanggal 12 Rabi’ul awwal tidak shahih
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu,
وقد حقق بعض الفلكيين المتأخرين ذلك; فكان في اليوم التاسع لا في اليوم الثاني عشر.
“Sebagian ahli falak belakangan telah meneliti tentang tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata jatuh pada tanggal 9 Rabi’ul Awal, bukan 12 Rabi’ul Awal.” [Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab Tauhid 1/238,  Darul Aqidah, Koiro, 1425 H]

Berkata ulama ahli sejarah Ibnu Katsir rahimahullahu mengenai atsar berikut,
عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ. قَالَا: وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ
يَوْمَ الِاثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ رَبِيعٍ الْأَوَّلِ وَفِيهِ بعث، وفيه عرج به إلى السماء،
وفيه هَاجَرَ، وَفِيهِ مَاتَ. فِيهِ انْقِطَاعٌ
“Dari Jabir dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun Gajah, hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal, dan pada tanggal tersebut diutus menjadi nabi, melakukan isra’ ke langit, berhijrah dan meninggalSanadnya terputus [Al-Bidayah wan Nihayahkarya Ibnu Katsir 3/135, Dar Ihya’ At-Turats, 1408 H, Asy-Syamilah]

Ikhtilaf ulama mengenai tanggal lahir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Berkata Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu,
ثم اختلفوا فقيل: لليلتين خلتا منه وقيل: لثمان خلت منه وقيل: لعشر
وقيل: لاثنتي عشرة وقيل: لسبع عشرة وقيل: لثماني عشرة
“kemudian para ulama berselisih [mengenai tanggal kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam], dikatakan tanggal 2 Rabi’ul Awwal, tanggal 8 Rabi’ul Awwal, tanggal 10 Rabi’ul Awwal, tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tanggal 17 Rabi’ul Awwal, dan tanggal 18 Rabi’ul Awwal” [Lathaa’iful Ma’aarif hal. 93, Dar Ibnu Hazm, cet. Ke-1, 1424 H, Asy-Asyamilah]

Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu,
أن هؤلاء الذين يحتفلون بمولد النبي صلى الله عليه وسلم لا يقيدونه بيوم الاثنين،
بل في اليوم الذي زعموا مولده فيه
“Mereka berselisih mengenai waktu kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , perselisihan tidak hanya terbatas mengenai hari senin saja, bahkan mereka juga berselisih pada tanggal yang mereka sangka sebagai tanggal kelahiran beliau” [Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab Tauhid 1/238,  Darul Aqidah, Koiro, 1425 H]

Ada klaim kesepakatan ulama tanggal wafat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Perlu diketahui bahwa pendapat tanggal kematian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengklaim bahwa disepakati yaitu 12 Rabi’ul Awwal. Para ulama berusaha mencari tanggal pastinya Karena ada kepentingan syariat di sana, yaitu sejak tanggal tersebut terputuslah wahyu sehingga jika ada klaim turun wahyu setelah tanggal tersebut maka tertolak. Walaupun ada ikhtilaf juga dalam hal ini. Berbeda dengan tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak ada kepentingan syariat pada tanggal tersebut.

Berkata ahli sejarah Ibnu Hisyam rahimahullahu,
واتفقوا أنه توفي – صلى الله عليه وسلم – يوم الاثنين … قال أكثرهم
في الثاني عشرمن ربيع ولا يصح أن يكون توفي صلى الله عليه وسلم إلا في الثاني
من الشهرأو الثالث عشر أو الرابع عشر أو الخامس عشر لإجماع المسلمين
على أن وقفة عرفة في حجة الوداع كانت يوم الجمعة وهو التاسع من ذي الحجة
“Para Ulama bersepakat bahwa Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam  wafat pada hari senin… Mayoritas mereka berkata: pada tanggal dua belas Rabiul Awal. Dan tidak shahih tentang tanggal wafatnya kecuali pada hari kedua atau ketiga belas, atau keempat belas, atau kelima belas, karena sudah disepakati bahwa wuquf di arafah pada haji wada’ terhadap pada hari Jum’at, yaitu hari kesembilan bulan Dzulhijjah… “ [Ar-Raudh al-Anfu Syarhu Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam karya Imam as-Suhaili 4/439, Asy-Syamilah].

Merayakan kelahiran atau kematian?
Jadi perayaan bid’ah maulid setiap tanggal 12 Rabiul Awal itu, mereka harus bergembira dengan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau harus bersedih dengan wafatnya beliau? Jika kita lihat bahwa ternyata hari kelahiran beliau diperselisihkan akan tetapi ada klaim kesepakatan tanggal wafatnya beliau, maka mereka yang merayakan maulid itu, sedang bergembira dengan memperingati kelahiran atau sedang bersedih? Jika bersedih mengapa terkadang acaranya meriah dan bersenang-senang seperti makan-makan, kasidah, nasyid dan lain-lain?

Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
8 Rabiul Awal 1433 H bertepatan 1 Februari 2012
Penyusun:  Raehanul Bahraen
Artikel http//muslimafiyah.com

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Keutamaan Shalat Qabliyah Subuh

Keutamaan Shalat Qabliyah Shubuh

Shalat Qabliyah Subuh

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Apakah fadhilahnya (keutamaan) shalat 2 rakaat qabliyah subuh? Dan jika seseorang tidak sempat melaksanakan shalat qabliyah subuh, bolehkah mengqadhanya dan dilakukan setelah selesai shalat shubuh langsung, padahal itu adalah waktu dilarang untuk shalat? Kami sampaikan terima kasih atas jawabannya.

Jawaban:

Shalat Qabliyah Subuh

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Shalat dua raka’at qabliyah subuh termasuk shalat sunah yang sangat ditekankan bagi setiap muslim. Pahala kebaikannya begitu besar, melebihi dunia dan seisinya. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dua raka’at (qabliyah) shubuh pahalanya lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no.1193)
Termasuk waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat adalah setelah shalat shubuh sampai terbit matahari, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Aku mendengar Rasullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat setelah (shalat) shubuh sampai terbit matahari….’.” (HR. Bukhari, no.551)
Menurut pendapat yang lebih kuat, shalat yang dilarang adalah shalat-shalat yang tidak terikat dengan sebabnya (shalat mutlak). Adapun shalat-shalat yang diikat pensyariatannya dengan suatu sebab (jika tidak ada sebabnya tidak disyariatkan), semisal shalat sunah setelah thawaf, shalat gerhana, shalat tahiyatul masjid, dan lain sebagainya, maka tidak dilarang walaupun dilakukan pada waktu-waktu terlarang, lantarang shalat-shalat ini terikat dengan sebabnya.
Termasuk yang dibolehkan adalah mengqadha qabliyah shubuh setelah shalat shubuh, walaupun waktu tersebut termasuk waktu dilarang shalat. Hal ini didasari oleh beberapa hal:
1. Keumuman perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengqadha setiap shalat yang terlewatkan tanpa sengaja. Dalam hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa lupa shalat, atau tertidur, maka hendaklah ia lakukan shalat itu jika ia mengingatnya, tidak ada kaffarah kecuali hal itu, (Allah berfirman), ‘Dan tegakkan sholat untuk mengingat-Ku’.”(HR. Bukhari 562 dan Muslim 1103)
2. Kekhususan dalil yang membolehkan hal ini, seperti dalam sebuah hadis:
Dari Qais bin Amr berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah (shalat) shubuh, maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah (engkau) shalat shubuh dua kali?’ Orang itu menjawab, ‘Saya belum shalat dua rakaat qabliyah shubuh, lalu aku lakukan (setelah shubuh)’.” Lalu (Qois) berkata, “Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pun diam (tidak melarangnya).” (HR. Abu Dawud no.1267, Tirmidzi no.422, Ibnu majah no.1154, Ahmad no.23811, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Misykat al-Mashobih1044 dan Shahih Abu Dawud 1151)
Hadis di atas menunjukkan bahwa mengqadha qabliyah shubuh setelah shalat shubuh hukumnya boleh karena ada keterangan yang sangat jelas dari diamnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang melakukan hal tersebut. Hanya saja, lebih utama jika seseoarng terlewatkan shalat qabliyah shubuh –baik tertidur atau lupa– hendaknya dia mengqadhanya setelah matahari terbit, dan ini adalah yang lebih afdhal, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:
Barangsiapa belum melaksanakan shalat dua rakaat (qabliyah) shubuh, maka hendaklah dia shalat dua rakaat tersebut setelah terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi no.423, dan dishahihkan oleh Al-Abani dalam Silsilah Shahihah no.2361)
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 06 Tahun ke-10 Muharram 1432 H/Desember 2010

Sumber: http://yudatfort814.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-pesan-peringatan-hak-cipta.html#ixzz1iGyhTDSY

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More